7

2 0 0
                                    

Ponsel Gia hampir terlepas dari tangannya ketika yang bicara di seberang sana mengatakan bahwa Bobby tak datang mendampingi murid-muridnya bertanding di kompetisi taekwondo hari ini. Ponselnya juga tak bisa dihubungi. Itu sebabnya dia menghubungi Gia, karena Bobby memberikan rekomendasi nomer Gia jika dia tak bisa dihubungi.

Gia menyambar jaketnya dan bergegas menuju rumah Bobby. Dia berlari-lari menuju rumah Bobby, sesampainya di sana, ia mengetuk pintu rumah Bobby. Lama tak ada jawaban, Gia makin cemas. Lalu dicoba dibukanya pintu rumah Bobby yang ternyata tak terkunci. Ia masuk sembari menelepon Ayah Bobby, kemudian mencoba menelepon Bobby, namun tak ada jawaban juga. Gia berhati-hati berjalan menuju kamar Bobby, dibukanya pintu kamarnya, dan lutut Gia terasa mau lepas ketika melihat Bobby masih tidur di tempat tidurnya. Tangannya yang masih memegang ponsel terkulai lemas. Samar-samar ponselnya berdering, Ayah Bobby meneleponnya.

"Maaf Oom, tadi saya menelepon mau menanyakan ke mana Bobby. Karena tim taekwondo mencarinya."

"Bobby demam, Gi. Tadi Oom sudah menawarkan membawanya ke dokter tapi dia bersikeras tak mau, katanya dia mau tidur saja, nanti demamnya turun sendiri. Coba Gia bujuk dia, siapa tahu dia mau ke dokter."

"Ya Oom, terima kasih."

Gia berjalan mendekati Bobby. Dadanya berdebar-debar, Gia berusaha keras menetralkannya karena khawatir barangkali suara debaran itu terdengar oleh Bobby. Ia lantas duduk di sisi tempat tidur Bobby, dipegangnya dahi Bobby dan Gia terkesiap, panas sekali.

Gia hendak berlari keluar mencari termometer dan obat tapi tangan Bobby keburu menangkapnya.

"Mau ke mana?"

"Aku harus mengambil termometer untuk tahu berapa suhu badanmu. Aku juga harus mengambil handuk dingin untuk mengompresmu, dan akan kubuatkan minuman hangat."

Bobby melepas tangan Gia, ingin berkata-kata tapi terasa lemas. Untuk menahan Gia agar duduk di sampingnya saja ia tak kuat.

Gia menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk merawat Bobby, dahi anak itu sekarang sedang dikompres, minuman dan bubur hangat juga sudah siap. Obat turun demam sudah ada, tinggal membangunkan Bobby agar mau makan. Saat ini suhunya 39˚ dan jika sampai nanti siang tak ada kemajuan, ia sudah bertekad akan menghubungi Yoyo dan memaksa Bobby ke Rumah Sakit.

"Bangun Bob, makanlah, aku suapi ya." Bujuk Gia. Bobby membuka matanya perlahan dan berusaha duduk, Gia membantunya.

"Sebenarnya aku tak mau makan, tapi kalau kau suapi, dengan senang hati aku akan memakannya." Gumam Bobby. Gia ingin sekali mencubit anak itu, tapi karena masih sakit dia jadi tak tega. Akhirnya disuapinya juga Bobby. Setelah selesai, dipaksanya untuk minum obat dan disuruhnya untuk tidur lagi. Gia menungguinya di samping tempat tidur Bobby sambil menggerutu, "mirip seperti di drama-drama, tapi tak kusangka aku harus mengalaminya."

Bobby akhirnya terbangun dari tidur, ia merasa lebih baik, lebih kuat, lalu dilihatnya Gia ada di sisi tempat tidurnya, tertidur. Ia tersenyum melihatnya. Bobby mengelus rambut Gia, dia senang Gia ada di situ. Gia tergagap karena merasakan ada tangan hangat sedang mengelus rambutnya. Ia ikut bangkit dari tidurnya dan mendapati Bobby sudah berada tepat di hadapannya.

"Kau..jangan bangun dulu.." spontan Gia memperingatkan Bobby.

"Aku sudah tak apa-apa Gi."

Mata mereka bertemu, dan sekali lagi Bobby tak bisa mengendalikan dirinya. Diraihnya leher belakang Gia dan ditariknya mendekat, dikecupnya bibir Gia dengan lembut. Gia hanya memejamkan mata menikmati kehangatan di bibirnya yang diciptakan Bobby. Beberapa saat kemudian Bobby seperti sadar dan menghentikan aksinya. Tapi melihat Gia yang masih memejamkan mata, menggoda hasratnya untuk mengecupnya sekali lagi. Dan Bobby dengan sukses mendaratkan bibirnya kembali di sana.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 27, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Love MeWhere stories live. Discover now