Selasa, 15 Maret 2011
Hari-hari selanjutnya tidak akan gue ceritakan tidak apa-apa, kan? Hanya akan mengingatkan gue pada hari-hari dalam sebulan yang menurut gue datar, dan menjurus kelam mungkin. Hari-hari dimana Alya dan Dira semakin dekat, tapi anehnya gue belum mendengar gosip resminya mereka pacaran.
Belum, setidaknya sampai pada minggu kedua di bulan Maret itu. Tepat delapan hari yang lalu dihitung dari gue menulis cerita sekarang ini, pada siang yang terlalu panas sehingga membuat cowok pemalas seperti gue memutuskan untuk ke perpustakaan, yang ber-AC.
Sepi, hanya 2 meja terisi dari 20 meja yang ada. Gue mencari meja terjauh dari jangkauan mata penjaga perpustakaan, cocok untuk tidur dibalik ensiklopedia, pikir gue. Yah, itu baru niat gue sebelum gue melihat Dira dan Alya duduk tak jauh dari meja tujuan gue.
Astaga, selama sebulan gue sudah menghindari tempat-tempat yang berbau mereka, tetapi kenapa giliran sekarang malah ketemu diruangan yang begini? Dan lagipula gue kan tidak mau kembali keluar yang panasnya minta ampun. Ah, sudahlah. Kenapa juga rupanya? Kenapa pula gue harus menghindari mereka? Kebodohan gue terus berlangsung ternyata.
Mereka tidak melihat gue, Dira sibuk mengetik di laptopnya dan sesekali mengarahkan kepala dan membaca pada buku yang dipegang Alya. Tumpukan buku tinggi-tinggi memenuhi meja mereka, aman.
Gue mengambil ensiklopedia paling lebar yang gue temui secara asal. Cocok untuk didirikan dan menutupi gue tidur. Lima menit.. Sepuluh menit.. Gue mulai memasuki awang-awang. Suara kertas yang dibolak-balik, suara diskusi kecil Alya, dan suara jari Dira yang beradu cepat dengan keyboard laptopnya seperti lagu pengantar tidur bagi gue. Lalu hening.
"Ya udah, besok aja kita balik lagi, kak. Besok aku temenin lagi," sayup-sayup masih terdengar suara Alya.
"Iya, Al. Eh, ehm, Alya..." gue mendengar suara kursi yang berderit-derit waktu itu, mungkin Dira yang berbicara tadi merasa gelisah akan sesuatu.
"Ya?"
"Al, aku ngga bisa tahan ini terus. Aku, perasaan aku ke kamu masih sama kayak tiga tahun yang lalu..."
Deg!
Deg deg deg deg!
Nyawa gue yang sudah hampir di langit ketujuh kembali dengan cepat ke bumi.
Apa-apaan ini? Astaga, kuping gue jadi sangat peka sekarang mendengar percakapan mereka.
"Kak..."
"Alya, apa sekarang kamu mau ngasih jawaban yang beda dari waktu itu?"
"..."
"Alya..."
Brak!
Ya, efek suara itu harus gue ketik di cerita ini karena pada waktu itu ensiklopedia yang gue dirikan di meja tersenggol siku gue. Tersenggol, bersamaan dengan terbukanya mata gue karena sudah sepenuhnya tersadar akan arah percakapan mereka, dan sangat kaget tentunya.
"K-Kevin! Ya ampun, gue ngga liat ada lo dari tadi disini," ekspresi Dira melihat gue seperti melihat hantu. Tapi itu tidak terlalu gue perhatikan, yang gue perhatikan adalah ekspresi cewek disebelah Dira, Alya.
Alya tampak kaget dan pucat, mulutnya sedikit terbuka melihat gue. Awalnya gue menganggap ekspresinya itu menggemaskan dan manis, tapi, ya ampun rasa benci yang sangat hebat entah darimana memenuhi seluruh tubuh gue.
Gue berdiri, "Ah, ehm. Sorry ganggu," kata gue singkat, mungkin tanpa ekspresi. Gue ngga tau saat itu kenapa bisa lupa dengan cengar-cengir basa-basi seperti biasanya. Gue ngga tau. Gue pun tidak memperdulikan gumaman marah penjaga perpustakaan ketika gue lewat dan menuju pintu.
Sampai diluar perpustakaan barulah gue merasa heran, dan menghela nafas panjang. Gue mencoba mendalami apa yang terjadi sama gue selama sebulan ini. Dan, ya, inilah kebodohan gue. Gue baru sadar kalau gue sayang sama Alya. Ya Tuhan...
Dada gue sesak. Ketika menyadari kebodohan gue itu, bisa aja gue balik ke perpustakaan dan berbuat sesuatu agar tidak terjadi apa yang gue takutkan pada Alya dan Dira. Tapi pikiran gue kacau dan ingin segera menjauh.
Bel masuk sudah berbunyi begitu gue mengambil tas di kelas.
"Eh, eh, mau kemana, Kev?" uh, Riana.
Gue tidak peduli dan berjalan terus sampai ke gerbang depan. Bagus, kali ini gue ngga menggerutu akan ulah satpam pemalas yang sering meninggalkan posnya. Malah bersyukur sekarang.
Entah kemana perginya cuaca panas tadi, sekarang langit tiba-tiba mendung seperti mau hujan deras. Sambil terus berjalan di otak gue terngiang pernyataan yang berulang-ulang. Gue suka Alya, gue bener-bener sayang sama Alya. Gila, apa gue sudah gila karena selama beberapa tahun gue mengenalnya baru sekarang gue menyadarinya?
Kepala gue pusing, dan setelah itu yang gue ingat hanya pandangan yang kabur dan menghitam. Badan gue mulai basah dan dingin terguyur air hujan, serta kaki kiri gue yang ngilu luar biasa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kevin's story: I'M A FOOL (and I love her) COMPLETE
Teen FictionSelasa, 22 Maret 2011 Gue Kevin, dan kalian berada di tahap awal kisah gue yang masih jelas gue hafal kapan dan bagaimana kisah demi kisah ini gue alami. Kisah yang gue tulis pada hari terakhir gue dirawat di rumah sakit, di atas ranjang salah satu...