Garis Tipis

52 2 0
                                    

Apa itu keadilan? Apa itu keseimbangan? Bagaimana kau mengatakan sesuatu sebagai benar atau salah? Kata orang bijak lakukanlah hal yang kau anggap sebagai suatu kebaikan karena itu adalah jalan karmamu. Entah karma itu menghasilkan kebaikan atau keburukan sebagaimana kau tidak bisa dengan mudah menyebut kebaikan sebagai suatu kebenaran.

Oh, sesungguhnya bagaimanakah perananku di dunia ini? Aku tidak akan galau lagi, kawan. Karena yang kusebut kasih sayang adalah mampu memandang semua makhluk sama, termasuk dirimu.

Aku tersanjung, kawan. Jarang kutemui manusia sepertimu. Biar kuberikan peringatan di awal supaya nanti kau tidak kaget. Filosofi yang kau sebut tadi tidak ada sejengkal dalamnya, bahkan kulitnya pun belum kau sentuh. Maukah kau belajar lagi, kawan?

Hohoho benarkah itu? Dengarlah Ibuku memanggilku lagi, memberiku peringatan. Sama dengan dirimu. Salahkah apa yang aku katakan tadi, kawan?

Aku pun tidak mengerti, kawan. Ribuan tahun keberadaanku di dunia ini tidak membuatku bisa menjawab pertanyaan dari anak kecil sepertimu. Barangkali bisa kubilang dunia ini hanya butuh keseimbangan yang barusan kau pertanyakan. Bertindak sesuai dengan perannya masing-masing. Sedari dulu seperti itu dan aku tidak pernah salah melakukan hal yang diinginkan Ibumu terjadi pada anaknya. Tetapi perubahan yang kulihat lebih besar ada pada makhluk sepertimu, kawan.

Benarkah itu perubahan yang kau sebut, kawan? Bukankah itu hanyalah sebuah siklus, dan jika memang sudah saatnya terjadi maka terjadilah. Sepertinya usiamu yang ribuan itu belum cukup lama untuk mengetahui apa yang terjadi sebelum kita sampai pada tahap ini.

Hohoho mulutmu besar juga bocah. Hei memang usiamu berapa jika dibandingkan aku? Maka mengapa mereka mengambil peran itu ketika mereka bisa memilih di atas atau di bawah, benar atau salah? Bukankah sungguh beruntung sebagai makhluk yang bisa memilih. Lalu bagaimana denganku? Apakah karena posisiku sekarang kau bisa mengatakan aku buruk? Tidak bisa dibilang begitu kawan. Kau tidak bisa menyebut bawah tanpa ada atas.

Kau hanya mengulang apa yang kukatakan tadi.

...

Dia memanggil lagi, kawan.

Bahkan meskipun sudah tahu kau akan menjawab?

Bukankah itu perananku untuk menurut?

Kau dilahirkan istimewa dan bisa melawan. Kenapa menurut?

Berbeda bukan berarti istimewa, kawan. Bagaimana mungkin sebagai seorang anak yang berbhakti aku tidak menuruti kemauan Ibuku?

Padahal kau sudah tahu dia akan jadi apa kalau kau terus menurut.

Kau sudah mengerti poin pembicaraan kita, kawan. Berhenti mengulur waktu. Aku tahu kau tetap akan menjalankan perananmu mau tidak mau, bisa tidak bisa. Karena itu kau. Makhluk yang dirawat Ibuku jauh sebelum aku. Makhluk yang sudah tahu mana tuannya dan apa perintahnya. Maka kalau sudah tahu apa yang pasti terjadi, jalan mana yang akan kau pilih? Tetap menjalankan perananmu atau berubah akan hal yang tidak kau yakini?

...

Baiklah, aku sudah siap.

Aku sudah melakukannya tanpa kau sadari. Kau punya kemampuan itu jadi tidak terasa apa-apa dan kau tidak menyadarinya.

...

...

Berakhir sudah. Sampai di sini pertemuan kita, kawan. Aku akan pergi menuju tempat yang memberiku peran. Kau teruslah di sini menjalankan perananmu.

Oh, Sang Pemberi Peran. Maka inilah aku dengan karmaku. Biarkan aku terlahir semakin dekat dengan dirimu. Yang kubawa ini sebagai pertimbangan. Maka apakah peranku selanjutnya?

Jakarta, 17 November 2019
DJMandalika

Angan dalam Mimpi (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang