12. tukang bohong

620 117 9
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jelas-jelas aku liat kamu selalu belain Rendra dibandingkan Langga, Vi." tembak Gendis pada temannya itu sesuai kelas mata kuliah Filsafat siang hari itu.

Vivi yang sedang membereskan beberapa barang bawaannya kemudian langsung menatap Gendis tak enak. "Kamu ngomong apa sih daritadi, ndis?" katanya.

Gendis yang geram langsung ditarik pergi oleh Langga yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Vivi yang melihat itu langsung kembali menyibukkan dirinya dengan barang bawaannya.

Setelah selesai ia pun langsung pergi keluar kelas meninggalkan Langga dan Gendis yang melihatnya tak nyaman.

Gadis itu berjalan saja mengikuti kemana langkah kakinya membawa. Dadanya sesak sekali, dia ingin menangis sejadi-jadinya karena merasa sakit. Ia sudah jadi pusat perhatian para mahasiswa yang berlalu-lalang di lorong fakultas sejak tadi. Map bening yang ia bawa sekarang digunakan untuk menutupi wajahnya yang menunduk.

"Sial," katanya pelan sambil terus berusaha menahan tangisnya. "Berhenti."

"Jangan bohongi dirimu sendiri, sialan." gumamnya sambil mempercepat laju kakinya pergi ntah kemana.

---

Vivi baru saja menyelesaikan beberapa kendala dalam divisinya mengingat beberapa hari lagi acara akan dilaksanakan. Sejak hari di mana ia bertengkar hebat dengan Rendra yang melibatkan Langga dan Gendis, perempuan itu jadi jarang bertemu dengan kakak tingkat sekaligus mantan kekasihnya itu.

Ntah kenapa ia mendengar desas-desus beberapa orang yang didengar kalau-kalau pria itu sering bermain dengan kekasihnya yang baru sekarang.

Bukannya lega malah sesak yang datang. Vivi sendiri tidak tau kenapa perasaannya sangat tidak jujur seperti yang dikatakan Gendis padanya. Dia sendiri ingin rasanya berteriak, kemudian memaki Rendra tepat di wajahnya.

Brengsek sekali dia sudah datang lalu pergi sesuka hati. Memangnya dia ini apa, pikirnya.

Seseorang menepuk pundaknya pelan, "Mbak Vivi!" panggilnya.

Itu Aksa adik tingkat sekaligus satu teman divisinya. Di tangannya sedang membawa sesuatu seperti kertas yang Vivi yakin itu adalah tugas yang diberikan padanya untuk dilaporkan pada pertemuan berikutnya.

"Iya, dek?" katanya.

Aksa memberikan beberapa kertas itu pada Vivi, "Ini mbak disuruh sama mas Firman katanya buat pertemuan terakhir besok sebelum acara,"

"katanya disuruh presentasi besok sama mas Rendra juga."

Mendengar nama itu lantas dengan tak sadar Vivi menghela napasnya panjang. Aksa yang mendengar itu langsung menatapnya khawatir. "Loh, kenapa mbak?"

P A N G G U N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang