Bab Satu

8.7K 502 71
                                    

"Aku hamil ... " Dara Ananda menatap lawan bicaranya dengan sendu, sambil menunjukkan dua garis biru yang ada di tangannya. Ingin rasanya dia menangis karena telah melakukan dosa besar di usia yang baru berusia tujuh belas tahun.

Mikael Leonardo membuang napas kasar, lalu terkekeh pelan. "Are you kidding me?" tanyanya remeh, seakan-akan apa yang diucapkan oleh kekasihnya itu hanya lelucon yang tak berarti.

"Le, kita ... "

Belum sempat Dara melanjutkan ucapannya, Leon langsung mengambil alih. "Malam itu aku enggak masukin ke dalam, aku main aman, Dara. Jadi nggak mungkin. Atau ... " Pandangan Leon menelisik. "Atau itu bukan anak aku? Kamu main sama siapa lagi, Dara?"

Tamparan mendarat keras di pipi kanan laki-laki itu. "Gila, Le. Aku nggak pernah lakuin ke yang lain, hanya kamu."

"Mungkin aja."

"Mungkin kamu enggak sadar, ada sperma yang nembus rahim aku, Leon!"

Leon menatap Dara intens, lalu berbisik. "Terus apa mau kamu?"

"Married."

"Dar, kita berbeda, dari segi kepercayaan aja udah beda, gimana mau nyatu? Aku ke gereja, sedangkan kamu ke masjid. Kecuali, kalau kamu mau ikuti keyakinan aku."

Dara menggeleng kuat. "Enggak mungkin aku meninggalkan kepercayaan aku, Leon."

"So?"

Dara sudah kehilangan arah, ini adalah kesalahan terbesar yang dia lakukan selama tujuh belas tahun ini, kalau saja malam itu Dara bisa menolak ajakan Leon, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Mulut manis Leon ternyata hanya sampah yang tidak berarti. Dara akui ini adalah kesalahannya, baru enam bulan pacaran sudah berani memberikan kehormatan kepada Leon.

"Kamu harus tanggung jawab, Le. Tapi aku nggak bisa pindah keyakinan."

Leon mengendikkan bahunya. "Kalau gitu gugurin aja," ujar Leon tanpa merasa bersalah.

"Brengsek kamu, Leonardo!"

"Iya. Sudah tahu aku brengsek, kenapa kamu mau sama aku?" ujarnya diakhiri tawa yang meremehkan. "Udah selesai, kan? Aku pulang dulu." Leon meninggalkan uang merah dua lembar di atas meja untuk membayar pesanan mereka, setelah itu dia berjalan keluar kafe tanpa menoleh ke arah Dara yang mulai meneteskan air mata.

Dara tidak tahu harus menceritakan masalah ini ke siapa, orangtuanya pasti akan marah jika mengetahui hal ini, teman-temannya? Tidak, itu bukan pilihan terbaik.

Apa aku harus gugurin kandungan ini?

***

Dara melangkahkan kakinya di koridor sekolah dengan lesu, kalau tidak ingat hari ini adalah ulangan harian matematika, dia tidak akan masuk sekolah. Yang anehnya, setiap inci langkah kakinya selalu dipandang oleh setiap pasang mata. Dara memperhatikan penampilannya dari atas ke bawah, tidak ada yang aneh.

Keisya, teman sekelasnya menghampiri Dara. "Dar, mending lo lihat mading, deh."

Dengan rasa penasaran yang tinggi, akhirnya Dara melangkahkan kakinya dengan cepat, dan masuk dalam kerumunan, hingga matanya dapat melihat langsung apa headline di mading tersebut.

Dara Ananda, seorang siswi dua belas IPA satu, kini sedang hamil.

Mata Dara membelalak, berita itu cepat sekali beredar, dia pun bingung siapa yang menyebarkannya.

Leonardo?

"Dar, lo dipanggil sama kepsek," ujar Intan yang baru saja menghampiri Dara.

Dara mengembuskan napasnya, dengan perasaan yang semakin tidak menentu, dia memenuhi panggilan itu.

DifferenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang