🔸chapter 3🔹

17 2 0
                                    

"Kau tau apa yang ku bayang kan saat melihatmu? Gunung es yang terasa mustahil untuk didaki, bahkan didekati".

Taehyung terbangun dari tidurnya. Wajahnya basah oleh keringat. Sementara nafasnya terdengar satu-satu. Ia mencengkeram dadanya yang sesak.

Dengan kedua telapak tangannya, Taehyung mengusap peluh diwajahnya. Mimpi buruk, mimpi yang sama itu mengusik tidurnya lagi. Tapi, kali ini terlihat lebih jelas dan menakutkan.

Sudah bertahun-tahun Taehyung memimpikan hal itu. Mimpi yang tidak ingin ia kenang lagi, ia pikirkan lagi. Jika otaknya adalah mesin komputer, ingin rasanya Taehyung menekan tombol delete untuk menghapus semua bayang-bayang mimpi buruk itu dari pikirannya. Agar ia tidak bisa memimpikan lagi, mengingatnya lagi, dan memikirkan nya lagi. Tapi, itu tentu saja mustahil karena dirinya manusia, bukan perangkat komputer.

Sebenarnya mimpi buruk yang mengganggu Taehyung dalam buaian malam itu bukan sekedar mimpi biasa. Itu semua adalah peristiwa pahit yang harus dialaminya karena masih berusia sepuluh tahun. Peristiwa yang membuat riuh tawa, kebahagiaan, dan kehangatan keluarganya berakhir untuk selamanya.

Dimalam itu, saat purnama bersinar indah, ia harus mengalami kesakitan yang teramat sangat, ibunya pergi meninggalkan rumah dan ayahnya harus menghabiskan nyawa dengan seutas tali di dalam kamar.

Taehyung kecil yang kehilangan ibunya dan menemukan ayahnya yang sudah menjadi mayat hanya mampu menangis sekeras-kerasnya.

Ternyata peristiwa menyakitkan yang dialami nya pada masa lalu itu tak pernah pergi, ia masih tertinggal disana, otak manusia, berupa mimpi dan kenangan buruk yang bernama trauma. Dan, begitulah yang harus ditanggung Taehyung dimasa remaja nya sekarang. Ia masih menanggung beban masa lalunya, masa menyakitkan bagi nya.

Suara adzan yang berkumandang membuat Taehyung menarik nafas. Perlahan ia bangkit dari atas tempat tidurnya. Sudah waktunya sholat. Tapi, sebelum Taehyung masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhh, ia menyibak tirai dan membuka jendela kamarnya terlebih dahulu. Ia butuh udara segar untuk kamarnya. Lebih tepatnya untuk hatinya yang sesak.

Beberapa menit kemudia Taehyung sudah keluar dari kamar mandinya dengan muka, rambut, tangan dan kaki uang basah. Ia segera menuju lemari, membukanya, lalu mengambil sarung dan sajadah. Dan tak lupa ia juga mengambil peci. Taehyung mengenakan sarungnya, menggelar sajadah, dan berdiri dengan takzim. Ia mengangkat tangannya, mengucapkan takbir. Taehyung menjalankan ibadah shalat subuh dengan khusyuk.

Setelah selesai shalat, tak lupa ia mengembalikan perlengkapan shalat ke tempanynya. Taehyung keluar dari kamarnya. Tenggorokan nya yang kering membawa nya menuju dapur. Seorang wanita tua dengan wajah sudah dipenuhi kerutan mengalihkan perhatian nya dari wajan yang berisi kan nasi goreng dan tersenyum hangat saat melihat kehadiran Taehyung didapur. Taehyung membalas senyuman itu dengan anggukan kecil.

"Sudah sholat?" tanya wanita tua itu yang ternyata neneknya Taehyung.

Sambil mengambil gelas di rak piring Taehyung menjawab pendek, "udah, nek"

"Bagaimana tidurmu? Masih mimpi buruk juga?"

Taehyung mengangguk, lalu meneguk air dalam gelasnya. Setelah air dalam gelasnya tadi habis, mata Taehyung melihat sambil memainkan gelasnya, "semakin jelas" gumamnya muram. "Tapi, aku tidak apa-apa", tukasnya cepat saat menyadari hadapannya bisa saja membuat nenek nya khawatir.

•|^ Cinta Tak Kenal Logika ^ |•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang