"Siapa kau...?!" tanya Ki Rangkuti. Suaranya terdengar dingin.
"Kau tidak mengenaliku lagi, Rangkuti...?" terdengar serak dan datar sekali suara orang berjubah merah itu.
"Lihat aku baik-baik, Rangkuti. Kau akan tahu siapa aku."
Ki Rangkuti menyipitkan sedikit matanya, mencoba melihat wajah orang berjubah merah di depannya. Jantung Ki Rangkuti seketika seperti berhenti berdetak ketika orang berjubah merah itu menyibakkan rambutnya yang panjang teriap tak teratur. Sehingga, seluruh wajahnya dapat terlihat jelas di bawah siraman cahaya rembulan.
"Nyi Rongkot...," desis Ki Rangkuti hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Hik hik hik...! Kau sekarang tahu siapa aku, Rangkuti...?" semakin dingin nada suara wanita tua berjubah merah yang ternyata memang Nyi Rongkot, atau berjuluk Ular Betina.
Ki Rangkuti masih merayapi wajah tua di depannya. Sungguh tidak disangka kalau si Ular Betina itu masih tetap hidup. Bahkan sekarang tengah berdiri di depannya. Semula hanya diduga-duga saja atas kejadian siang tadi. Tapi kini bukan lagi menduga, melainkan suatu kenyataan yang harus dihadapinya. Nyi Rongkot ternyata masih hidup!
"Bagaimana mungkin kau masih bisa hidup, Nyi Rongkot..?" tanya Ki Rangkuti masih diliputi perasaan herannya.
"Kau tidak perlu tahu, Rangkuti. Hidup dan matiku bukan urusanmu!" sahut Nyi Rongkot, begitu dingin nada suaranya.
"Apa maksudmu datang lagi ke sini...?" tanya Ki Rangkuti mulai dingin kembali suaranya.
"Hik hik hik...! Kenapa mesti kau tanyakan, Rangkuti? Seharusnya kau sudah tahu maksud kedatanganku ke sini. Kau bukan orang bodoh kan ?" sahut Nyi Rongkot bernada menghina.
"Jika ingin mengambil Sekar Telasih dan menghancurkan desa ini, kau tentu juga sudah tahu apa yang akan kulakukan, Nyi Rongkot," tegas Ki Rangkuti.
"Hik hik hik...! Bagus...! Memang itu yang kuharapkan, Rangkuti. Tapi jangan harap aku akan melakukannya begitu saja. Terlalu enak bagimu jika desa ini kuhancurkan sekaligus. Kau sudah membuatku begitu menderita. Dan sekarang, aku akan membuatmu merasakan bagaimana penderitaan itu, Rangkuti," kata Nyi Rongkot bernada mengancam.
"Apa maksudmu...?" sentak Ki Rangkuti, agak bergetar suaranya.
"Hik hik hik...!" Si Ular Betina itu tidak menjawab pertanyaan Ki Rangkuti barusan. Sambil memperdengarkan tawanya yang mengikik mengerikan, Nyi Rongkot melesat pergi cepat sekali. Begitu cepatnya, sehingga dalam sekejapan mata saja sudah tidak terlihat lagi bayangannya. "Tunggulah hari-hari penderitaanmu, Rangkuti! Hik hik hik...!"
"Setan...!" dengus Ki Rangkuti menggeram. Sayang sekali, laki-laki tua itu tidak bisa lagi mengejar. Ilmu meringankan tubuh si Ular Betina itu memang sudah mencapai tingkat sempurna, sehingga bisa melesat begitu cepat bagaikan kilat. Dia seperti lenyap begitu saja bagai ditelan bumi. Ki Rangkuti hanya bisa mendengus dan menggerutu dalam hati. Kemunculan Ular Betina yang begitu tiba-tiba dan mengejutkan barusan, tentu sudah bisa diramalkan maksudnya.
"Hhh...! Aku tidak tahu, apa yang akan dilakukannya. Wanita keparat itu memiliki seribu macam cara untuk membuat orang menderita sepanjang hidup," dengus Ki Rangkuti, bicara pada diri sendiri.
Saat itu terdengar suara langkah-langkah kaki yang terdengar cepat, menghampirinya dari arah belakang. Perlahan laki-laki tua berjubah putih itu memutar tubuhnya berbalik. Tampak Sekar Telasih menghampirinya dengan langkah cepat setengah berlari. Ki Rangkuti menunggu saja sampai gadis itu berada dekat di depannya.
"Ada apa, Ayah? Tadi kudengar ada suara orang lain di sini," tanya Sekar Telasih langsung.
"Perempuan iblis itu benar-benar masih hidup. Baru saja dia muncul di sini," jawab Ki Rangkuti, masih dengan nada suara agak mendengus geram.
"Maksud, Ayah...? Ular Betina...?" agak terbeliak bola mata Sekar Telasih.
Ki Rangkuti hanya menganggukkan kepala saja, kemudian melangkah menuju beranda depan rumahnya. Sekar Telasih bergegas mengikuti dari belakang. Mereka kemudian duduk di sebuah bangku panjang dari rotan di beranda depan rumah yang berukuran sangat besar. Untuk beberapa saat mereka terdiam, tidak saling membuka suara.
Sementara beberapa kali terdengar tarikan napas Ki Rangkuti yang panjang dan berat sekali. Seakan-akan, dia ingin melonggarkan rongga dadanya yang terasa begitu sesak, bagai terhimpit sebongkah batu yang teramat besar dan berat.
"Jadi dia benar-benar masih hidup, Ayah...?" tanya Sekar Telasih ingin memastikan lagi.
"Ya! Dia masih hidup dan ingin melaksanakan maksudnya yang gagal waktu itu," sahut Ki Rangkuti.
"Ohhh...," Sekar Telasih mendesah panjang. Lemas seluruh tubuh Sekar Telasih saat itu juga. Betapa tidak...? Gadis itu tahu, apa yang dimaksudkan ayahnya barusan. Dan dia juga sudah tahu kalau dirinya diakui Nyi Rongkot sebagai anaknya. Sedangkan gadis itu sendiri tidak pernah mengakui kalau Nyi Rongkot adalah ibu yang telah melahirkannya.
Memang tidak ada seorang pun yang sudi mengakui wanita iblis itu sebagai saudara. Apalagi ibu. Padahal, Ki Rangkuti sendiri sudah mengatakan kalau Sekar Telasih memang anak tunggal Nyi Rongkot. Tapi, gadis itu tetap hanya memilih Ki Rangkuti sebagai orang tuanya.
"Bukan hanya kau saja yang diinginkannya, Sekar. Tapi, kematianku juga diinginkannya. Aku akan dibuat menderita terlebih dahulu sebelum pada akhirnya dikirim ke liang kubur," jelas Ki Rangkuti lagi. Masih terdengar perlahan suaranya.
"Kita tidak boleh menyerah begitu saja, Ayah. Kita harus bisa bertahan. Paling tidak, memberikan perlawanan," tegas Sekar.
"Ya! Kita memang akan mempertahankannya. Meskipun, kita sendiri tahu tidak akan ada gunanya," sahut Ki Rangkuti jadi bersemangat melihat kegigihan gadis ini.
"Apa pun yang terjadi, aku tetap anakmu, Ayah. Aku bukan anak perempuan iblis itu!" dengus Sekar Telasih berapi-api.
Ki Rangkuti jadi terharu mendengar kata-kata Sekar Telasih yang begitu bersemangat dan berapi-api. Maka keharuannya tidak bisa lagi tertahankan. Direngkuhnya gadis itu ke dalam pelukannya. Beberapa saat mereka berpelukan, menumpahkan rasa kasih dan cinta yang begitu mendalam. Perlahan Ki Rangkuti melepaskan pelukannya. Ditatapnya bola mata Sekar Telasih dalam-dalam, lalu lembut sekali kening gadis itu diciumnya.
"Sudah malam. Sebaiknya kau tidur," ujar Ki Rangkuti lembut.
"Ayah juga harus istirahat, dan harus menjaga kesehatan badan," kata Sekar Telasih memperlihatkan perhatian dan kasih sayangnya.
Ki Rangkuti tersenyum dan mengangguk. Sekar Telasih bangkit berdiri, lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Sementara Ki Rangkuti masih tetap duduk bersila di bangku beranda depan rumahnya yang sangat luas ini.
"Dewata Yang Agung.... Beri petunjuk padaku untuk menghadapi Ular Betina itu," desah Ki Rangkuti seraya menengadahkan kepala ke atas
KAMU SEDANG MEMBACA
64. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Naga Merah
ActionSerial ke 64. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.