-Naruto's side-

762 31 0
                                    

Tampak seorang pemuda berambut kuning jabrik, berkulit tan, bermata shappire blue, dan jangan lupakan tiga buah garis di masing-masing pipinya yang terlihat menyerupai kumis kucing, tengah bersantai di ruang kerjanya. Terlihat begitu menikmati waktu istirahat siangnya yang hanya sebentar itu.

‘Haahh…indahnya hidup jika bisa bersantai seperti ini. Apalagi kalau ditemani beberapa mangkuk ramen,’ batin pemuda itu.

Bahkan saat ini ia tengah menampilkan cengiran rubah khasnya karena membayangkan ramen yang menjadi makanan favoritnya itu. Tak lupa setitik air liur menetes di sudut kiri bibirnya.

Dering telepon berhasil menyentakkan dirinya dari lamunan yang menggugah selera itu. Segera sang pemuda beranjak dari sofa berwarna jingga yang selalu dijadikannya sebagai tempat istirahat, lalu melangkah mendekati meja kerjanya yang berjarak dua meter dari sofa untuk mengangkat telepon yang memang terletak di meja itu.

“Ya, halo?” ucapnya begitu mengangkat gagang telepon dan menempelkan tepat di telinganya.

“…”

“Langsung bawakan ke ruanganku saja kalau begitu!” titahnya tanpa menyembunyikan raut senangnya.

Seorang gadis berambut indigo yang panjangnya mencapai pinggang tengah berdiri di depan pintu sebuah ruangan. Jangan lewatkan iris lavender yang selalu memberikan tatapan penuh kelembutan, pipi chubby, hidung mancung dan kulit putih mulus, sangat sempurna.

Suara ketukan terdengar dari pintu kayu bercat hitam. Setelah mendapat seruan dari dalam ruangan di balik pintu di depannya itu, gadis yang berprofesi sebagai sekretaris itu segera membuka kenop pintu tersebut.

“P-permisi, U-Uzumaki-san,” sapa sang gadis yang notabene pemalu itu pada pemuda pirang yang menjabat sebagai atasannya.

“Ah, Hinata-chan! Masuklah!” Gadis bernama Hinata itu segera memasuki ruangan. “Sudah berapa kali kukatakan, panggil nama kecilku saja.”

Hinata hanya menampilkan senyum manisnya tak lupa dengan semburat merah tipis yang memang sejak tadi sudah bertengger di wajah cantiknya.

Sambil menekan rasa malunya, Hinata melangkah mendekati atasannya itu. Di tangannya membawa kotak bekal yang dilapisi kain berwarna jingga, warna kesukaan pemuda pirang di hadapannya.

“I-ini. Bibi Kushina minta maaf ka-karena tidak bisa memberikan bekal ini langsung pa-padamu,” ujar Hinata seraya menyerahkan kotak bekal pada si empunya.

“Waahh…kebetulan aku memang sudah sangat lapar!” seru Uzumaki tunggal itu senang dan segera menarik Hinata ke arah sofa yang sempat ditempatinya tadi. “Ayo, kita makan bersama-sama, Hinata-chan!” ajaknya sambil membuka bekal buatan ibunya.

“Ta-tapi___”

“Kau dilarang keras untuk menolak kali ini! Ayolah, kita sudah lama tidak makan bersama, kan?” bujuknya.

“Tapi, Na-Naruto-kun___”

“Tidak ada tapi-tapian lagi. Sekarang buka mulutmu! Aaa~”

Mau tak mau akhirnya Hinata membuka mulutnya ketika Naruto, pemuda itu, menyodorkan makanan tepat di depan bibir mungilnya. Naruto menampilkan senyum lebarnya.

Keduanya sudah lama saling mengenal. Namun karena suatu alasan, Hinata harus pergi ke luar negeri dan bersekolah di sana. Sehingga mereka harus berpisah selama beberapa tahun lamanya. Tanpa saling melakukan kontak sama sekali. Tetapi tampaknya, takdir berbaik hati pada mereka. Keduanya dipertemukan kembali di tempat kerja yang sama. Dan kebetulan, perusahaan itu memang milik pemuda pirang tersebut, Uzumaki Naruto.

Dan kini di sinilah mereka, Naruto sebagai atasan, dan Hinata yang bekerja sebagai sekretarisnya.

Sejak dulu Naruto sudah memendam rasa pada gadis pemalu bernama lengkap Hyuuga Hinata itu. Ia selalu suka setiap kali melihat rona merah di wajah gadis itu, dan ketika gadis itu tergugup karenanya.

“Yo, Hinata-chan! Aku akan mengantarmu pulang nanti.”

Setelah mendengar perkataan pemuda pirang tersebut, sontak Hinata menolehkan kepalanya untuk menatap wajah sang pemuda. Baru saja dirinya bersiap ingin menolak, pemuda itu langsung memberi interupsi padanya.

“Pokoknya, setiap hari aku yang akan mengantar-jemputmu. Kita akan berangkat ke kantor dan pulang bersama! Dan kau harus mau! Aku tidak menerima penolakan!” putus pemuda itu sesuka hatinya.

“Ta-tapi, Naruto-kun, bu-bukankah itu akan merepotkanmu?” ungkap Hinata tak enak hati.

“Tidak! Tentu saja tidak! Siapa yang bilang begitu? Lagipula, ini memang kemauanku sendiri.”

“Ba-baiklah, terserah kau saja, Na-Naruto-kun,” ucap Hinata pasrah. Mau bagaimana lagi, ditolak sekeras apapun, pemuda itu pasti akan tetap memaksanya.

“Yeah!” sorak Naruto. “Oh iya, Hinata-chan. Kenapa waktu itu kau tiba-tiba pindah ke luar negeri? Sudah begitu, tidak pamit padaku,” Naruto tampak cemberut mengingat kejadian beberapa tahun silam tersebut.

“Eh? Bu-bukankah sudah kukatakan, a-aku ke sana karena mendapat be-beasiswa,” jawab Hinata tanpa menatap sang lawan bicara.

“Benarkah? Kau yakin? Apa bukan karena ada hal lain yang membuatmu pergi?” selidik Naruto sambil memberikan tatapan jahil kepada gadis yang sejak lama dicintainya itu.

“Ma-maksud Naruto-kun?” Takut-takut Hinata menatap manik biru milik Naruto.

“Waktu itu, kau melihatku berpelukan dengannya bukan? Kau merasa cemburu. Dan karena kesalahpahaman itulah kau pergi meninggalkanku tanpa pamit. Kau menyukaiku kan, Hinata-chan?”

Dan detik itu juga kedua pipi chubby gadis Hyuuga tersebut dibayangi oleh semburat kemerahan yang membuat wajahnya semakin tampak menggemaskan.

Ya, Naruto tahu betul bahwa selama ini gadis yang dicintainya itu memendam rasa yang sama dengan dirinya.

Tbc~

______________________________________________

Vote or Comment?

Makasih buat yang udah bersedia mampir di ff-ku :’)

Man in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang