BAGIAN 3

623 23 0
                                    

Sayuti dan tiga orang rekannya mengambil cara untuk mengeluarkan penduduk dari Desa Jatiwangi ini dengan bergelombang. Para penduduk dibagi empat gelombang yang akan dipimpin masing-masing dari mereka berempat. Dan seluruh murid padepokan Jatiwangi juga dibagi menjadi empat bagian.
Setiap bagian akan mengawal satu gelombang penduduk yang harus keluar dari desa ini, sebelum ancaman si Ular Betina benar-benar terlaksana. Malam ini akan berangkat gelombang pertama yang dipimpin Gagak Aru. Ada sekitar tiga puluh orang penduduk, baik tua, muda, dan anak-anak yang dikawal tidak kurang lima belas murid Padepokan Jatiwangi.
Mereka berangkat melalui jalan Utara, mengingat pada bagian Selatan desa sudah dihancurkan hingga tak ada lagi yang tersisa. Tepat tengah malam, mereka berangkat meninggalkan desa secara diam-diam. Dan keberangkatan ini memang sangat dirahasiakan, sehingga penduduk yang belum mendapat giliran pun tidak ada yang tahu.
Hanya Ki Rangkuti dan para pembantunya di padepokan saja yang mengetahui semua rencana ini. Bahkan Sekar Telasih sendiri tidak mengetahui. Dan inilah yang memang diinginkan Ki Rangkuti, agar Sekar Telasih tidak nekat ikut bersama rombongan itu keluar dari Desa Jatiwangi ini. Tapi begitu rombongan penduduk sampai di perbatasan desa sebelah Utara, mendadak saja....
"Berhenti...!"
Bentakan keras yang begitu menggelegar bagai guntur, membuat mereka terkejut setengah mati. Dan belum lagi hilang rasa keterkejutannya, mendadak saja berkelebat sebuah bayangan merah. Tahu-tahu, di depan mereka sudah berdiri sesosok tubuh berjubah merah menyala. Ternyata, seorang perempuan tua berambut meriap panjang yang hampir menutupi wajahnya sudah menghadang mereka. Sebatang tongkat berbentuk seekor ular naga, tergenggam di tangan kanannya.
"Ular Betina...," desis Gagak Aru langsung mengenali perempuan tua yang tiba-tiba saja muncul di depannya.
"Mau ke mana kalian, heh...?!" bentak perempuan tua berjubah merah yang dikenal sebagai si Ular Betina.
"Ke mana saja kami pergi, itu bukan urusanmu!" dengus Gagak Aru ketus.
Ular Betina langsung menatap tajam Gagak Aru. Sinar matanya tampak tajam menusuk langsung ke bola mata laki-laki separuh baya ini.
Sedangkan Gagak Aru sudah memberi isyarat pada murid-muridnya untuk bersiaga. Tanpa diperintah dua kali, lima belas murid Padepokan Jatiwangi segera mencabut senjata masing-masing.
"Kalian hanya punya satu pilihan. Kembali ke desa, atau mati di sini!" desis si Ular Betina mengancam.
"Hhh! Kau tidak ada hak melarang kami, Perempuan Iblis!" dengus Gagak Aru, tetap ketus suaranya.
"Keras kepala...!" geram Ular Betina. "Kalian memaksaku bertindak, heh...?!"
Setelah berkata demikian, Ular Betina langsung menghentakkan tongkatnya ke tanah. Dan tiba-tiba saja dari balik rimbunan semak belukar dan pepohonan, berlompatan orang-orang berbaju merah bersenjatakan golok terhunus di tangan kanan. Jumlah mereka tidak kurang dari dua puluh orang. Mereka langsung mengurung para penduduk Desa Jatiwangi yang hanya diperkuat Gagak Aru dan lima belas muridnya.
"Bunuh mereka semua...!" perintah si Ular Betina lantang menggelegar.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaa...!" Seketika itu juga, dua puluh orang laki-laki berbaju serba merah berlompatan cepat menyerang para penduduk Desa Jatiwangi yang mencoba keluar dari desa itu. Jerit dan pekikan melengking menyayat hati langsung terdengar saling sambut yang disusul berjatuhannya tubuh-tubuh bersimbah darah.
"Iblis keparat..! Kubunuh kalian semua!" geram Gagak Aru melihat kekejaman orang-orang berbaju serba merah ini.
"Hiyaaat...!" Sret! Bet!
Gagak Aru langsung mencabut pedang, dan secepat kilat mengibaskannya ke arah salah seorang yang berada paling dekat dengannya. Tapi orang berbaju merah itu demikian gesit. Dengan merundukkan tubuh saja, tebasan pedang Gagak Aru yang begitu cepat berhasil dielakkan. Pada saat itu, dua orang lain yang mengenakan baju serba merah berlompatan menyerang Gagak Aru.
Sementara yang lain terus membantai para penduduk Desa Jatiwangi yang sama sekali tidak berdaya. Bahkan lima belas murid Padepokan Jatiwangi sama sekali tidak berdaya menghadapi amukan orang-orang itu. Satu persatu mereka roboh bergelimang darah. Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi semakin sering terdengar, diiringi tubuh-tubuh berlumuran darah terus berjatuhan.
Sementara Gagak Aru harus menghadapi tiga orang yang menyerangnya dengan cepat dan bergantian. Hanya dalam beberapa jurus saja, Gagak Aru sudah kelihatan demikian terdesak. Sama sekali tidak dipunyainya kesempatan untuk balas menyerang. Tiga orang lawan terus menerjang tanpa henti secara bergantian dari tiga jurusan. Akibatnya Gagak Aru semakin kelabakan menghadapinya.
"Ha ha ha...!" si Ular Betina tertawa terbahak-bahak menyaksikan orang-orangnya demikian mudah membantai penduduk Desa Jatiwangi tanpa perlawanan berarti.
"Iblis..."! geram Gagak Aru semakin mendidih darahnya mengetahui orang-orang yang harus dijaga keselamatannya terus terbantai tanpa ampun lagi.
"Hiyaaa...!" Dengan darah menggelegak dalam dada, Gagak Aru jadi nekat. Bagaikan kilat tubuhnya melenting ke udara, dan langsung meluruk deras ke arah Ular Betina yang tengah terbahak-bahak. Cepat sekali Gagak Aru membabatkan pedangnya ke arah perempuan tua berjubah merah itu.
"Mampus kau, Iblis Laknat! Hiyaaat...!"
Bet!
"Ikh...!
Wuk!
Ular Betina hanya menarik tubuhnya sedikit ke belakang seraya menghentakkan tongkatnya, menyambut kebutan pedang Gagak Aru. Tak dapat dihindari lagi, pedang Gagak Aru beradu keras dengan tongkat berbentuk ular naga itu.
Trang!
"Akh...!" Gagak Aru terpekik keras begitu pedangnya menghantam tongkat berbentuk ular naga itu.
"Hih! Yeaaah...!" Bagaikan kilat, Ular Betina menghentakkan kakinya ke depan. Begitu cepatnya tendangan yang dilepaskan perempuan tua berjubah merah itu, sehingga Gagak Aru tidak dapat lagi menghindarinya.
Bek!
"Akh...!" lagi-lagi Gagak Aru memekik keras agak tertahan. Seketika itu juga tubuh Gagak Aru terpental ke belakang sejauh dua batang tombak, begitu dadanya terkena tendangan keras menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga dalam sangat tinggi Keras sekali tubuhnya terbanting di tanah. Dan sebelum bisa bangkit berdiri, seorang yang mengenakan baju merah menyala sudah melompat ke arahnya sambil membabatkan golok tajam berkilatan.
"Hiyaaa...!"
Wuk!
Cras!
"Aaa...!" jeritan panjang melengking tinggi terdengar membelah angkasa. Pedang orang berbaju serba merah itu langsung membelah dada Gagak Aru. Seketika itu juga, darah menyembur deras dari dada yang terbelah sangat lebar dan panjang. Dan sebelum Gagak Aru menyadari apa yang terjadi, sebilah golok kembali berkelebat cepat sekali ke arahnya. Dan....
Bres!
"Aaa...!" lagi-lagi Gagak Aru menjerit panjang melengking tinggi. Sebentar laki-laki setengah baya itu mengejang kaku, lalu diam tak bergerak-gerak lagi. Sebilah golok tampak tertanam dalam di dadanya.
Seorang berbaju serba merah menghampiri, dan mencabut goloknya yang terbenam di dada Gagak Aru. Sementara itu, pembantaian terhadap para penduduk Desa Jatiwangi pun sudah berakhir. Tak ada seorang pun yang dibiarkan hidup. Mereka semua tewas bergelimpangan bermandikan darah.
"Ha ha ha....!" si Ular Betina tertawa terbahak-bahak kesenangan, seperti melihat satu pertunjukkan menarik. Bersamaan melesatnya perempuan tua berjubah merah itu, dua puluh orang berpakaian serba merah juga segera berlompatan pergi meninggalkan puluhan mayat yang berserakan saling tumpang tindih.
Sementara malam terus merayap semakin larut. Udara dingin ditambah angin yang berhembus agak keras, menebarkan bau amis darah dari tubuh-tubuh tak bernyawa lagi.

64. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Naga MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang