Twelve

2.2K 113 19
                                    

Warning!
Typo Everywhere!

❄❄❄❄❄❄❄

Gadis itu menangis sembari menggigit bibir bawahnya yang sudah terluka guna menahan isakan. Ia kini tak peduli lagi dengan darah yang makin banyak mengalir dari bibirnya, hatinya terlalu sakit untuk sekedar memikirkan sebuah luka kecil. Hingga sepasang sepatu hitam mengilap yang terlihat tanpa setitik nodapun berhenti di depannya. Spontan tangisan itu berhenti, lalu si gadis mendongak dan mendapati sebuah tangan yang mengulurkan kotak putih P3K di depannya.

Matanya sontak membulat melihat orang yang menjulurkan kotak tersebut. Baru saja bibirnya terbuka ingin mengucapkan suatu nama, tindakan laki-laki tersebut selanjutnya membuatnya tercekat.

"Kau terluka. Harus diobati agar tidak infeksi."

Ujar lelaki tersebut kalem sembari melangkah menaiki tangga dengan Hwayoung yang digendongnya ala bridal style. Hwayoung yang masih berada dalam keterkejutannya tak dapat berkata sepatah katapun dan reflek mengalungkan kedua tangannya pada leher sang penggendong.

Hwayoung masih mematung bahkan disaat lelaki itu mendudukkannya diatas sebuah ranjang luas dan mulai membersihkan lukanya. Hwayoung meringis, merasa pedih saat alkohol bersentuhan dengan lukanya. Gerakan laki-laki itu terhenti sejenak sebelum ia menghela nafas.

"Maaf. Akan ku bersihkan lebih pelan lagi."

Seiring dengan bekerjanya kembali tangan lelaki itu, keheningan menyelimuti sepasang manusia dalam ruangan benuansa rock yang kental tersebut. Bahkan jika ada jarum jatuh sepertinya akan terdengar dalam ruangan itu.

Beberapa menit berlalu, hingga saat Hwayoung sadar lelaki tersebut telah selesai mengobatinya dan mengemasi alat-alat yang digunakan untuk mengobati Hwayoung kembali pada kotak putih berlambang tanda tambah merah di tengahnya.

Jantung Hwayoung berdetak cepat kala pandangan laki-laki itu jatuh padanya. Mata tajamnya menatap intens kearahnya tanpa berkedip sekalipun, seakan ingin membakar gadis itu lewat tatapan mata. Lelaki tersebut memajukan tubuhnya mendekati Hwayoung. Wajah mereka makin dekat hingga tanpa sadar, Hwayoung memundurkan serta menundukkan kepalanya saat hidung mereka bersentuhan.

Bukannya marah, lelaki tersebut menarik dagu Hwayoung perlahan dan mebubuhinya dengan ciuman lembut nan ringan. Hampir seringan kapas dan selembut bulu.

"Tidurlah."
Adalah kata yang terucap kala lelaki itu melepas ciumannya dan mendorong pelan tubuh Hwayoung agar menjadi terlentang.

"Tidak ada penolakan."
Tambahnya tegas disaat gadis di depannya terlihat ingin membantah. Sejurus kemudian, ia berbalik dan melangkah mendekati ruangan lain dalam kamar tersebut.

"Raenwoo Oppa."
Sebuah panggilan menghentikan tangannya yang hendak memutar gagang pintu ruangan di depannya. Laki-laki itupun menoleh ke asal suara.

"Gomawo."
Ujar Hwayoung tulus dengan senyuman manis. Lelaki penolongnya itu hanya menatapnya sebentar sebelum memasuki ruangan di depannya tanpa sepatah katapun. Diikuti bunyi rintikan air yang berasal dari shower serta Hwayoung yang mulai terlelap dibalik selimut tebal berwarna hitam.

>>>>>>>

Suasana sarapan pagi hari ini hening. Semenjak kejadian itu, sarapan pagi memang menjadi sehening pemakaman. Namun bedanya pagi ini suasana tak begitu mencengkam serta kakak tertuanya, Ryeowoo sedang tidak ada di rumah karena ada urusan bisnis di Spanyol.

Sebenarnya terlalu pagi untuk disebut sarapan karena ini masih pukul enam lebih sepuluh menit di pagi hari. Hwayoung sejujurnya masih mengantuk, tetapi ia memaksakan matanya untuk terbuka sambil memakan rotinya selai coklatnya.

My Possessive Step-BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang