11. bergidik

11.2K 1.5K 222
                                    

Nyeplak bagian II 😆
Caption tante ttp sama, gak nahan liat pentilnya ituuu 😅 di tambah lagi absnya yg kotak2 itu aduh duh duhh mendadak becek, ehhh 😆😆

Dennis POV

Seram, itulah yang selalu aku rasakan apabila berada di dekat kakaknya Apri. Sikap tenangku berhasil mengelabui semua orang yang mungkin beranggapan aku sosok cool.

Padahal tangan ini sampai terasa dingin karena terlalu ketakutan.

Febi berjalan di depanku, perempuan yang umurnya 5 tahun di atasku itu berpenampilan sopan, tidak seperti perempuan kebanyakan yang suka memakai rok pendek dan blouse. Rambutnya yang panjang hanya di kuncir kuda, riasan wajahnya tipis, malah sepertinya Febi terlihat tidak berhias.

Hampir tiga puluh menit kami berkeliling ruangan untuk memperkenalkan aku kepada karyawan yang bekerja di sini.

Dilihat dari bagaimana interaksi antar karyawan dengannya, Febi terlihat di segani oleh rekan sekerjanya.

Kami kembali ke ruangan setelah Febi mengenalkanku ke semua bagian.

"Ehh udah perkenalannya? Kok elu gak ngenalin Dennis di ruangan ini sih Feb?" Tanya perempuan yang tadi pagi menyambut dan memberikanku sandwich tuna padahal aku alergi ikan ketika melihat kami berjalan ke kubikel masing-masing.

"Yang datang-datang terus ngasih sandwich tuna ke Dennis sambil ngenalin diri, siapa ya?" Suara Febi terdengar seperti menyindir.

"Itu pengenalan diri secara pribadi, kalo sekarang kan pengenalan ke semua karyawan" Shanti tersenyum tidak ada hentinya sejak kami kembali memasuki ruangan.

"Dennis, itu Shanti, dia senior marketing kedua setelah saya dan yang lagi senyum-senyum sendiri di sebelahnya itu asistennya Shanti, namanya Arin" Febi mengarahkan dagunya ke arah Shanti dan perempuan yang terlihat sedang fokus menatapi handphone di tangannya, tampak tidak acuh dengan keadaan sekitar.

"Sini dong Dennis, salaman lagi" Tangan Shanti mengulur dengan pandangan mata yang terlihat, genit?

Aku berjalan menunduk menghampirinya dengan helaan nafas yang tidak terlalu kentara.

Kalau di pikir-pikir aku lelaki sendiri di ruangan ini.

Terperangkap bersama perempuan menyeramkan, perempuan genit dan perempuan acuh, entah berapa lama aku bertahan bekerja di sini.

Semoga saja secepatnya aku mendapatkan pekerjaan lain.

Shanti menggenggam tanganku erat ketika telapak tangan kami bertemu.

"Febi orangnya tegas, kamu harus hati-hati selama jadi asistennya, coba kalo jadi asisten saya, kamu bisa santai gak te..."

"Ngomong apa lu Shan?" Febi memotong perkataan Shanti yang berbisik padaku.

"Ngomong apa? Ohh, barusan gue bilang ke dia, tiap hari gue akan makan indom*e biar jadi seleranya Dennis, hihihi..." Shanti terkikik sambil meremas tanganku.

"Tau kan Dennis slogannya indom*e? Itu loh yang indom*eee selerakuuu..."

Aku meringis karena tangan Shanti yang bebas menepuk dadaku berkali-kali, tanpa berpikir panjang aku menarik tanganku yang masih di dalam genggamannya. Tangannya malah menggengam tanganku lebih erat.

Menakutkan.

"Shan!!" Terdengar suara lantang Febi di belakangku, tidak butuh waktu lama genggaman tangan Shanti mengendur.

Aku mengambil kesempatan ini dengan menarik tanganku kembali dan akhirnya terlepas.

"Apaan sih Feb? Gak boleh banget liat orang senang" Shanti menggerutu lalu duduk di kursinya.

My Assistant Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang