Sepulang kerja, Pak Bramantio menemui Aerin yang sedang fitting gaun buat pesta besok. Akan ada sesi photo keluarga besok pagi, sebagai simbol penerimaan Aerin secara resmi dalam Keluarga Bramantio.
Sebelumnya di photo keluarga yang terpajang dalam figura besar di ruangan tamu rumah dan di ruang kerjanya, hanya ada ia, istrinya, Chandra putra tertuanya dan Ricky putra bungsunya.
"Kamu sudah selesai?" Aerin mengangguk. Tidak perlu ada yg diperbaiki, gaun pesta warna silver off shoulder yang sudah mama pesan, sangat pas dengan tubuhnya.
"Can we talk?"
"Sure, pa."
Aerin mengikuti papa yang menuju ke ruang keluarga. Seperti ekspresi wajah mama, papa juga sedikit melembut.
"Kamu sehat?" Pertanyaan pertama, tak pernah sebelumnya papa bertanya keadaannya.
"Aku baik-baik saja. Sangat sehat," jawab Aerin sambil tersenyum dan tentu saja dengan mata berkaca-kaca.
"Hmmm, kamu hidup dengan sangat baik tanpa perlu dukungan papa. Papa dengar kamu beli Range Rover dan beli rumah mungil di kawasan elite, tanpa kredit. Sure, hidup kamu sangat baik." Ada nada bangga dalam ucapan itu. Aerin menatap dengan penuh selidik.
"Papa kok bisa tau aku punya Range Rover dan tinggal di rumah sendiri?" Pak Bramantio tertawa kecil.
"Walaupun hubungan kita sebelumnya sangat tidak harmonis, kamu pikir papa akan membiarkan kamu tinggal sendirian di Jakarta tanpa penjagaan?"
"Maksud papa?"
"Ada 2 bodyguard yang menjaga kamu secara bergantian." Aerin mendelik tak percaya.
"Irin, kamu itu adalah PR besar buat papa dan mama. Pekerjaan Rumah yang harus kami selesaikan sebelum ajal menjemput. Kamu tau, sangat berat bagi papa sebagai seorang suami untuk memaafkan mami kamu. Nanti kalau kamu sudah menikah, kamu akan mengerti betapa pentingnya harga diri bagi seorang suami. Maafkan papa dan mama, baru sekarang kami bisa berdamai dengan diri kami sendiri untuk menerima kamu. Kamu pasti sangat menderita."
Aerin tak kuasa menahan tangisnya, papa langsung memeluknya dengan erat.
"It's over. Kita buka lembaran baru mulai sekarang. Kamu anak papa, seperti Chandra dan Ricky, tidak berbeda. Maafkan papa dan mama."
"Aku tidak pernah marah kepada papa, mama. Aku yakin suatu hari nanti, papa mama pasti akan bersikap seperti layaknya orangtua yang seharusnya. Aku hanya kesepian, aku sendirian. Aku pengen punya keluarga yang saling menyayangi. Aku pengen punya papa yang bisa menjadi my hero. Papa yang berdiri tegak di belakangku, memberi support
agar aku siap menghadapi segala tantangan kehidupan. Aku pengen punya mama yang bisa jadi tempat curhat, terutama curhat tentang kisah asmaraku yang tak seindah cerita novel."Aerin kembali menangis. Beban berat yang menyesakkan dada, secara perlahan mulai mengikis. Ia tau, selama ini ia sangat tertutup. Ia tidak punya keluarga dan sahabat dekat untuk berbagi cerita. Ia memendam lukanya sendiri.
***
Sesi photo berjalan lancar dan penuh keakraban, terutama dengan Mas Chandra dan Mas Ricky yang jarang banget dijumpainya.
Saat Aerin dibawa untuk tinggal di rumah papa, Mas Chandra sudah SMA dan Mas Ricky sudah SMP. Mereka tinggal dan bersekolah di Brisbane. Mereka jarang pulang ke Jakarta.
Selama Aerin SMP, ia ingat hanya bertemu sekali dengan kedua saudaranya itu. Saat Aerin SMA, jarak mereka semakin jauh karena satu peristiwa tragis yang melibatkannya, membuat papa mengirimnya untuk melanjutkan SMA di London.
Begitulah, selama kurun waktu 5 tahun usianya hingga 29 tahun, bisa dihitung berapa kali saja ia berjumpa dengan kedua saudara laki-lakinya itu.
Mas Chandra sudah menikah dan mempunyai 2 putra dan 1 putri yang beranjak remaja. Sementara Mas Ricky mempunyai 2 putra. Keduanya adalah pilar perusahaan konstruksi papa dan mama.
Papa dan mama membangun PT. BraDia disaat mereka baru menamatkan kuliah teknik sipil. Perusahaan kecil itu berkembang sangat pesat, menjadi salah satu perusahaan kontraktor skala nasional yang sangat diperhitungkan keberadaannya.
Di tangan Mas Chandra dan Mas Ricky, BraDia bahkan sudah melebarkan sayapnya dalam proyek konstruksi di beberapa negara asia.
Sebenarnya papa menentang keras saat Aerin memilih computer science sebagai pilihan kuliahnya. Papa ingin ia nantinya ikut terlibat di perusahaan keluarga. Tapi Aerin menentang keras keinginan papa saat itu, yang semakin memperjauh hubungan mereka.
***
"Cantik banget..."
Chandra melirik 2 jagoannya yang sedang saling berbisik pelan, tapi kedengaran. Mata keduanya tak lepas dari memandang sosok Aerin yang sedang ada sesi photo.
"Hus...tante itu. Jaga mata!" Keduanya tertawa agak malu-malu.
"Papa..." protes Dion sebel.
"Kenapa?"
Ricky datang menghampiri. Chandra dan kedua putranya tertawa.
"Mereka lagi menikmati cantiknya Tante Aerin." Ricky ikutan tertawa.
"Iya, Tante Aerin emang cantik banget kan? Udah cantik, baik hati plus pintar. Tipe wanita impian, bukan begitu?" Goda Ricky sambil tersenyum jahil.
"Ah, Om Ricky tau aja," protes Raffa, adiknya Dion. Mereka tertawa lagi.
Papa datang mendekat melihat kebahagiaan di wajah mereka.
"Ada apa?"
"Tante Aerin sangat cantik, pa. Bikin keponakan pada meleleh," info Ricky yang membuat Dion dan Raffa agak salah tingkah. Mereka tertawa.
Bramantio menatap Aerin yang sekarang sedang diphoto bersama Clara, putrinya Chandra yang duduk di bangku SMP.
"Iya, tante kalian emang luar biasa."
Aerin jauh lebih cantik dari almarhumah Saras, maminya. Waktu kecil sosoknya biasa saja, ia tidak ingat kapan anak gadisnya mulai berubah secantik itu. Banyak sekali waktu yang berlalu tanpa ia sadari, dan banyak sekali momen penting dalam kehidupan Aerin yang ia lewati.
Chandra memeluk erat bahu papa, mata papa tampak berkaca-kaca menatap Aerin yang tampak sangat bahagia. Pancaran kebahagian di wajahnya semakin membuat dia sangat menarik.
Sebenarnya Chandra dan Ricky pernah berdiskusi panjang tentang Aerin yang jarang sekali bersama mereka. Ada keinginan mereka untuk menjalin hubungan yang lama terputus, tapi lagi-lagi mereka harus menjaga perasaan mama yang saat itu memberi respon begitu dingin saat mereka menyinggung tentang Aerin.
Keduanya tau dengan baik keadaan Aerin yang sangat berkecukupan di Jakarta, karena itu mereka merasa tenang. Mereka memantau keadaan Aerin tanpa Aerin tau. Sekarang semuanya sudah membaik, keduanya sudah bisa menunjukkan rasa sayang mereka secara terang-terangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU DI SINI MENUNGGUMU
Romance"Mas Arya, jangan sedih! Saat aku besar nanti, aku pasti akan lebih cantik dari Mbak Indah. Dan aku akan mencintai Mas Arya sampai aku setua oma." 19 tahun terpisah, Aerin Alessandra masih setia dengan cinta masa kecilnya kepada Arya Ferdinand. Seti...