Bab Dua

4.8K 392 82
                                    

Meskipun Dara sudah tidak sekolah lagi di SMA Nusa Bakti, tetapi namanya kian menjadi perbincangan hangat oleh seisi sekolah, kecuali Varelio Harris, laki-laki itu cukup acuh, bahkan wajahnya sama sekali tidak menunjukkan rasa kepeduliannya terhadap Dara Ananda.

Varel yang hendak keluar kelas, penasaran apa yang terjadi di mading karena samar-samar ada yang menyebut Varelio Harris. Akhirnya Varel pun menghampiri mading tersebut dan mendapati berita yang sangat tidak masuk akal.

Varelio Harris adalah penyebab kehamilan Dara Ananda, dua jagoan sekolah sangat pandai menutup kebusukan mereka dengan prestasi.

Varel langsung menarik kertas di mading itu dan mengepalkan tangannya.

"BERITA SAMPAH!" Varel berteriak dengan emosi yang meledak. "Siapa pun yang udah bikin berita hoax ini tolong jujur, jangan fitnah karena ini bisa merugikan saya, atau saya akan mencari tahu siapa yang kurang ajar menempel berita ini di mading. Terima kasih."

Varel dan Dara memang teman satu kelas, tapi Varel tidak pernah menyentuh Dara seujung kuku pun, mengobrol dengan Dara pun jika ada yang sangat penting, apa lagi melakukan hal yang tidak pantas dengan Dara.

Dengan amarah yang memuncak Varel menemui geng The Queen yang sedang makan di kantin, sebelumnya Dara adalah ketuanya, sekarang tersisa hanya Niken, dan si kembar Nadia-Nabila.

"Alamat rumah Dara di mana?" tanya Varel tanpa basa-basi membuat ketiga orang itu menoleh ke sumber suara.

"Enggak tahu," ujar Niken.

"Dia kan teman lo."

"Dulu, sekarang enggak," timpal Nadia.

Nabila yang baik hati pun mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pulpen dari dalam tasnya, lalu menulis alamat lengkap Dara. "Ini, Rel."

"Nabila!" ujar Niken dan Nadya kompak.

"Thanks." Varel pun berlalu begitu saja.

***

Dara heran kenapa Varel datang ke rumahnya, ini hal yang amat sangat langka. Pada saat itu Dara pernah menyukai Varel, tapi sayangnya laki-laki ini terlalu sulit untuk dijangkau, akhirnya Dara memilih mundur dan berpaling ke Leon.

"Tumben, ada apa, Rel? Ayo masuk dulu."

Varel memberikan sebuah kertas yang dia ambil dari mading tadi kepada Dara. "Baca! Itu lo kan yang buat? Lo mengkambinghitamkan gue atas masalah yang menimpa lo."

"Nggak, Rel, gue aja nggak sekolah lagi."

"Jadi menurut lo, ini berita bisa muncul sendiri?"

Dara terpikir sesuatu, daripada bayinya lahir tanpa ayah, lebih baik dia memanfaatkan kesempatan ini, siapa pun terima kasih sudah membuat berita hoax ini.

"Iya, ini kan anak kamu, kamu lupa malam itu kita buat dengan suka cita."

Niat Varel ke sini ingin meminta klarifikasi dari Dara, tapi justru terjebak.

"Lo stres, Dar?"

"Kamu lupa, Rel. Kita malam itu di hotel Mulia saling memadu kasih, bahkan main 10 ronde, lho. Dari jam 10 malam sampai jam 3 pagi." Dara sengaja menaikkan volume suaranya, agar orang tuanya bisa mendengar hal tersebut.

"Sinting." Malas berhubungan lagi dengan Dara, akhirnya Varel memilih berbalik badan, belum dua langkah berjalan dia mendengar suara seseorang.

"Jadi kamu yang menghamili anak saya!" ujar Alan dengan wajah tak bersahabat. "Kamu harus bertanggung jawab, kalian harus menikah."

Varel menoleh ke sumber suara, dan menatap wajah pria itu dengan tajam, lalu memperhatikan Dara yang berpura-pura memasang wajah paling sedih.

Gue harus nikah sama dia? Yang benar aja! Terus pacar gue si Gilang harus dikemanain?

"Sorry, anak Bapak terlalu jelek buat saya, permisi." Tidak peduli lagi dengan teriakan Alan, dia tetap naik ke motornya dan menghilang dari pandangan pemilik rumah.

***

Wkwkwkw ada yang bisa nebak tentang Varel?😂

DifferenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang