06.

26.6K 3.1K 98
                                    

"Rin, mau nikahnya pakai adat apa enggak?"

"Gak tau Ma, nanti aku tanya ke Mas Rey"

"Iya, kamu tanya dulu deh tuh. Kalo mau pake adat, jelas calon suami kamu harus siap biaya banyak. Iya sih kamu gak 100% gadis Bugis, tapi tetep aja kamu punya darah Bugis. Tau kan maksud mama?"

"Enggak"

Arina menggeleng dengan polosnya.

"Calon suami kamu harus ngasih uang panai"

"Uang panaiku mah sedikit ma, aku belum lulus S1. Paling cuma 70-100, iya kan?"

"Bukan sedikit banyaknya panai yang di dapet Arina, tapi adatnya begitu"

"Tapi kan papa bukan bugisian, cuma mama yang bugisian? Ribet gak sih ma? Harus ganti tanggal lagi"

Mama Arin hanya menghela nafasnya, anaknya yang notabene blasteran Busgisian dan Semarang itu ada benarnya. Ayahnya bukan orang Bugis, dia bisa saja memakai adat Jawa bukan Bugis.

"Oh iya ma, kata mas Reyan, ibu sama bapaknya mau kesini. Buat lamaran resminya, kata mas Rey yang kemarin itu sekedar tanya dulu. Boleh di lamar gak anaknya, mau gak. Katanya gitu, jadi pas lamarannya bener bener keluarga mas Rey mau kesini"

"Keluarga Jefgreyan aslinya mana sih rin? Gini nih, mama gak tau soal keluarga Reyan kamu tapi setuju aja kamu nikah"

"Jadi gak di bolehin nih?"

"Boleh dong boleh, kan kamu nikahnya sama Jeffreyan bukan sama bapaknya"

Arina hanya tersenyum meledek mamanya, kegiatan Arina yang tengah memotong sayuran itu berlanjut sembari berbincang panjang lebar dengan mamanya.

"Ibu sama bapak orang Jogja ma, jadi kalo mau pake adat gak bingung. Serumpun kan?"

"Baru tau mama kalo calon mantu itu orang Jogja, gak ada Jawanya sama sekali rin. Kala juga gak ada Jawa Jawanya"

"Emang Arin, Azzam sama Rima ada Jawa Jawanya dari segi muka? Gak ada kan"

"Ya kan mama orang Bugis, ke campur lah kalian bertiga"

Lagi lagi Arina hanya tertawa melihat kelakuan mamanya, mamanya mengomeli Arina sekarang. Jika bertanya alasan Arina  di dapur, ya karena ia tengah belajar memasak dengan mamanya. Tidak mungkin Arina akan order di aplikasi terus kan? Jika ada pembantupun Arina ingin tetap terjun di dapur.

"Jadi Mas Rey itu asli Jogja ma, tapi tampilan gak ada lokal lokalnya. Kalo Kala,  di blasteran Jogja- Bandung. Udah papanya gak ada muka lokal Jogja, mamanya dari Bandumg yang terkenal mojangnya pada good looking. Jadilah Kala begitu bentuknya, Ya Allah, Alhamdulillah dapet anak ganteng kaya Kala"

Lollita (Mama Arina) hanya tertawa geli melihat anaknya, sepertinya anaknya itu benar benar menyayangi Kala. Atau dia justru naksir Kala? Yang rupawan.

"Jangan sampai ntar kalo kamu punya anak sendiri bentuknya gak kaya Kala. Bisa bisa dikira bukan adeknya Kala nanti"















"Kamu dimana rin?"

"Dirumah mas, kenapa?"

"Kayanya sibuk banget, grusah grusuh gitu. Nyari apa?"

Memang sedari tadi Arina mondar mandir, ntah mencari apa.

"Apa itu grusah grusuh?"

"Gimana jelasinnya ya rin, mas juga bingung. Nyari apa si?"

"Nyari charge laptop, gak ketemu. Udah ada notifikasi baterainya low, lagi nugas lagi"

"Dipinjem adek kamu kali"

Arina masih sibuk mencari charger laptopnya, ia yakin tidak mungkin adik adiknya memakai charger miliknya. Punya mereka berbeda merk, jelas berbeda pula bentuknya.

"Bentar ya mas, mau telfon temen dulu. Takutnya di rumah temen, tadi ngumpul di rumah temen soalnya"

Setelah berpamitan dengan Jeffreyan dan memutus sambungan telfonnya, Arina langsung menghubungi Della. Temannya yang tadi rumahnya digunakan untuk berkumpul dan kerja kelompok.

"Del, halo? Charger laptop gue ada di lo gak?"

"Hah? Bentar deh rin, gue cari dulu"

Sejenak Arina harap harap cemas dengan Della, dia menunggu hingga akhirnya ada suara dari Della.

"Iya rin, ada di rumah gue. Gimana?"

"Ya Allah, gue cari dari tadi. Mau lanjutin tugas, baterainya low. Gimana dong? Yaahh mati sekarang"

"Udah lo save kan tapi?"

"Udah sih, cuma lusa gimana dong? Mana banyak banget"

"Santai, ntar gue bantuin"

Wajah Arina masih saja masam, ia bingung sekarang bagaimana tugasnya rampung barang setegahpun tak apa apa. Masa dia harus minta tolong Jeffrey? Jam 9 malam.

"Mas, di tempat Della chargernya"

Jeffreyan yang juga tengah berkutat dengan kerjaannya itu sedari tadi berbincang dengan Arina menggunakan air podsnya, tanpa memalingkan fokusnya dari macbook miliknya.

"Gimana? Mau di ambil?"

"Iya habis ini mau ngambil, ijin keluar ya?"

Jeffreyan tertawa di ujung sana, harusnya Arina ijin pada orang tuanya. Bukan Jeffreyan, status Jeffreyan belum menjadi suaminya sekarang.

"Ijin tuh sama mama papa kamu, ijin sama akunya nanti. Kamu share lock aja ke aku, nanti charger kamu jalan sendiri ke rumah"

"Gak ya, mas lagi sibuk kerja"

"Enggak kok, buruan"

"Halah, itu suara ketikan keyboardnya kenceng gitu"

"Kala lagi di luar, dia bilang tadi mau beli bubur kacang ijo. Sekalian aja"

Arina heran, mentang mentang Kala anak laki laki dan sudah besar jadi Jeffreyan membiarkan anaknya pergi keluar sendirian malam malam.

"Mam? Are you still there?"

"Mam mam apaan, iya ini disini. Bisa gak sih mas jangan biarin Kala keluar malem dulu, kata kamu smetser lalu nilai Kala turun semua"

"Tantenya dia yang lagi di sini ngidam mau bubur kacang ijo, ngidamnya Kala yang beliin"

"Tantenya Kala? Kamu kan anak tunggal"

"Adek Alm. mamanya Kala, dia tadi siang ke sini. Kangen Kala katanya, dia kaget rin pas denger Kala cerita soal kita. Dia ngira aku bakal setia sama kakaknya, terus dia diemin aku. Oh iya, biar kamu gak salah paham. Suaminya juga disini"

Arina diam, sekarang yang ia pikirkan justru keluarga Alm. Mama Kala. Jika dia menikah dengan Jeffreyan, apa Kala nantinya akan mereka ambil? Atau bagimana.

"Kamu jadi ragu ya?"

Mendengar nada suara Arin, membuat Jeffreyan langsung panik. Ia takut jika ia salah ucap.

WDW [ COMPLETE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang