Rintik hujan perlahan membasahi tanah yang kering. Sudah lama sekali tidak hujan dalam beberapa bulan terakhir. Suara langkah kaki terdengar beriringan bersamaan dengan air yang mencuat kesana-kemari.
"Gila lu ya, bisa-bisanya ngajak kita ke tempat yang gak jelas. Dari tadi kita cuman jalan mulu, capek tahu! Mana hujan lagi," omel Raisa sembari membenarkan ranselnya.
"Udahlah, kita gak ada pilihan lain selain lanjut. Lu mau balik lagi?" sahut Andi.
"Ihh... mending balik aja. Mending cari aman. Lu gak inget apa kata pak Slamet," ucap Raisa ketus.
Raisa berbalik arah. Menuruni tanah miring yang licin karena hujan. Ia bahkan tak sekalipun berbalik sekedar untuk melihat teman-temannya.
"Gila tuh anak! Dia gak tahu aja kalo disana..." sahut Rizal lalu disela oleh Gishelle.
"Udah ih jangan ngomongin gituan lagi," ucap Gishelle kesal.
Mereka berlima melanjutkan perjalanan mereka, menerjang derasnya hujan sore ini.
"Dari sini ke lokasi kira-kira masih sepuluh kilometer," kata Andi sembari mengusap peluh di keningnya.
Sementara yang lain masih sibuk dengan hal mereka masing-masing. Ada yang selfie, ada yang sibuk dengan handphone-nya dan ada juga yang sengaja mengamati sekitar.
Gadis itu menatap ngeri sebuah kain menggantung di sebuah dahan pohon besar tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia tak begitu melihat dengan jelas apa itu hanya sebuah kain atau seperti yang ada dalam pikirannya saat ini. Yang jelas diatas kain itu menjuntai kain hitam yang ia rasa adalah rambut.
"Gis..Gis.. itu apaan ya?" Gadis itu menepuk-nepuk bahu temannya.
Seketika Gishelle melongo. Buru-buru ia menenangkan dirinya. "Alah itu mah cuman kain," jawab Gishelle.
Temannya itu tampak lega. Andi menyuruh semua untuk bersiap melanjutkan perjalanan mereka. Sembari berjalan Gishelle terus memandang kain itu masih sama di tempat tadi, kemudian ia mengalihkan pandangannya.
"Maybe itu cuma kain." batin Gishelle.
Gadis itu ternyata memperhatikan Gishelle sedari tadi, juga mengikuti kemana arah pandangan Gishelle. Baru beberapa menit ia memandang Gishelle yang sudah acuh dengan kain tadi, begitu ia melihatnya kembali, kain itu sudah tidak ada.
"Jangan... jangan..."
Angin dingin tiba-tiba berhembus pelan. Membelai setiap tengkuk mereka.
"Woy, kok gue ngerasa gak enak ya!" ucap Rizal.
"Eh lu tuh ya," sahut Mira yang sedari tadi diam.
"Eh udah...udah... jangan pada ribut. Ini hutan bukan gedung DPR. Ribut mulu kaya mo demo," ucap Andi menengahi.
Hari semakin gelap. Hujan pun berganti menjadi gerimis. Mereka memutuskan untuk mendirikan tenda.
"Ayo guys, cepat cepat. Jam enam kita harus di dalem tenda!" perintah Andi.
"Iya..iya. ini juga udah cepet kali." Sahut Mira. Beberapa kali ia menghentakkan kakinya.
"Bukannya dibantuin malah ngomong mulu." Gishelle menyahut.
Gadis itu tersenyum tipis melihat tingkah temannya. Namanya Natasha. "Udah ih. Nanti keburu malem." sahutnya.
"Kita gak makan dulu nih?" tanya Gishelle.
"Yaudah, gue sama Rizal ngumpulin kayu. Lu sama Mira siap-siap. Biar Nata beresin dalem tenda," ucap Andi.
"Kayunya kan basah." Ucap Rizal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bed Time Stories
Short StoryFollow dulu ya Sekumpulan cerpen dalam berbagai genre. Baca aja dulu! Siapa tahu ketagihan