Bagian Dua

2.3K 280 142
                                    

"Kamu ini udah berapa kali Papa bilang, kamu harus menikah dengan perempuan itu."

Kalimat yang paling tidak ingin Kai dengar, meluncur lagi untuk kesekian kalinya dari mulut Pak Fahri.

Telinganya sudah muak mendengar kalimat ini yang hampir diucapkan lebih dari lima kali jika bertemu.

Kai menggeleng, teguh dengan pendiriannya. Kai tidak mau menikahi gadis konglomerat itu. Untuk apa? Toh urusan hutang juga itu masih jadi tanggungan Papanya kan? Kalaupun ia harus membayar, setidaknya ia akan bekerja keras untuk mendapatkan uang dan bisa melunasi semua hutang-hutang keluarganya pada keluarga gadis yang dijodohkan dengannya.

Toh lagipula, ia sudah memiliki kekasih. Untuk apa ia repot-repot menikahi gadis yang bahkan tidak pernah singgah dihatinya barang satu detik saja.

Pusing karena Papanya terus berceloteh mengukuhkan perintahnya, Kai bangkit dan keluar dari rumah tanpa permisi. Telinganya sudah tidak kuat mendengarkan kata-kata Pak Fahri yang terus mengulang perintah untuknya agar cepat menikahi gadis konglomerat itu.

Kai mengendarai mobilnya tidak tentu, ia sendiri juga tidak tau tempat mana yang akan menjadi persinggahannya kali ini.

Di tengah kebingungannya, ponsel Kai berdering memunculkan nama 'Rania' disana. Rania perempuan yang tidak lain tidak bukan adalah kekasihnya.

"Halo."

"Aku mau ketemu kamu sekarang." ucap Rania di sebrang sana.

Kai tersenyum sumringah. Tepat sekali. Kekasihnya itu selalu mengerti bagaimana keadaannya sekarang.

"Oke. Share loc ya. Love you." jawab Kai tanpa pikir panjang.

Panggilan diputuskan secara sepihak oleh Rania tanpa membalas ungkapan cinta Kai tadi.

Laki-laki itu mengernyitkan dahinya, heran. Tidak biasanya Rania memutuskan telefon dengan buru-buru dan tidak membalas ucapan cintanya tadi.

Ah, mungkin dia sedang terburu waktu. Kai berusaha positif dengan pikirannya.

Tapi sepertinya ia salah, gadisnya itu bukan sedang terburu oleh waktu. Rania hanya sedang menikmati makan siangnya bersama dengan pria lain yang duduk tepat disampingnya.

Dengan langkah penuh emosi Kai menghampiri dua orang yang tengah makan bersama itu dan berhenti tepat di samping meja yang ditempati mereka.

"Apa-apaan ini?!" labrak Kai menatap marah pada Rania.

Gadis itu berusaha menenangkan diri kemudian menarik Kai untuk duduk disamping kirinya.

"Ran?! Dia siapa?" tanya Kai dengan tatapan berharap pacarnya akan menjawab bahwa pria yang duduk disebelah kanannya bukan siapa-siapa, hanya saudara. Paling tidak, teman.

Rania tersenyum pada Kai sebelum berganti menatap pria disamping kanannya dan mengangguk. Rania mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkan itu tepat di hadapan Kai.

Sebuah kartu undangan pernikahan.

"Ran?!" Kai tidak percaya dengan dua nama yang tertulis disana.

Rania dan Dean.

Ini tidak mungkin, tidak mungkin Rania tega mengkhianatinya.

"Ini serius?" sekali lagi, harapan bahwa Rania menjawab sesuai dengan keinginannya menguasai hati dan ego Kai.

Rania tersenyum, senyuman serius dengan anggukan yang ikut serta membuktikan bahwa apa yang tertulis dalam kartu undangan itu benar adanya.

"Aku minta maaf sama kamu, karena aku udah selingkuh dibelakang kamu hampir satu tahun. Dan tiba-tiba aku ngasih ini tanpa mengakhiri hubungan kita terlebih dulu. Tapi yang jelas, dengan datangnya undangan ini berarti kita berdua udah bukan siapa-siapa lagi. Anggap aja dua tahun itu ngga pernah terjadi." kata-kata kejam yang menusuk hati Kai dikeluarkan dengan ringan oleh Rania, kekasihnya yang tega menusuk dirinya hampir satu tahun lamanya.

CANDALA  ・ PUBLISHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang