Empat Puluh

46.6K 2.7K 215
                                    

Bantu tandai typo ya 😘😘😉

Kencannya berakhir berantakan, Caca menyadari hal itu. Bahkan mereka kembali lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Mungkin dia membosankan, hingga membuat teman kencannya itu ingin cepat-cepat membebaskan diri.

Anehnya tidak ada rasa kecewa yang hinggap di hatinya. Caca malah senang karena bisa kembali ke Apartemen lebih cepat. Dia ingin mengistirahatkan pikiran dan hatinya yang sejak tadi gelisah.

Namun kegelisahannya semakin menjadi saat keluar dari lift dan melangkah mendekati pintu Apartemen. Kini Caca sudah sampai di depan pintu, tapi untuk membuka bahkan dia membutuhkan lebih banyak keberanian.

Pagi tadi sebelum  berangkat berkencan, terjadi sedikit cekcok dengan lelaki yang menumpang di Apartemennya. Rion melarangnya pergi, tapi dengan keras kepala dia tetap keluar dari pintu. Tidak peduli pada panggilan dan teriakan Rion yang menyuruhnya kembali.

Sekarang dia bertanya-tanya sendiri, ingin tahu apa Rion masih berada di apartemennya? Atau malah lelaki itu sudah pergi karena marah padanya.

Caca menghela, kenapa memikirkan hal itu malah membuatnya sedih. Apa dia telah melakukan sesuatu yang salah dengan menolak Rion.

Sepertinya begitu, bahkan dia menyadari telah melakukan kesalahan. Tetapi demi Dan, dia terpaksa melakukan hal ini. Menghela, Caca mengeluarkan ponsel saat mendengar dering khusus yang ia buat untuk saudara lelakinya itu.

Caca menatap layar ponselnya dengan malas. Sejujurnya dia enggan menjawab, tahu Dan hanya akan bertanya bagaimana perkembangan kencannya. Lelaki itu meski menyuruhnya berkencan, tapi tetap mengawasi dari jauh.

"Halo," kata Caca pada akhirnya. Meski ingin dia belum sampai hati mengabaikan panggilan Dan dengan sengaja.

"Bagaimana kencanmu?"

"Berantakan, aku sudah kembali ke apartemen," kata Caca memilih jujur, dia bersandar di sisi pintu apartemen. Mengerutkan kening saat tak ada tanggapan apa pun dari seberang. "Mas."

"Iya. Tidak apa hari ini berantakan, mungkin lain kali kamu akan berhasil."

Caca meringis, dia tak yakin akan berhasil, apalagi kini bayangan Rion dan kata suka lelaki itu selalu membayangi tiap langkahnya. Tetapi demi Dan dia akan mencoba.

"Apa kamu baik-baik saja?"

"Aku selalu baik, Mas. Bahkan sekarang semakin membaik." Lagi-lagi dia harus berbohong. Sejak semalam hidupnya kacau, terbagi antara Dan serta Rion. Ia ingin memilih Rion tapi takut melukai Dan, sedang jika ia memilih Dan, dia tahu hatinya yang akan terluka.

Ini sungguh membingungkan. Apa yang dia harapkan sejak tiga tahu lalu ada di depan mata, tapi apa daya janji  sudah dia ucapkan jauh hari.

"Kamu yakin. Jika ada masalah kamu bisa cerita dengan Mas."

Caca mengangguk meski Dan tidak akan bisa melihatnya. "Aku yakin, Mas. Sekarang aku tutup dulu, ya." Dia langsung mematikan sambungan setelah Dan menyetujui. Menghela, Caca terdiam. "Aku sangat kacau, Mas. Aku ingin Pak Rion, tapi aku sadar jika memilihnya Mas akan kecewa," kata Caca pelan. Dia membenturkan pelan kepala ke pintu dengan frustrasi.

"Jadi semua drama ini karena Dan?"

Tersentak, Caca berbalik. Dia melotot melihat Rion berada sangat dekat dengannya. Caca menahan dada Rion saat lelaki itu kembali bergerak, semakin mendekatkan posisi mereka. "Mundur," kata Caca mendorong Rion menjauh. Tidak berhasil, karena lelaki itu malah menarik tangannya hingga ia jatuh dalam pelukan Rion.

"Kamu menolakku karena takut pada Dan, kan?" Caca menggeleng, dia memekik saat Rion mendorongnya ke pintu dan mengimpitnya di sana. "Ya. Kamu menolakku karena Dan."

Adore You (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang