Tiba di Apartemen miliknya, Naruto masuk ke dalam kamar dan segera membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk. Ia menjambak surai pirangnya gemas, geram dan kesal bercampur menjadi satu. Betapa lelahnya pria itu yang harus berhadapan dengan ibu setiap harinya karena masalah yang sama.
"Aku bisa gila kalau begini." Dia memandang langit kamar, sembari meraba-raba kasur dimana dia sempat menyampakkan ponselnya. "Ibu... maafkan aku."
Menghubungi seseorang, mendapatkan panggilan dari seberang ponsel. "Kau berada dimana sekarang?" setelah mendengar jawaban dari seberang ponsel, ia pun langsung duduk ."Aku membutuhkan bantuanmu."
Selesai menghubungi seseorang, Naruto menatap layar ponselnya dengan wajah datar. "Kali ini... orang seperti apa?"
◊◊◊◊
Naruto mengalihkan pandangannya dari pintu apartemen ketika mendengar suara 'bip' di sana. Dia tidak akan memberikan sandi apartemen sembarangan pada orang lain. Namun, tidak untuk Kiba Inuzuka. Laki-laki itu merupakan teman dekatnya ketika berada di Seoul dan tidak menyangka bahwa pria itu merupakan orang Jepang sekaligus.
Kiba pergi ke Seoul untuk melanjutkan pendidikan di bidang IT, dia ahli dalam berbagai meretas sandi apapun. Baginya, tidak masalah jika Naruto tidak memberitahu sandi apartemen sebab, sangat mudah baginya untuk mengetahui digit-digit angka itu dengan usahanya sendiri. Oh ̶ ̶ ̶ pria itu akan sangat senang jika melakukan itu sekarang.
"Ambil ini." Ia melempar map cokelat ke arah Naruto. "Aku benar-benar terkejut saat kau beritahu kalau dia merupakan anak dari Mr. Park, perusahaanya tidak main-main. Putrinya banyak digilai oleh orang-orang ya... termasuk orang klub." Kiba mengamati temannya yang sibuk membaca dokumen yang dia bawa.
"Mengetahui dia yang sering ke klub malam, mudah bagiku untuk mencari informasi. Kau beruntung kali ini, tidak perlu menunggu satu harian." Pria itu merasa senang dan sekaligus bangga pada dirinya sendiri.
Selama ibu membawa beberapa perempuan di hadapannya, Naruto sering meminta tolong pada Kiba untuk memastikan apakah informasi itu benar atau tidak. Dia merasa bahwa informasi itu kurang dari apa yang didapat dari ibu. Kiba tidak keberatan melakukan itu dan akan sangat senang membantunya, bahkan informasi yang didapat dari temannya sendiri, membuatnya selalu merasa puas.
"Ini foto yang barusan aku dapat di klub, kebetulan bukan?" ia menyerahkan beberapa foto yang terpisah dari map cokelat. "Terjadi sesuatu?" pria itu merasa bingung dengan ekspresi Naruto yang tersenyum meremehkan.
"Kami baru bertemu di rumah, dan kau mendapatkan ini barusan dari klub?" Si pirang tertawa, merasa tidak habis pikir dengan apa yang dia dengar.
"Luar biasa!" Kiba terkekeh kecil di sana, "Seharusnya kau memberitahu ibumu tentang ini, tidak baik terus-terusan disembunyikan. Aku akui mereka dari golongan orang kaya, you know what dude? Money... everything is money."
Naruto hanya diam, memandang datar dan tidak merespon. Sementara Kiba sudah berada di dapur, membuka kulkas untuk mencari makanan yang bisa dimakan. "Apa kau tidak punya jajanan kecil di kulkas?" ia agak kesal lantaran kulkas itu hanya dipenuhi dengan minuman berbagai macam alkohol
"Kenapa di dalam sini hanya berisi alkohol?" masih menggerutu dengan kesal, namun pada akhirnya ia mengambil dua botol di sana. Membawanya ke depan untuk diletakkan di atas meja, mencoba menawari Naruto namun pria itu menolak. "Ibumu hanya khawatir, di usiamu sekarang memang lebih baik menikah."
Kiba menatap ke depan, menangkap ekspresi Naruto yang seakan tertuju ke padanya. Pria itu memutar bola matanya bosan, "Dengar! Jangan samakan aku dengan dirimu, ada hal yang lebih penting yang ingin aku lakukan." Ia memperjelas, seakan mengerti maksud temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLCYON :The Place of Peacful [BELUM REVISI]
FanfictionPertemuan tidak sengaja dengan gadis di rumah sakit, membawa perubahan besar Uzumaki Naruto. Di sana, Hinata Hyuuga mencoba bunuh diri dan pria itu berhasil menyelamatkannya. Terlahir sebagai anak perempuan, membuat Hinata Hyuuga tidak diharapkan ke...