Sudah tiga hari ini, Adipati Paturakan berusaha mencari tahu, di mana Rangga yang dikenal dengan julukan Pendekar Rajawali Sakti berada. Bahkan dia sudah mengirim utusan ke Kerajaan Karang Setra. Tapi, didapat jawaban bahwa Rangga tidak berada di istana kerajaan itu. Pendekar Rajawali Sakti dikabarkan sedang pergi mengembara dengan Pandan Wangi. Dan, tidak ada seorang pun yang tahu ke mana mereka berdua pergi. Hal ini membuat Adipati Paturakan selalu gelisah.
Belum lagi, dia harus menghadapi sikap Ayu Dewi Winarti yang sudah tidak mau lagi ditemui. Gadis itu terus mengurung diri di dalam kamarnya. Dia sama sekali tidak mau keluar. Ayu Dewi Winarti tetap menuntut untuk bertemu dengan kakaknya, yang menghilang sejak Kadipaten Kuring diikuasai oleh Paturakan, yang sekarang menjadi adipatinya.
Siang itu udara di seluruh wilayah Kadipaten Kuring terasa panas sekali. Matahari bersinar terik menyengat, seakan hendak menghanguskan apa saja yang ada di atas permukaan bumi ini. Begitu panasnya, sehingga hampir semua orang lebih menyukai diam di dalam rumah atau berteduh di bawah pohon-pohon yang rindang dan rimbun daunnya.
Di bawah teriknya sinar sang mentari, tampak dua orang penunggang kuda menyusuri jalan tanah yang berdebu. Yang satu adalah pemuda berbaju rompi putih dengan menunggang kuda hitam dan yang satunya lagi seorang gadis cantik berbaju biru yang menunggang kuda berwarna putih dan cantik. Mereka mengendalikan kudanya perlahan-lahan sambil mengedarkan pandangan, mengamati keadaan sekitarnya yang tampak agak sepi ini.
"Kau tidak merasa lelah, Kakang... ?" lembut sekali suara gadis cantik berbaju biru yang menunggang kuda putih itu.
"Tentu saja. Sudah dua hari kita berkuda. Rasanya pinggang ini mau patah," sahut pemuda tampan berbaju rompi putih yang menunggang kuda hitam itu.
"Di sana ada kedai," kata si gadis sambil menunjuk sebuah kedai yang tidak jauh lagi letaknya.
"Tampaknya cukup baik dan bersih," sambut pemuda itu.
Mereka kemudian menuju kedai yang tampaknya tidak ramai dikunjungi itu. Sebuah kedai kecil, namun kelihatan baik dan bersih. Mereka menambatkan kudanya di bawah pohon yang ada di depan kedai itu. Seorang perempuan setengah baya bertubuh gemuk bergegas menyambutnya dengan sikap yang ramah dan hormat sekali.
"Mari, silakan masuk...."
"Terima kasih," sahut keduanya, hampir bersamaan.
Mereka kemudian masuk ke dalam kedai dan memilih tempat yang berada dekat dengan jendela, sehingga bisa memandang ke luar dengan bebas. Wanita bertubuh gemuk itu kembali masuk ke belakang setelah pemuda berbaju rompi putih yang berwajah tampan itu mengatakan pesanannya. Tidak lama kemudian pesanan yang diminta sepasang anak muda itu telah tersedia.
"Enak juga makanannya, Kakang," ujar gadis cantik berbaju biru itu, setelah menikmati sedikit makanan yang terhidang di meja.
"Ya," sahut pemuda berbaju rompi putih itu singkat.
Mereka menyantap hidangan yang tersedia dengan nikmat sekali. Sehingga tidak sadar bahwa sejak masuk ke dalam kedai ini mereka terus diawasi oleh dua orang laki-laki separuh baya yang duduk di sudut, agak terlindung oleh tiang penyangga atap di tengah-tengah ruangan kedai ini.
Mereka adalah Iblis Rantai Baja dan Tongkat Merah Samber Nyawa, dua orang pengikut setia Adipati Paturakan yang lebih dikenal dengan julukan si Tangan Api. Mata mereka tidak berkedip mengamati kedua penunggang kuda yang baru masuk kedai itu. Apalagi seorang diantaranya adalah gadis cantik dengan baju biru muda yang agak ketat, yang bentuk tubuhnya ramping dan indah sekali.
"Aku yakin, lelaki itu pasti Pendekar Rajawali Sakti, Rantai Baja." ujar si Tongkat Merah Samber Nyawa agak berbisik.
"Hmmm... dari ciri-cirinya, dia memang mirip dengan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, apa mungkin dia sekarang berada di sini...?" sambut Iblis Rantai Baja bernada ragu-ragu.
"Kau ingat, Rantai Baja. Pendekar Rajawali Sakti sekarang sedang mengembara. Dia itulah orangnya," kata Tongkat Merah Samber Nyawa, "Coba kau lihat pedang di punggungnya. Tangkai pedang itu berbentuk kepala burung. Dan dia juga memakai baju putih tanpa lengan. Tampan dan gagah sekali dia. Aku yakin, dia pasti Pendekar Rajawali Sakti."
"Lalu, siapa gadis yang bersamanya?" tanya Ibis Rantai Baja sambil menatap gadis cantik berbaju ketat itu.
"Dia pasti Pandan Wangi si Kipas Maut. Pendekar Rajawali Sakti memang selalu pergi mengembara bersama si Kipas Maut. Dan mereka seperti tidak bisa lagi dipisahkan," sahut si Tongkat Merah Samber Nyawa.
"Kau yakin itu, Tongkat Merah?"
"Ya, aku merasa yakin kalau dia itu Pendekar Rajawali Sakti."
"Tapi kita harus membuktikannya dulu, Tongkat Merah. Kalau memang sudah benar-benar yakin, baru kita laporkan kepada Kakang Paturakan. Dia pasti senang kalau mendengar Pendekar Rajawali Sakti berada di sini," kata Iblis Rantai Baja.
"Hmm..., kau benar, Rantai Baja. Kita memang harus membuktikannya dulu."
Mereka kemudian terdiam dan terus mengawasi pemuda berbaju rompi putih itu tanpa berkedip sedukit juga. Sedangkan yang diawasi sama sekali tidak menyadari, dan terus saja menikmati hidangannya dengan penuh nikmat. Kedua pengembara itu tidak segera beranjak pergi, meskipun hidangan di atas meja sudah habis berpindah ke dalam perut. Entah apa yang dbicarakan. Saat matahari sudah mulai condong ke arah barat, mereka baru beranjak pergi.
Iblis Rantai Baja dan si Tongkat Merah Samber Nyawa pun segera bergegas mengikuti dua orang anak muda yang diyakini sebagai Pendekar Rajawal Sakti dan si Kipas Maut, yang selama beberapa hari ini selalu dicari-cari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
72. Pendekar Rajawali Sakti : Korban Ratu Pelangi
AcciónSerial ke 72. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.