BAGIAN 5

552 23 0
                                    

Ki Rangkuti begitu gembira atas kedatangan Pendekar Rajawali Sakti dan si Kipas Maut bersama Sekar Telasih. Langsung disambutnya kedatangan pendekar muda dan digdaya yang memang sangat diharapkan kemunculannya pada saat seperti ini. Tapi kegembiraannya juga bercampur kesedihan begitu mendengar Darmaji tewas di tangan perempuan berhati iblis yang dikenal berjuluk si Ular Betina.
Saat ini kepandaian yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti memang sukar dicari tandingannya. Begitu tingginya tingkat kepandaian Rangga, sehingga tidak sedikit tokoh beraliran hitam yang memilih menghindar daripada harus berurusan dengannya.
"Aku benar-benar sudah putus asa menghadapinya, Rangga. Rasanya tidak ada harapan lagi untuk bisa menyelamatkan desa ini dari amukan si Ular Betina itu," keluh Ki Rangkuti. "Tindakannya semakin tak karuan saja. Entah sudah berapa orang penduduk desa ini yang jadi korban. Padahal aku tahu, apa sebenarnya yang diinginkan. Tapi, dia sengaja ingin membuatku mati perlahan-lahan, dan melihat kehancuran desa ini terlebih dahulu. Hhh...! Sungguh menyakitkan, melihat desa yang kubangun dengan susah payah harus hancur begitu saja."
"Aku bisa mengerti perasaanmu, Ki. Dalam hal ini, aku ikut bertanggung jawab atas keutuhan Desa Jatiwangi," tegas Rangga perlahan.
"Aku percaya padamu, Rangga. Dan kedatanganmu ke sini, pasti karena petunjuk Hyang Widi," kata Ki Rangkuti langsung menaruh harapan pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku berjanji akan menghadapinya dengan segala daya yang kumiliki, Ki," tegas Rangga.
"Terima kasih, Rangga. Hanya kau satu-satunya harapanku untuk menyelamatkan desa ini dari kehancuran," ujar Ki Rangkuti disertai bola matanya yang berkaca-kaca.
Mereka jadi terdiam ketika Walikan yang mendapat tugas mengawasi Sayuti, datang dengan langkah lebar dan tergesa-gesa. Laki-laki berusia sekitar empat puluh tahunan itu langsung menjura memberi hormat begitu tiba di depan Ki Rangkuti. Dan begitu melihat ada Pendekar Rajawali Sakti, segera tubuhnya membungkuk memberi penghormatan. Rangga membalas dengan membungkukkan tubuhnya sedikit.
"Bagaimana, Walikan?" tanya Ki Rangkuti.
"Selamat, Ki. Kakang Sayuti sudah jauh meninggalkan desa ini," sahut Walikan, agak tersengal suaranya.
"Tapi, Ki...."
"Ada apa lagi?"
"Pendekar Rajawali Sakti sudah ada di sini. Jadi, apakah kepergian Kakang Sayuti tidak sia-sia...?" tanya Walikan seraya melirik Rangga yang hanya tersenyum-senyum saja.
"Tidak ada yang sia-sia dalam berusaha, Walikan. Tujuan utamanya memang mencari Pendekar Rajawali Sakti. Tapi terlebih dahulu akan menemui Bayangan Malaikat yang tidak seberapa jauh tempat tinggalnya dari sini," jelas Ki Rangkuti. "Juga beberapa pendekar lain yang tidak jauh tempat tinggalnya."
"Apa mungkin bisa keburu, Ki?" tanya Walikan.
"Kalau tidak ada Pendekar Rajawali Sakti di sini, mungkin juga aku akan cemas sepertimu, Walikan. Tapi kini aku sudah benar-benar tenang. Dan tak ada lagi yang perlu dicemaskan," ungkap Ki Rangkuti.
"Kau terlalu merendahkan diri, Ki," selak Rangga merasa pujian Ki Rangkuti terlalu tinggi untuknya.
"Aku berkata yang sebenarnya, Rangga. Kehadiranmu di sini, memang sangat tepat waktunya. Dan itu membuatku, dan semua penduduk Desa Jatiwangi merasa tenteram. Aku yakin, kau pasti bisa menghentikan keberingasan si Ular Betina itu."
"Kita serahkan segalanya pada Hyang Widi, Ki," lagi-lagi Rangga merendah.
"Ayah, boleh aku bicara...?" selak Sekar Telasih yang sejak tadi diam saja.
"Apa yang ingin kau katakan, Sekar?" Tanya Ki Rangkuti.
"Apakah Ayah memang betul-betul kenal Nyi Rongkot..?" tanya Sekar Telasih bernada ragu-ragu.
"Tentu saja," sahut Ki Rangkuti.
"Apa mungkin Nyi Rongkot punya saudara kembar Ayah...?" kembali terdengar keraguan dalam suara Sekar Telasih.
"Apa maksudmu, Sekar?" Ki Rangkuti malah ba-tik bertanya.
"Terus terang, Yah. Aku jadi tidak yakin kalau yang sekarang muncul adalah Nyi Rongkot si Ular Betina," ungkap Sekar Telasih. "Waktu sebelum bertarung tadi, dia sempat mengatakan kalau aku tidak beda jauh dari ibunya. Dari kata-kata itu saja bisa diduga kalau dia bukan si Ular Betina. Bahkan anak buahnya sama sekali tidak menyerangku. Mereka malah mengeroyok Kakang Darmaji. Sedangkan aku hanya dibuat pingsan saja. Aku jadi curiga, kalau dia bukan Nyi Rongkot."
"Hm.... Benar dia berkata seperti itu?" tanya Ki Rangkuti agak menggumam.
"Kalau benar Kakang Darmaji masih hidup, pasti akan berkata sama denganku, Ayah," sahut Sekar Telasih.
"Aneh... Padahal, dia begitu ingin mengambilmu dariku, Sekar. Tapi kenapa sekarang justru berbalik?" Ki Rangkuti seperti bicara sendiri.
Dari penuturan Sekar Telasih, membuat semua orang yang ada di ruangan depan rumah Ki Rangkuti ini jadi terdiam merenung. Bahkan Rangga yang sebelumnya sudah diceritakan oleh Sekar Telasih dalam perjalanan tadi, juga ikut berpikir. Memang kalau mendengar kata-kata yang dituturkan Sekar Telasih barusan, tampaknya wanita tua yang muncul kali ini bukanlah Nyi Rongkot si Ular Betina. Kalau memang demikian, lalu siapa sebenarnya wanita tua yang begitu mirip dengan Nyi Rongkot...?
Pertanyaan seperti itu muncul di benak mereka semua yang ada di ruangan berukuran cukup besar ini. Hanya Pandan Wangi saja yang tetap diam dan tidak mengerti semua pembicaraan ini. Memang, dia tidak tahu sama sekali apa yang terjadi di Desa Jatiwangi ini. Mereka semua jadi terdiam, dengan berbagai macam pikiran berkecamuk dalam kepala masing-masing.
"Apa sebaiknya kita lihat kuburannya, Ki..?" usul Walikan memecah kesunyian yang terjadi cukup lama ini.
"Untuk apa?" tanya Ki Rangkuti. "Mungkin dari sana bisa diketahui, apakah benar-benar Nyi Rongkot atau bukan," sahut Walikan.
"Kau akan membongkar kuburannya?" tanya Ki Rangkuti lagi. Jelas, dari nada suaranya laki-laki tua itu tidak setuju kalau harus membongkar kuburan. Meskipun, kuburan itu berisi manusia berhati iblis.
"Tidak perlu, Ki. Kita lihat saja. Kalau kuburan itu masih utuh, berarti wanita tua yang muncul kali ini bukan Nyi Rongkot. Tapi kalau kuburannya terbongkar, ada kemungkinan memang Nyi Rongkot yang sekarang muncul," jelas Walikan.
"Biar aku yang melihatnya, Ki," selak Rangga.
Dan sebelum ada yang menjawab, Pendekar Rajawali Sakti sudah bangkit berdiri, dan langsung bergegas keluar dari ruangan itu. Ki Rangkuti segera berdiri dan melangkah menyusul Pendekar Rajawali Sakti diikuti yang lainnya. Tapi begitu mereka sampai diluar, Rangga sudah memacu cepat kudanya.
Kuda hitam yang bernama Dewa Bayu itu berlari bagaikan angin saja. Dalam waktu sebentar saja, sudah tak terlihat lagi bayangannya. Hanya debu saja yang mengepul membumbung tinggi ke angkasa. Rangga menghentikan lari kudanya begitu tiba di tengah-tengah Hutan Gading.
Gerakan tubuhnya begitu indah dan ringan sekali saat melompat turun dari punggung kudanya. Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, Pendekar Rajawali Sakti mendarat tepat di dekat gundukan tanah, yang pada satu ujungnya terdapat sebuah batu berlumut hitam. Rerumputan liar hampir menutupi gundukan tanah yang ternyata sebuah ku-buran itu.
"Hm...," Rangga menggumam perlahan dengan kening berkerut. Dengan teliti sekali Pendekar Rajawali Sakti memperhatikan setiap jengkal tanah di sekitar kuburan itu. Perlahan kemudian, kepalanya mendongak ke atas. Kembali terdengar gumaman yang perlahan dan lirih sekali. Dan tiba-tiba saja, Pendekar Rajawali Sakti melesat cepat ke udara. Dan kakinya langsung hinggap di atas sebatang pohon yang cukup tinggi dan rimbun.
Sebentar pandangannya beredar, lalu kembali melompat turun dengan gerakan indah dan ringan sekali. Pendekar Rajawali Sakti langsung hinggap di atas punggung kudanya. Sekali hentak saja, kuda hitam bernama Dewa Bayu itu melesat cepat bagai anak panah lepas dari busur. Sebentar saja Dewa Bayu sudah berada di tepi Hutan Gading. Tapi tiba-tiba saja Rangga menarik tali kekang kudanya. Maka seketika itu juga, Dewa Bayu berhenti berlari seraya meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi.
"Hup!" Ringan sekali gerakan Rangga saat melompat turun dari punggung kuda hitam itu. Kedua matanya menyipit memperhatikan sekitar dua puluh orang berbaju serba merah yang berdiri berjajar menghadang jalannya. Di depan dua puluh orang berbaju serba merah itu, berdiri seorang perempuan tua.
Jubahnya panjang, berwarna merah menyala. Sebatang tongkat berbentuk ular yang juga berwarna merah, tergenggam di tangan kanannya. Perlahan Rangga melangkah mendekat. Pendekar Rajawali Sakti baru berhenti, setelah jaraknya tinggal sekitar satu batang tombak lagi dari orang-orang yang berjajar menghadang jalannya.
"Kau yang bernama Pendekar Rajawali Sakti?" tanya perempuan tua berjubah merah itu. Suaranya kering dan dingin sekali.
"Seharusnya tidak perlu bertanya seperti itu, kalau kau benar-benar si Ular Betina, Nisanak," sahut Rangga tidak kalah dingin.
"Ha ha ha...! Pandanganmu sungguh tajam, Anak Muda," perempuan tua itu tertawa terbahak-bahak.
"Hm.... Siapa kau sebenarnya?" tanya Rangga.
"Semua orang menyebutku Naga Merah," sahut perempuan tua berjubah merah itu memperkenalkan diri.
"Rupamu memang mirip Nyi Rongkot si Ular Betina, Naga Merah. Pantas semua orang di Desa Jatiwangi menyangka kau adalah Nyi Rongkot," kata Rangga, setengah menggumam suaranya. Seakan-akan bicara pada diri sendiri.
"Aku kagum dengan pandanganmu yang begitu tajam, Anak Muda. Pantas saja semua orang selalu membicarakanmu. Bahkan Nyi Rongkot sendiri bisa kau kalahkan," puji si Naga Merah. Tapi nada suaranya terdengar begitu meremehkan.
"Kau benar-benar bernyali besar berani datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti. Aku senang, ternyata kau ada di sini. Dan itu berarti tujuanku akan tercapai hanya sekali jalan saja."
"Apa yang kau inginkan dari Desa Jatiwangi, Naga Merah?" tanya Rangga ingin tahu.
"Kematian, Pendekar Rajawali Sakti. Aku ingin semua orang di Desa Jatiwangi mati!" sahut Naga Merah, dingin menggetarkan.
"Hm.... Mengapa kau ingin membunuh semua orang di desa ini?" tanya Rangga lagi dengan suara agak tertahan.
"Seharusnya kau sudah tahu jawabannya, Pendekar Rajawali Sakti."
"Kau ingin membalas kematian Nyi Rongkot?"
"Tepat!"
"Apa hubunganmu dengannya?"
"Aku adalah saudara kembar Nyi Rongkot yang kau bunuh. Dan semua itu akibat ulah seluruh penduduk Desa Jatiwangi. Aku ingin mereka merasakan pembalasanku!" tegas sekali jawaban si Naga Merah.
"Mereka tidak bersalah. Bahkan tak ada sangkut pautnya dengan kematian saudara kembarmu, Naga Merah. Jadi tidak selayaknya kau mengumbar nafsu dendammu pada mereka," tegas Rangga.
"Kau pikir aku bodoh, Pendekar Rajawali Sakti! Mereka selalu menghalangi saudaraku untuk mengambil anaknya dari si Tua Bangka Rangkuti. Jadi sudah selayaknya mereka menerima ganjaran yang setimpal karena telah mencampuri urusan saudaraku. Dan kau juga, Pendekar Rajawali Sakti.... Kau juga harus menerima pembalasanku!" dingin sekali nada suara si Naga Merah itu.
Wukkk!
Cepat sekali si Naga Merah mengebutkan tongkatnya ke depan. Maka seketika itu juga, dua puluh orang berbaju serba merah berlompatan dan langsung mengepung Pendekar Rajawali Sakti. Mereka mencabut golok masing-masing, lalu melintangkannya di depan dada.
Sementara Rangga memperhatikan dengan tajam lewat sudut ekor matanya. Dia menggumam perlahan. Dan perhatiannya kembali tertuju pada perempuan tua berjubah merah yang selama ini dianggap sebagai si Ular Betina, tapi ternyata berjuluk Naga Merah. Saudara kembar dari si Ular Betina yang sudah tewas di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau boleh bangga bisa mengalahkan Nyi Rongkot dengan kepandaianmu, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi jangan harap bisa menggunakannya padaku...!" desis Naga Merah.
"Hm...," Rangga hanya menggumam perlahan.
"Serang...!" seru Naga Merah lantang.
"Hiyaaa...!" Yeaaah...!"
Seketika itu juga, dua puluh orang murid Naga Merah yang memang sudah mengepung, serentak berlompatan menyerang dengan golok ke arah Rangga. Tapi begitu tiba, mereka bergantian mengebutkan goloknya dari segala penjuru. Pendekar Rajawali Sakti segera mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' untuk menghadapi keroyokan dua puluh orang yang menggunakan senjata golok itu.
"Pusatkan pada kaki...!" seru Naga Merah memberi perintah dengan suara keras menggelegar.
"Heh...?!" Rangga jadi terkejut setengah mati. Karena, baru beberapa gebrakan saja perempuan tua itu sudah bisa mengetahui kelemahan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Sesaat Pendekar Rajawali Sakti jadi kelabakan, karena dua puluh orang yang menyerangnya memindahkan arah serangan ke kaki. Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindari serangan golok yang datang bertubi-tubi itu.
"Edan!" dengus Rangga dalam hati.
"Yeah...!"
Begitu mendapat kesempatan, secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti melentingkan tubuh ke udara mempergunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Kedua tangan Rangga merentang lebar ke samping. Sedangkan tubuhnya berputaran beberapa kali di udara. Lalu, dia tiba-tiba saja meluruk deras sambil mengebutkan tangan yang merentang lebar bagai burung rajawali ke arah para pengeroyoknya.
"Mundur...!" seru Naga Merah.
Seketika itu juga, dua puluh orang berbaju merah yang bersenjatakan golok berlompatan mundur dan menyebar begitu mendengar teriakan perintah dari Naga Merah.
Rangga jadi tersentak kaget. Maka serangannya segera dihentikan. Setelah melakukan putaran di udara dua kali, manis sekali Pendekar Rajawali Sakti mendarat di tanah.
"Edan...!" dengus Rangga lagi.
"Hik hik hik...! Kau kaget aku bisa menanggulangi jurus-jurusmu, Pendekar Rajawali Sakti..?" ejek Naga Merah memanasi.
"Hm...," Rangga hanya menggumam perlahan. Dalam hati, sebenarnya Pendekar Rajawali Sakti memang terkejut. Baru dua jurus dikeluarkan, tapi sudah cepat dimentahkan. Bahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' yang dikeluarkannya tadi, belum sempat mencapai sasaran sama sekali. Jurusnya itu langsung mentah sebelum Rangga sendiri sempat melancarkan serangannya. Semua pengeroyoknya cepat menghindar sebelum Pendekar Rajawali Sakti mendekat. Itu berarti si Naga Merah benar-benar mengetahui cara menghadapi jurus-jurus 'Rajawali Sakti'.
"Sebenarnya, aku tidak mengharapkan bertemu denganmu secepat ini, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, memang pertemuan ini tidak bisa dihindari lagi. Dan kau sekarang sudah berhadapan denganku. Bersiaplah menerima kematianmu, Pendekar Rajawali Sakti," ancam si Naga Merah.
"Hm...," lagi-lagi Rangga hanya menggumam perlahan saja. Sementara itu, perempuan tua berjubah merah yang merupakan kembaran Nyi Rongkot, sudah mengangkat tongkatnya yang berbentuk ular berwarna merah darah. Tongkat itu disilangkan di depan dada. Tatapan matanya begitu tajam, seakan-akan sedang mengukur tingkat kepandaian pemuda berbaju rompi putih di depannya.
"Tahan seranganku, Anak Muda! Hiyaaat..!" seru Naga Merah keras menggelegar.
"Hup!" Begitu Naga Merah melompat menyerang, Rangga seketika itu juga melentingkan tubuhnya ke udara. Langsung kedua tangannya dihentakkan ke depan, mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' pada tingkatan yang terakhir.
Bersamaan dengan itu, si Naga Merah mengebutkan tongkatnya menyilang ke depan. Tak pelak lagi, kedua telapak tangan Rangga membentur bagian tengah tongkat berbentuk ular naga merah itu.
Glarrr...! Ledakan keras menggelegar terdengar dahsyat memecah angkasa. Tampak kedua tokoh tingkat tinggi yang berada di udara itu sama-sama terpental ke belakang. Mereka saling berputaran di udara, lalu hampir bersamaan pula mendarat manis di tanah. Pada saat itu, si Naga Merah sudah cepat mengebutkan tongkatnya ke depan. Dan dari mulut tongkat berbentuk ular itu, meluncur secercah cahaya merah yang langsung meluruk deras ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup! Yeaaah...!" Bergegas Rangga melentingkan tubuh, berputaran beberapa kali ke udara untuk menghindari serangan yang dilancarkan perempuan tua saudara kembar si Ular Betina itu.
Sinar merah yang melesat keluar dari tongkat ular merah itu menghantam tanah hingga menimbulkan ledakan keras menggelegar. Tanah yang terhantam sinar merah itu seketika terbongkar, menimbulkan kepulan debu yang membumbung ke angkasa, membentuk sebuah jamur raksasa yang begitu indah namun dahsyat.
"Gila...!" desis Rangga begitu kakinya kembali menjejak tanah.
Memang sungguh dahsyat sekali serangan perempuan tua ini. Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya jika sinar merah itu tadi mengenai tubuh manusia. Jelas, bisa hancur berkeping-keping jadi serpihan dendeng! Sementara itu si Naga Merah sudah bersiap hendak melancarkan serangan kembali. Dan Rangga juga sudah siap menerimanya.

***

64. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Naga MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang