Bagian 2 (Misi Pertama)

7 0 0
                                    

Aku sudah beberapa hari di desa ini dan aku mendapati para pejuang Purwawira bukan hanya seorang pejuang dengan senjata melainkan orang yang terpaksa membawa senjata untuk melawan kebbiadaban Belanda. Rasanya seperti kampungku dulu namun tanpa adanya campur tangan asing, yang menanam bisa menanam tanpa diikat pajak, yang beternak tak harus mempersembahkan upeti pada carik desa yang selalu datang tiap minggu. Damai adalah kata yang tepat menggambarkan desa ini walau aku melihat banyak pejuang yang tubuhnya tak utuh lagi bukan berarti hatinya juga ikut. Kebersamaan serta gotong royong ini membuatku senang sehingga nyaman berada di desa ini. "Mas Bejo kenapa tersenyum sendiri?" suara lembut itu terdengar dari belakangku yang sontak menyadarkanku dari lamunan itu. "oalah adik Ayu tho, bukan apa apa cuman mas Bejo seneng aja liatnya" sambil ku pandangi suasana desa itu yang menggambarkan apa arti damai. "Iya mas kalo disini kita nanem ya nanem aja nggak kaya dulu pas jaman e londho" jawab Ayu yang setuju dengan pandanganku. Tak lama kemudian dari gubuk keluarlah Sardi bersama dua orang pejuang mendatangiku "jo ayo ndang melu rapat, ini misi pertama mu" aku mengangguk sembari berjalan menuju gubuk dan meninggalkan Ayu.

Dalam gubuk itu ada kira kira 8 orang, beberapa dari mereka seumuran dengan ku, namun ada satu orang yang terlihat lebih tua dengan dandanan gelandangan pasar. Mataku tidak bisa melepaskan pandangannya dari orang itu, dalam anganku mengapa ada gelandangan yang terihat renta ikut dalam misi serangan tiba tiba ini?. Tak lama kemudian orang itu sadar kalau aku memerhatikannya, lalu dia segera menoleh kearahku sembari memberi senyuman. Aku membalas senyuman itu namun aku masih bingung kenapa dia ada ditempat ini. "jadi begini bung, kita nanti tengah malam akan pergi ke kota Bojonegoro tepatnya perkebunan tembakau Belanda yang kira kira perjalanan kita tempuh dalam waktu 12 jam. Banyak laporan dari beberapa harian yang terutama itu Harian Pejuang menggambarkan penindasan yang berlebihan terhadap rakyat jelata disana. Oleh sebab itu kita akan mengadakan serangan gerilya disana, namun kita masih belum tahu bagaimana suasana pabrik itu, saya sebagai perencana mengutus bung Bejo dan bung Yatip untuk menjadi mata mata disana. Bung Bejo akan bertugas di daerah dalam sedangkan bung Yatip di daerah luar, pengawasan ini saya harap jangan sampai ada yang tau karena bilamana pihak antek asing tau pasukan Purwawira tidak akan bertanggung jawab pada bung bung sekalian. Dan misi ini sangat bergantung pada pengamatan bung bung sekalian, nah bung Bejo dan bung Yatip apa sudah paham?" Sardi menoleh kearah kami berdua. Aku baru paham mengapa orang itu menggunakan pakaian seperti itu, namanya Bung Yatip orang yang kemarin aku dengar kisahnya dari masyarakat desa. "Bung Sardi berapa lama tempo kami untuk melakukan pengawasan?" Ujar Bung Yatip. "o iya saya hampir lupa, bung bung ini dapat tempo selama beberapa bulan tak tahu tepatnya kapan dan setiap hari bung harus melakukan koordinasi keadaan pada beberapa pejuang yang sudah datang dahulu hingga pada hari akhir kita akan melakukan penggempuran" jawab Sardi "untuk yang lain kita akan mengumpulkan kekuatan disana mungkin nanti ada pemuda yang bisa kita ajak dalam misi ini. Jadi selama bung Yatip dan bung Bejo melakukan pengawasan kita juga harus bergerilya mendapatkan kekuatan. Sekian rapat hari ini" lanjut Sardi sambil meninggalkan ruang rapat.

Setelah keluar ruangan rasanya ingin sekali ku berbicara pada dik Ayu dan menghabiskan waktu ku bersamanya, karena mungkin saja aku tidak kembali setelah misi itu. Aku berjalan ke tempat tadi namun dik Ayu tidak ada disana, akupun mencari nya kebeberapa tempat dan menanyakan keberadaannya pada orang yang ada disana. Sesaat aku menanyakan keberadaannya aku baru sadar ternyata dia sedang beradadi dapur desa, maklum waktu sudah menunjukan saatnya untuk makan. Perlahan aku medekatinya dan ingin memberikan kejutan untuk dik Ayu "waduh pinter masak ternyata dik Ayu". Diapun kaget ketika tiba tiba mendengar suaraku "mas Bejo bikin kaget saja", walau terkejut matanya tidak teralihkan dari periuk didepannya. "Mas pengin bicara sama dek Ayu, boleh?" tanyaku memastikan dia tidak sibuk dengan masakannya. "walah Mas Bejo nggak lihat dek Ayu masak?" tangkas nya, ya sebenarnya aku tahu mungkin dia menolak bicara denganku namun hati ini tidak akan mundur bila bukan mulutnya sendiri yang menolak. "yowes dek yen wes mari mas bejo di tempat tadi" sambil aku berjalan menjauhi nya. "iya mas" jawabnya singkat.

Matahari sudah mulai terbenam, para pejuang sedang mempersiapkan hal yang diperlukan untuk perjalanan serta senjata untuk melakukan penggempuran. Sambil aku bersiap siap aku memerhatikan beberapa ruangan di desa berharap Dek Ayu datang menemuiku. Lalu seseorang menepuk pundak ku "Mas Bejo" ujarnya, dan ternyata itu dek Ayu senyumannya membuatku ingin selalu berada di sisinya. "Dek Ayu bikin kaget aja" jawabku dengan wajah yang mungkin cukup merah karena salah tingkah "Mas Bejo pamit dek nanti malam mas Bejo pergi ke Bojonegoro" lanjutku. Tiba tiba senyum dek Ayu berubah menjadi wajah sedih "mas ati ati jangan sampai peluru Belanda bersarang di badanmu, aku juga titip mas Sardi ya?" ucapnya. Aku mencoba menenangkannya dengan mengelus kepala dek Ayu "tenang dek Mas Sardi itu kuat, malah dia yang selalu melindungi mas Bejo jadi dek Ayu jangan khawatir". Dia tersipu malu dan pipinya merah merona. Beberapa saat kemudian suara mesin sudah terdengar sebagai tanda aku memulai misi pertama.

Dara JuangWhere stories live. Discover now