Tuan,
Malam-malam kita masih menyenangkan dan hangat setelah bertahun-tahun. Berbeda jauh dengan terik kita, saat tanggung jawab sudah menyita pikiran dan badan. Seolah, dua kutub sedang dipertemukan oleh ruang.
Dingin.Tuan.
Diwaktu sekarang, aku merasa tidak menemukan lagi kita yang dulu.Waktukah yang berubah ?
Kita kah yang sudah tidak sama lagi ?
Atau aku yang terlalu berlebihan dalam merasa ?Perempuan sepertiku selalu terlalu peka dalam merasa. Mereka ahlinya dalam menerjemahkan keadaan. Mereka jagonya menarik kesimpulan dari satu sisi. Tapi mereka lemah dalam bergulat dengan salah paham. Itulah mengapa mereka mudah marah.
Aku rindu diperlakukan selayaknya perempuan, tuan. Aku iri dengan perempuan lain yang mendapat perlakukan khusus dari laki-lakinya. Aku ingin mendapat kasih sayangmu, semua sikap manismu disegala keadaan kita.
Aku merindukannya.
Aku merindukan perlakuan manismu juga kala matahari sedang panas-panasnya menyinari bumi. Bukan hanya saat malam sudah datang saja. Bukan saat itu.Aku ingin bertemu lagi dengan laki-laki yang sangat peduli padaku beberapa tahun lalu.
Ia yang berhasil meluluhkan keacuhanku dan menggantinya dengan kepedulian. Sudah lama aku tidak menemui diriku terseyum-senyum didepan cermin seorang diri.Tuan,
Tetap jadilah hangat kapanpun, dimanapun.Kasihi perempuanmu,
Sayangi mereka,
Hargai mereka,
Hormati mereka,
Lindungi mereka.Mereka jarang bisa mengutarakan.
Karena sekali mereka mengeluh, engkau akan melabeli mereka dengan perempuan penuntut. Sekali mereka menuntut, engkau akan mengaggap mereka dengan perempuan merepotkan.Tuan,
Perempuan senantiasa luluh dengan hal-hal manis. Walaupun sederhana sekalipun, tidak masalah. Tidak melulu harus muluk-muluk.Dipeluk dari belakang secara tiba-tiba, selalu berhasil membuat jantung perempuan terpompa lebih kencang. Apalagi dikejutkan dan diikuti tangan jahilmu yang dengan cepatnya melingkar ke pinggangku, sudah tentu aku akan melototimu. Bukan tidak suka. Tapi karena kaget. Perempuan pada umumnya senang bukan main saat dikejutkan seperti itu. Lihat saja, mereka tidak akan berhenti tertawa seharian.
Aku akan senang hati jika engkau mau mengacak-acak rambut yang telah aku sisir rapi. Mengkipun ujung-ujungnya membuatku cemberut dan mengharuskanku menyisirnya ulang. Tidak masalah.
Bisa juga engkau iseng melepas tali kuncir ikat kudaku saat sedang kegerahan. Dengan begitu, mau tidak mau aku harus menguncirnya ulang sebelum melemparkan bantal persis ke mukamu. Tidak apa.
Sepertinya asyik jika engkau membiarkanku bergelayut dijari-jarimu saat kita diluar rumah. Kita berjalan seiringan dan saling bertautan. Menghitung langkah bersama-sama seperti anak tk belajar angka.
Tapi sayang, engkau tidak membiarkanku melakukannya lagi. Lebih seringnya engkau meregangkan jemarimu saat aku mengaitkannya. Andaikan saja genggaman tangan tidak hanya engkau julurkan sewaktu melihat mata dan hidungku memerah. Aku tidak akan merasa, engkau tidak takut kehilanganku tiba-tiba. Asal kau tahu saja, kakimu panjang dan langkahmu lebar. Tidak tahukah aku kesusahan mengimbangi ritme jalanmu ? Beberapa kali aku lelah berjalan cepat.
Atau,
Engkau juga bisa menarikku ke dalam rengkuhan. Menenggelamkan kepalaku ke bahumu, dan mengizinkan air mataku membasahi kaos oblongmu. Maka, aku tidak perlu menunduk malu menyembunyikan riasanku yang berantakan dihadapan mata lain. Mereka pikir aku adalah perempuan yang tidak becus merawat diri dihadapan lelakinya.
Salah lagi, kan.Kecupan diatas kening, katanya bisa memberikan ketenangan pada perempuan. Katanya sih, ia adalah ciuman tanpa nafsu dan tidak pernah menyiratkan maksud lain. Dulu, beberapa kali engkau masih berkenan memberikannya kepadaku. Dulu, sebelum tergantikan oleh ciuman bibir yang lebih menggoda dan menggairahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan & perempuannya
Non-Fiction"Tuan, Berada dalam hubungan yang lama tidak menjamin hubungan yang baik. Setelah apa yang kita lakukan dimalam-malam kemarin, Engkau melihatku sebagai siapa sekarang ? Selayaknya perempuan utuh atau sekedar pelepas dahaga saja ?" ----- Cerita ini...