BAGIAN 1

1K 21 0
                                    

Cras! Glarrr....!
Ledakan keras menggelegar, menggetarkan seluruh mayapada. Ledakan itu terjadi mengikuti kilatan cahaya terang di langit yang menghitam, tertutup gumpalan awan tebal. Beberapa kali kilat menyambar membelah angkasa, disertai ledakan guntur yang menggelegar. Suaranya benar-benar memekakkan telinga. Angin pun bertiup kencang, menebarkan udara dingin yang menusuk sampai ke tulang.
Alam yang seakan sedang murka ini sama sekali tidak mengendurkan langkah seorang pemuda. Dia berjalan tertatih-tatih menentang hembusan angin kencang. Kakinya yang telanjang terus terayun perlahan-lahan meniti jalan kecil yang penuh dengan kerikil tajam. Sama sekali tidak dipedulikan rasa nyeri pada kulit kakinya yang pecah, tergores kerikil-kerikil sepanjang jalan setapak ini. Dan sedikit pun tidak dipedulikannya ledakan guntur yang menggelegar atau kilatan cahaya petir yang menyambar membelah angkasa. Dia terus berjalan perlahan-lahan dengan kepala tertunduk, menekuri ayunan kakinya yang telanjang.
Cras!
Glarrr...!
Kembali kilat menyambar, disertai ledakan guntur yang sangat keras menggelegar. Kepala pemuda itu mendongak sedikit ke atas, seakan-akan hendak menentang guntur yang meledak mengejutkan itu. Tampak jelas wajahnya yang cukup tampan. Dan, guratan-guratan jalan kehidupan yang keras tersirat pada sorot matanya yang tajam. Hanya sesaat langkah kakinya dihentikan, kemudian kembali berjalan perlahan-lahan. Sorot matanya tampak makin terlihat tajam, tertuju lurus ke depan.
"Hm..."
Pemuda itu menggumam perlahan begitu sorot matanya menangkap bayang-bayang sebuah bangunan tua. Tampaknya sebuah puri. Masih terlalu sukar baginya untuk bisa melihat dengan jelas. Jaraknya masih cukup jauh, sedangkan sekitar bangunan itu diselimuti kabut yang cukup tebal. Bangunan itu hanya terlihat samar-samar.
Kembali pemuda itu berhenti melangkah setelah berada sekitar dua batang tombak lagi dari bangunan berbentuk puri itu. Seluruh dindingnya terbuat dari tumpukan batu persegi, dihiasi oleh berbagai macam ukiran kasar. Seluruh dinding batu itu hampir tertutup oleh lumut cukup tebal. Sepi sekali sekelilingnya. Sepertinya tak terlihat adanya tanda-tanda kehidupan. Perlahan pemuda yang mengenakan baju kumal penuh tambalan itu melangkah mendekatinya.
Sorot matanya masih tetap tajam, tertuju langsung ke arah bangunan puri yang semakin dekat di depannya. Saat tinggal beberapa langkah lagi jaraknya dari puri itu, dia kembali berhenti. Tak terlihat ada satu pintu pun di puri ini. Bahkan tidak ada satu pun jendela terlihat. Bangunan ini seperti hanya berupa tumpukan batu-batu, seperti bukit. Sebentar pemuda berbaju kumal penuh tambalan itu merayapi bangunan puri ini dari bawah sampai ke ujung atas, kemudian pandangannya beredar berkeliling.
"Oh...."
Pemuda itu terlongong ketika tiba-tiba dari atas puncak puri itu membersit cahaya benderang yang menyilaukan mata. Alam sekitarnya yang gelap gulita menjadi terang bagai tersiram cahaya mentari yang bersorot terik.
Dari lingkaran cahaya itu, tampak meluncur pelangi yang begitu indah, dengan warnanya yang beraneka ragam. Ujung pelangi jatuh tepat di ujung kaki pemuda berbaju kumal seperti gembel ini, seakan-akan menyambutnya agar naik ke atas puri melalui pelangi itu. Sedangkan si pemuda masih juga terpesona, memandangi lingkaran cahaya terang berkilau menyilaukan mata di atas puri.
"Oh...."
Pemuda itu kembali mendesah panjang ketika tiba-tiba dari lingkaran cahaya terang itu terlihat satu bentuk bayangan tubuh yang sangat ramping dan indah. Perlahan-lahan bayangan tubuh itu bergerak mengikuti alur pelangi yang melengkung turun ke bawah. Dan, bayangan ramping itu semakin lama semakin terlihat jelas, membuat kedua bola mata pemuda itu tidak berkedip memandangnya.
"Oh! Apakah aku bermimpi...?" desah pemuda itu tidak percaya dengan pandangannya sendiri.
Memang sukar dipercaya. Seorang wanita yang sangat cantik rupawan kini sudah berada dekat sekali. Baju yang dikenakannya begitu indah, terbuat dari bahan sangat tipis. Sehingga, lekuk-lekuk tubuhnya begitu jelas terlihat. Akibatnya mata pemuda itu semakin lebar tak berkedip memandanginya. Seakan-akan dia sedang berhadapan dengan seorang dewi yang baru turun dari kayangan.
Bibir yang memerah indah bergerak lembut menyunggingkan senyuman yang sangat menawan, membuat jakun pemuda itu bergerak turun naik. Aroma harum langsung menyeruak merangsang hidung, saat wanita itu menggerakkan tangannya. Pemuda itu langsung gemetar begitu jari-jari tangan yang lentik dan halus menyentuhnya. Seketika itu juga kesadarannya langsung lenyap. Dia tidak tahu lagi, apa yang mesti dilakukannya.
"Apa yang kau inginkan sampai datang ke tempatku ini, Jaka Gembel?" Lembut sekali suara wanita itu.
"Aku... aku..." Pemuda yang dipanggil Jaka Gembel itu tergagap, tidak bisa menjawab pertanyaan wanita cantik bagai bidadari itu.
Keajaiban yang tertadi di depan matanya ini benar-benar membuatnya jadi tergagap setengah mati. Sukar untuk bisa menjawab pertanyaan yang dikeluarkan dengan nada yang sangat lembut itu. Beberapa kali Jaka Gembel harus menelan ludahnya, membasahi tenggorokannya yang mendadak terasa kering, bagai berada di sebuah padang pasir yang teramat panas dan gersang.
Wanita itu hanya tersenyum. Dia semakin dekat saja, membuat detak jantung Jaka Gembel semakin menggemuruh. Jaka Gembel tidak bisa lagi berbuat apa pun ketika jari-jari tangan yang halus dan lentik itu menggenggam tangannya dengan lembut. Kakinya terayun melangkah mengikuti wanita cantik itu menyusuri cahaya pelangi yang melengkung naik ke atas puri. Seluruh tubuhnya langsung terselimut cahaya terang benderang yang berkabut tebal. Tangannya terus digenggam erat wanita cantik yang berjalan di depannya.
Dan, ketika sampai di puncak puri, tiba-tiba saja tubuh mereka lenyap, bersamaan dengan lenyapnya cahaya terang dan pelangi itu. Alam sekitar puri kembali gelap gulita. Awan tebal menghitam masih bergulung-gulung. Sesekali terbersit cahaya kilat disertai ledakan guntur yang membelah angkasa. Sedangkan pemuda yang mengenakan baju kumal seperti Gembel itu sudah lenyap bersama wanita cantik bagai bidadari tadi.

72. Pendekar Rajawali Sakti : Korban Ratu PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang