Tiga Puluh Satu

36.5K 2.6K 470
                                    

"Bagaimana kabarnya, Mbak?" tanya Caca pada seseorang di seberang sana. Dia tersenyum lebar melihat wanita gendut yang menjadi mantan rekan kerja kesayangannya itu tampak kesulitan bergerak.

Bukan karena Kaza bertambah berisi, tapi kini wanita itu tengah hamil.

Dua tahun tak pernah bertemu dan kembali ke Indonesia banyak perubahan yang terjadi di sana. Caca merindukan mereka semua, tapi dia juga harus tetap fokus menyelesaikan kuliahnya.

"Mbak baik, kamu gimana. Tahun baru ini jadi pulang?"

Caca mengangguk, dia menyampirkan rambut ke belakang telinga. "Udah berapa bulan sih, Mbak. Gede banget." Dia menyengir melihat Kaza cemberut.

"Udah bulannya ini. Makanya cepat pulang ke sini. Mana tahu begitu mendengar suara berisik kamu dia langsung lahir."

Caca tertawa sampai air matanya keluar. "Mbak ada-ada aja, sih. Suara aku gak seberisik itu lagi," katanya membela diri.

Di Seberang sana Kaza ikut terkekeh sembari mengelus perut. Membuat Caca tak sabar ingin ikut menyentuh juga.

"Mbak," panggil Caca setelah tawanya benar-benar mereda. Dia menyengir saat Kaza memberi perhatian lebih padanya. "Emhh Pak Rion udah ada kabarnya belum?"

Seminggu setelah dia tiba di Paris, Caca masih sibuk menghubungi Rion. Mengirim berbagai pesan yang tentu saja tak ada yang di balas. Karena penasaran Caca menghubungi Kaza, berita buruk langsung dia terima saat itu juga. Ternyata lelaki itu juga pergi.  Pergi tanpa meninggalkan jejak.

Caca sudah pernah memohon, meminta dengan sangat pada Kaza agar diberi tahu ke mana Rion pergi. Tetapi Kaza menggeleng, wanita itu benar-benar tak diberi tahu di mana Rion pergi.

Patah hati tentu saja Caca rasakan. Apalagi sebulan setelah itu Rion juga memblokir nomornya. Dia sempat tak semangat menjalani kuliah. Tak fokus jika diajak berbicara. Namun berkat kemarahan Dan, dia kembali mencoba memungut keping-keping semangatnya yang berceceran akibat menghilangnya Rion.

"Kamu gak berniat melupakan Rion saja, Ca?"

Caca kembali menatap layar laptopnya saat Kaza menghela. Dia meremas kedua tangan. Tahu diri wanita itu pasti sudah bosan mendengar pertanyaannya sejak dua tahun lalu.  Tetapi mau bagaimana lagi, tidak ada tempat untuknya bertanya selain Kaza.

Menggigit bibir, Caca memaksakan senyum. "Belum ada berarti ya, Mbak," katanya tanpa mau menjawab pertanyaan Kaza.

"Kamu bilang ada beberapa lelaki yang mengajakmu berkencan, kenapa tidak mencoba menjalani hubungan dengan salah satu dari mereka saja?"

Caca menggeleng. "Mereka tidak menyenangkan," katanya pelan.

Ada beberapa lelaki tampan, baik dan cukup sopan saat mendekatinya. Tetapi mereka semua tidak bisa  mengambil hati dan perhatiannya. Hatinya masih sepenuhnya di miliki Rion. Hanya nama dan wajah lelaki itu yang tiap hari membayangi Caca. Mana bisa dia berkencan dengan lelaki lain saat seperti itu.

"Kamu belum mencoba, Ca. Kenapa sudah berani bilang tidak menyenangkan."

Caca  tersenyum tanpa menjawab.

"Coba sesekali saat ada yang mengajakmu berkencan kamu terima saja. Nikmati perlakuan manis mereka. Mana tahu dengan begitu kamu bisa melupakan Rion yang tak tahu rimbanya ada di mana."

Caca mengangkat bahu, dia enggan menjawab. Toh Kaza tahu apa yang ada dalam pikirannya.

"Keras kepala sekali."

Terkekeh, Caca mengalihkan obrolan, Lalu mengucapkan pamit lima menit kemudian. "Nanti kita sambung lagi ya, Mbak," katanya sebelum benar-benar mematikan sambungan.

Caca menghela. "Pak Rion,"  ucapnya sedih. Dia mengambil ponsel, menatap lama benda tersebut lalu memilih memasukkan ke dalam tas sebelum keluar dari apartemen. 

                       ********

Pukul sepuluh pagi, Caca tiba di bandara. Hari ini dia akan kembali ke Indonesia untuk pertama kalinya. Dia tak sabar untuk segera tiba di sana. Dia ingin bertemu keluarga, ya meski bisa di bilang keluarganya sering mengunjunginya di sini tetap saja sia merindukan mereka. Dia juga merindukan Kaza, ingin melihat wanita itu lagi. Caca masih penasaran siapa suami Kaza, wanita satu itu tak pernah memberi tahunya siapa lelaki yang berhasil membuatnya menikah.

Dulu yang dia tahu Kaza sedang menjalin hubungan rahasia dengan Yuga, tapi sebelum dia berangkat ke luar negeri, dia juga mendapati kabar jika Yuga telah keluar.

Dia pernah menebak jika Yuga yang menjadi suami Kaza, tapi wanita itu hanya tertawa. Kaza hanya bilang jika dia mengenal dekat siapa suami wanita itu, membuatnya semakin penasaran dan tak sabar ingin bertemu.

Jujur saja terkadang ada ketakutan dalam dirinya, dia takut jika Rion lah suami Kaza. Mereka mengenal sudah sangat lama, sudah saling memahami satu sama lain. Tidak sulit menumbuhkan benih cinta di antara keduanya. Apalagi Kaza selalu menyuruhnya melupakan Rion. 

"Hapus bayangan mengerikan itu," kata Caca mencoba optimis. Dia bangkit dan mematung melihat pemandangan di depan sana.

Mengerjapkan mata, Caca melangkah tergesa. Dia yakin tak salah lihat. Itu Rion, lelaki itu ada di sini, di kota yang sama dengannya. Senyum lebar terbit di bibirnya. "Pak Rion," panggil Caca. Namun lelaki yang dia panggil tak juga menoleh, kini lelaki itu malah berjalan menjauh.

Tidak ingin kehilangan lagi, Caca mempercepat langkah. Dia tersenyum lebar saat sudah berdiri begitu dekat dengan Rion. Lelaki itu semakin tampan dengan baju hangatnya. Rahangnya semakin kokoh, Caca jadi ingin menyentuhnya, mengelus dan memberi kecupan beberapa kali.

Dengan debar di dada yang semakin berisik, Caca kembali mendekat. "Pak Rion," panggilnya dengan nada bahagia. Dia melambaikan tangan saat Rion menoleh. Caca tersenyum kian lebar saat lelaki itu tampak terkejut melihatnya.

"Apa kabar, Pak Rion." Melangkah mendekat, Caca mematung saat menyadari Rion tidak sendiri. Di sebelah lelaki itu ada seorang wanita hamil.

Menelan ludah, Caca menghentikan langkah. Jaraknya dan Rion tinggal beberapa langkah lagi, tapi dia tak mampu mendekat. Kini yang dia lakukan hanya menatap lelaki pujaannya dengan tatapan kosong.

Lelaki itu terlihat sekali sedang melindungi wanitanya dari keramaian bandara.

Menggigit bibir, Caca merasa matanya memanas. Jadi setelah dia pergi Rion akhirnya menikah? Menemukan wanita yang dicintai dan hidup bersama. Pantas saja lelaki itu memblokirnya nomornya.

Merasa gumpalan air mata, Caca terkekeh. Ini seperti karma. Dia yang menyumpahi Rion, tapi kenapa posisinya bisa terbalik seperti ini. 

Mundur dengan perlahan, Caca berbalik. Dia tak kuasa menatap pancaran bahagia Rion. Hatinya belum rela.

Menarik kopernya dengan sembarangan, Caca terjatuh karena kecerobohan. Saat beberapa orang mendekat air matanya jatuh menuruni pipi. Dia terisak menyedihkan.

 


Gimana judul barunya?  Keren, gak?

Wkwkw

Apa aku ganti jadi gini aja "Adore you, Boss!"

Adore You (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang