Mencoba

813 110 5
                                    

Happy Reading

Seluruh rentetan acara telah usai. Para tamu undanganpun sudah mulai kembali ke rumah masing-masing. Dan kedua mempelai dipersilahkan untuk beristirahat dan membersihkan diri.

Namun sebelum itu, Hiashi mengajak Sasuke untuk berbicara empat mata. Oleh karena itu Hinata lebih dulu pergi ke kamar mereka. Dan hal itu tentu disambut lega olehnya.

"Ada apa, ayah?" Jujur, Sasuke mereka jika yang akan dibicarkan sang ayah mertua adalah wanti-wanti dan segala nasihat untuknya dalam memulai hidup baru bersama Hinata. Dan Sasuke akan mendengarkan dengan baik.

Hiashi merogoh Toxedo hitamnya. Mengeluarkan obat-obatan yang Sasuke tidak tau apa itu.

"Berikan ini pada Hinata. Kau harus memantaunya mulai sekarang. Karena mulai saat ini kau adalah orang yang paling bertanggungjawab atasnya."

Sasuke mengernyit setelah menerima obat-obat yang ia tak tau obat apa itu. Dan lagi, kenapa Hinata harus mengkonsumsinya?

"Obat apa ini, ayah?"

"Anti-depresan"

"Maksud ayah?"

Hiashi menghela nafas. Ia fikir Sasuke berhak tau akan hal ini. Mengingat posisinya sekarang ini adalah suami sah dari putrinya.

"Hinata menderita PTSD. Kau pasti tau sendiri apa penyebabnya."

Sasuke menegang. Perasaannya bagai dihantam ombak besar yang memborbardir karang. Fakta baru yang dia terima seolah memberinya pelajaran tanpa ampun.

Raut Hiashi datar sebagaimana biasanya. Namun Sasuke faham betul bagaimana perasaannya.

Sasuke bungkam. Tidak tau harus berkata apa. Ia tertunduk lemas. Kenapa bisa Hinata harus semenderita itu?

"Sudahlah, nak." Hiashi menepuk pundak sebelah kiri Sasuke. "Semua sudah berlalu. Yang terpenting sekarang kau sadar betul akan posisimu dan bertindak dengan diikuti jalan fikiran yang sehat. Kau harus berkaca dari perbuatanmu di masa lalu. Sejarah ada untuk dijadikan pelajaran. Bukan hanya untuk dikenang."

Sasuke menatap sendu sang ayah mertua. Jujur, ia merasa malu luar biasa. Laki-laki dihadapannya ini begitu bijaksana pada penjahat yang telah menyakiti putrinya.

"Aku janji, ayah. Aku akan melakukan yang terbaik demi Hinata. Mungkin itulah cara satu-satunya agar aku bisa menebus dosa-dosaku di masa lalu."

"Dan ingat, Sasuke. Jangan terlalu terburu-buru. Hinata masih perlu penyeseuaian. Terlebih dengan kondisinya sekarang. Kau mengerti?"

Sasuke mengangguk. Dalam hati begitu mengagumi sosok tua di depannya ini. Tegas dan lembut di saat bersamaan. Bijaksana dalam menghadapi masalah. Dan Sasuke berharap, ia bisa bersikap sebaik itu.
.
.
.
.
Hinata memeluk tubuhnya sendiri. Ia bersandar di kepala ranjang dengan pandangan kosong. Ini malam pertamanya yang kedua. Dan ia begitu takut. Terlebih pada orang yang kembali resmi menjadi suaminya.

Juga, kamar ini kedap suara. Bagaimana jika.....

Ahh, rasa was-was selalu mengikuti. Hinata tidak bisa berpikir jernih sekarang. Rasanya mau kabur saja. Toh juga ayahnya akan pulang ke mansion Hyūga.

Traumatic Love [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang