BAGIAN 3

586 21 0
                                    

"Apa maksudmu menghadang jalanku, Pertapa Gua Biru?" tanya Adipati Paturakan agak ketus.
"Seharusnya kau sudah tahu jawabannya, Paturakan. Selama aku masih hidup, kau tidak bisa berbuat seenakmu," sahut Pertapa Gua Biru, dingin.
"Hh! Seharusnya waktu itu aku tidak memberimu kesempatan hidup, pertapa edan!" dengus Adipati Paturakan.
"He he he...! Itu salahmu sendiri, Paturakan. Dan sekarang aku akan membalas kekalahanku waktu itu. Hanya seorang diri, kau seperti anak ayam kehilangan induknya"
"Setan...! Keluarkan semua kesaktianmu, pertapa gila!" bentak Adipati Paturakan berang.
"He he he...!"
"Hep!"
Adipati Paturakan langsung menyiapkan jurusnya. Kedua tangannya merentang ke samping seraya menarik kaki kanannya ke belakang. Lalu tubuhnya direndahkan hingga kedua lututnya tertekuk. Sementara, Pertapa Gua Biru masih tetap berdiri tegap dengan tangan kanan menggenggam erat tongkat kayu yang menekan kuat ke tanah di ujung jari kakinya.
"Kali ini kau tidak akan kuberi ampun, Pertapa Gua Biru...," desis Adipati Paturakan dingin. "Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, Adipati Paturakan melompat sambil mengebutkan kedua tangannya bergantian. Begitu cepatnya kebutan itu, sehingga tangannya seperti menjadi banyak. Sedangkan si Pertapa Gua Biru langsung melompat ke belakang, sambil memutar tongkatnya ke depan. Namun tanpa diduga sama sekali, Adipati Paturakan melenting ke atas, hingga melewati kepala laki-laki tua berjubah biru itu.
"Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, si Tangan Api menghentakkan tangan kanan ke arah kepala Pertapa Gua Biru. Begitu cepat pukulannya, sampai Pertapa Gua Biru jadi terperangah setengah mati.
"Hait...!"
Buru-buru dia mengebutkan tongkat kayunya ke atas, melindungi kepalan dari pukulan maut yang dilepaskan si Tangan Api. Tanpa dapat dielakkan lagi, pukulan yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi itu langsung membentur keras tongkat kayu yang berkelebat cepat.
Trak!
"Hih...?!"
Pertapa Gua Biru jadi terperanjat setengah mati ketika tiba-tiba dirasakan tangannya menjadi panas seperti terbakar, begitu tongkatnya membentur tangan Adipati Paturakan. Maka cepat-cepat dia melompat ke belakang beberapa langkah. Pada saat itu, Adipati Paturakan sudah kembali menjejakkan kakinya di tanah. Langsung dilepaskannya dua pukulan beruntun ke arah dada laki-laki tua pertapa berjubah biru itu.
Serangan yang begitu cepat ini membuat si Pertapa Gua Biru kewalahan. Dia meliuk-liukkan tubuhnya, menghindari setiap pukulan yang datang secara beruntun. Bahkan sebelum sempat menarik tubuhnya tegak kembali, Adipati Paturakan sudah melepaskan satu tendangan yang sangat keras dan menggeledek. Begitu cepatnya tendangan si Tangan Api hingga Pertapa Gua Biru tidak sempat lagi mengambil tindakan menghindar. Dia hanya bisa mengibaskan tongkatnya, mencoba menangkis tendangan dahsyat menggeledek itu. Tapi....
"Hih!"
Trak!
Begitu kerasnya tendangan yang dilancarkan Adipati Paturakan, sehingga Pertapa Gua Biru terhuyung-huyung ke belakang. Dan, kedua bola matanya jadi terbeliak lebar, begitu tongkatnya sudah patah menjadi dua bagian.
"Ha ha ha...!" Adipati Paturakan tertawa terbahakbahak.
"Phuih!"
Sambil menyemburkan ludahnya, Pertapa Gua Biru membuang tongkatnya yang sudah patah. Lalu, dari balik jubahnya dikeluarkan sebuah pedang yang berkilatan memancarkan cahaya keperakan. Pertapa Gua Biru langsung menyilangkan pedangnya di depan dada. Sedangkan Adipati Paturakan masih tetap berdiri tegak, dengan mata tidak berkedip menatap mata pedang yang memancarkan cahaya keperakan dan gemerlapan itu.
"Hiyaaa...!"
Wuk!
Sambil berteriak keras menggelegar, Pertapa Gua Biru langsung melompat menyerang, mengibaskan pedangnya beberapa kali dengan kecepatan bagai kilat Adipati Paturakan pun berjumpalitan, meliuk-liukkan tubuhnya menghindari setiap tebasan pedang bercahaya keperakan itu.
Tampaknya Pertapa Gua Biru tidak mau memberi kesempatan pada si Tangan Api untuk balas menyerang. Dengan jurus-jurus yang cepat dan dahsyat, dia terus mencecar, mengurung rapat setiap ruang gerak yang dimiliki si Tangan Api. Namun, sampai beberapa jurus berlalu, belum juga dia berhasil mendesak Adipati Paturakan. Bahkan, setiap serangan-serangan yang dilancarkannya selalu berhasil dimentahkan dengan mudah.
Meskipun lawannya hanya bertangan kosong dan berusia lebih muda, Pertapa Gua Biru tampaknya mengalami kesulitan untuk mendesak, apalagi menjatuhkannya. Beberapa kali pula dia hampir kecolongan. Jurus-jurus yang dimiliki Adipati Paturakan memang sangat sulit diterka arahnya. Bahkan gerakan-gerakan tubuhnya begitu lentur dan cepat sekali.
Walau sudah didesak dengan kepungan pedang yang begitu cepat, masih saja Adipati Paturakan berhasil melepaskan diri beberapa kali. Bahkan beberapa kali pula dia berhasil melancarkan serangan balasan yang begitu dahsyat, membuat Pertapa Gua Biru makin kewalahan.
"Hup! Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Adipati Paturakan melentingkan tubuhnya ke udara dengan cepat bagai kilat, tepat di saat Pertapa Gua Biru mengebutkan pedangnya ke arah kaki. Dan ini membuat si Pertapa Gua Biru jadi terperangah tidak menyangka sama sekali.
Namun, sebelum dia sempat menyadari apa yang terjadi, secara tak terduga Adipati Paturakan sudah meluruk deras sambil melepaskan satu tendangan keras menggeledek ke punggung laki-laki tua berjubah biru itu.
"Yeaaah...!"
Des!
"Akh...!" Pertapa Gua Biru terpekik keras.
Tendangan yang dilepaskan Adipati Paturakan tepat mendarat di punggungnya. Laki-laki tua berjubah biru itu pun terjerembab mencium tanah. Namun, dia cepat menggelimpangkan tubuhnya, sebelum si Tangan Api bertindak lebih jauh lagi. Bergegas dia melompat bangkit berdiri, meskipun agak terhuyung saat kakinya menjejak tanah kembali. Tampak dari sudut bibirnya mengalir darah agak kental. Pertapa Gua Biru menyeka darah di sudut bibirnya dengan punggung tangan kiri.
Bet!
Pada saat yang sama, Adipati Paturakan memutar tangan kanannya ke belakang. Dan, begitu tangan itu kembali tersilang di depan dada, tampak sebuah tameng berbentuk persegi enam sudah berada di punggung tangan kanannya. Tameng berwarna kuning keemasan itu setiap ujungnya menyerupai mata panah yang sangat runcing dan tajam.
Tameng itu memancarkan cahaya yang sangat menyilaukan, membuat Pertapa Gua Biru harus menyilangkan tangan kirinya, menutupi matanya yang mendadak terasa pedih. Sebelum dia bisa berbuat lebih jauh lagi, tiba-tiba saja si Tangan Api sudah melompat cepat bagai kilat sambil berteriak keras menggelegar.
"Hiyaaat...!"
Wuk!
"Hih."
Pertapa Gua Biru cepat-cepat mengebutkan pedangnya, begitu Adipati Paturakan mengibaskan tangannya yang bertameng itu. Sehingga....
Trang!
Bunga api langsung memercik ke segala arah begitu pedang Pertapa Gua Biru menghantam bagian tengah tameng si Tangan Api. Tapi, satu keajaiban tiba-tiba saja terjadi.
"He..?!"
Pertapa Gua Biru terperanjat setengah mati. Pedangnya tidak bisa lagi ditarik. Mata pedangnya menempel kuat pada bagian tengah tameng keemasan itu. Dan, sebelum dia sempat menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba saja....
"Hih! Hiyaaa...!"
Cepat sekali Adipati Paturakan melompat sambil melepaskan satu tendangan yang sangat keras dan menggeledek ke arah dada Pertapa Gua Biru. Begitu cepat dan dahsyatnya tendangan itu sehingga Pertapa Gua Biru tidak punya kesempatan lagi untuk menghindar. Dan...
Bekh!
"Aaah...!"
Satu jeritan panjang melengking tinggi terdengar begitu menyayat ketika tendangan kaki si Tangan Api mendarat telak di dada Pertapa Gua Biru. Tak pelak lagi, tubuh laki-laki tua berjubah biru itu langsung terpental sejauh dua batang tombak ke belakang. Dan dia tidak bisa lagi mempertahankan pedangnya yang melekat erat pada tameng keemasan di tangan kanan Adipati Paturakan.
"Hih! Yeaaah...!"
Secepat tangan kirinya mencabut pedang yang melekat pada tamengnya, secepat itu pula Tangan Api melemparkannya ke arah Pertapa Gua Biru yang masih menggeletak telentang di tanah. Pedang itu meluncur deras bagai kilat ke arah dada laki-laki tua berjubah biru itu.
Wusss...!
Crab!
"Aaa...!"
Memang terlalu sulit untuk dapat menghindar lagi. Pertapa Gua Biru harus menerima pedangnya sendiri dengan dadanya. Pedang itu langsung menghunjam dalam ke dada yang sudah tak terlindung itu. Darah langsung memuncrat dari mulutnya. Hanya sebentar Pertapa Gua Biru mengejang, kemudian dia terkulai lemah, menggeletak di tanah dengan pedangnya sendiri terhunjam di dada.
Adipati Paturakan berdiri tegak. Dia sudah menyimpan kembali tamengnya di punggung. Beberapa saat dipandanginya tubuh Pertapa Gua Biru yang sudah menggeletak tak berkutik lagi.
"Hhhh...! Kau sudah memilih cara kematianmu sendiri, Pertapa Goa Biru," dengus Adipati Paturakan dingin.
Perlahan dia memutar tubuhnya dan menghampiri kudanya yang sudah menggeletak tak bernyawa. Beberapa saat dia memandangi kudanya. Kemudian terdengar suara tarikan napas yang begitu panjang dan terasa berat. Sekilas dia melirik tubuh Pertapa Goa Biru yang menelentang tak bergerak.
"Hup!"
Tiba-tiba saja Adipati Paturakan melompat pergi dengan mengerahkan llmu meringankan tubuhnya. Begitu tinggi ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, sehingga dalam sekejap sudah tidak terlihat lagi bayangannya. Tinggal si Pertapa Goa Btru dan kuda putih menggeletak tak bergerak-gerak lagi di tanah. Dan, tak seorang pun menyaksikan pertarungan itu.

72. Pendekar Rajawali Sakti : Korban Ratu PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang