Hari yang cerah, sangat cocok untuk berjalan-jalan menghirup udara segar di pagi hari sambil menikmati pemandangan. Taman Konoha menjadi salah satu tempat yang tepat untuk dinikmati. Pada saat jam kerja seperti ini, suasana taman pastilah sangat sepi. Paling hanya ada beberapa orang saja yang berlalu-lalang.
Tampaknya pemuda tampan berambut hitam klimis yang dipadukan dengan manik onyx itu pun tak ingin melewati suasana tenang di taman itu. Dengan kamera SLR yang menggantung di lehernya, sesekali ia membidikkan arah fokus kameranya pada objek alam yang menarik menurutnya. Pemuda tampan itu tampak menikmati apa yang tengah dikerjakannya saat ini. Hingga tak menyadari seseorang–atau mungkin dua orang–menghampiri dirinya dari arah belakang.
“Yo, Sai!” sapa seorang pria bermasker dengan rambut perak yang melawan arah gravitasi, menepuk bahunya dari belakang.
“Ah, Kakashi-sensei,” balas sang pemuda yang rupanya bernama Sai itu sambil menampilkan senyum–yang menurut orang terlihat aneh–yang menjadi khasnya.
“Wah, beruntung sekali bisa bertemu denganmu di sini,” merasa tak mendapat respon dari pemuda penuh senyum itu, Kakashi kembali melanjutkan, “Perkenalkan, ini salah satu muridku di Konoha University,” ujarnya menunjuk ke arah seorang gadis pirang berkuncir ala ponytail dengan poni yang menutupi sebagian wajahnya, serta beriris aquamarine. Dan jangan lewatkan tubuh langsing dan wajah cantiknya, bagaikan boneka barbie.
“Aku Yamanaka Ino, salam kenal.”
“Hm, aku Sai,” balas Sai masih menampilkan senyuman khasnya.
‘Aneh,’ batin sang gadis.
“Sai ini salah satu muridku dari jurusan fotografi. Dia baru saja lulus tahun lalu. Tapi biarpun begitu, dia sudah bekerja di rumah produksi tempatku bekerja sebelum dirinya menyelesaikan pendidikannya. Dan dia merupakan fotografer muda berbakat. Kalau kau ingin belajar fotografi, Sai adalah orang yang tepat,” jelas Kakashi pada gadis di sampingnya.
“Apa gadis ini dari jurusan fotografi juga, Sensei?”
“Tidak. Sebenarnya, Ino dari jurusan sastra, hanya saja dia bilang ingin belajar mengenai fotografi.”
“Ah, souka. Apa yang membuatmu tertarik pada fotografi, Nona?” kini atensinya beralih pada gadis pirang di hadapannya.
“Ah, maaf. Sepertinya aku harus pergi sekarang. Ino, kau belajarlah pada Sai. Sai, aku menitipkan Ino padamu. Jaa ne,” pamit Kakashi meninggalkan sepasang muda-mudi itu.
“Sebenarnya tidak ada alasan khusus. Ayahku memberikanku sebuah kamera belum lama ini, tapi aku tidak mengerti cara menggunakannya,” jelas Ino, menjawab pertanyaan yang tadi sempat diajukan oleh Sai.
“Boleh kulihat kameramu?”
Ino segera menyerahkan kamera yang memang sejak tadi berada di genggamannya.
Dengan serius Sai memeriksa dan mengatur kamera milik Ino. Sesekali pula ia mencobanya untuk mengetes.
“Coba kau ambil gambar nenek yang sedang duduk di sana.” Sai menunjuk ke arah seorang nenek yang tengah menghirup udara segar di bawah pohon besar yang rindang.
“Baiklah.”
Sai kembali mengambil alih kamera Ino untuk melihat hasil jepretan gadis itu.
“Sedikit ngeblur. Kau coba sekali lagi. Ambil fokus yang benar,” komentarnya.
“Baik.” Ino mencoba sekali lagi
Dan lagi, pemuda itu melihat hasil jepretan kedua yang diambil Ino.
“Masih sama.”
“Eh? Masa? Coba sini kulihat!” Ino merebut kameranya dari tangan Sai. Dahinya mengerut sedikit. “Mana? Tidak blur, kok.”
“Coba perhatikan baik-baik!”
“Aku sudah memperhatikannya sejak tadi,” tukas Ino.
“Lihat yang benar, Jelek,” ujar Sai tak mau kalah, sambil menampilkan fake smile miliknya.
“H-hei!” protes Ino karena dikatai jelek oleh pemuda yang menurutnya tampan, tapi sayangnya sangat aneh itu.
“Kau ingin belajar, bukan? Dengarkan saja apa kataku. Sekarang kau coba lagi sampai mendapatkan hasil yang lumayan!” perintah Sai tanpa melepaskan senyumannya.
“Baiklah.” Ino mendengus kesal dengan sikap pemuda berkulit pucat itu. “Mau kemana?” Tanyanya ketika melihat Sai beranjak dari tempatnya.
“Aku mau mencari objek yang bagus. Kau teruslah berlatih,” Sai pun meninggalkan Ino yang cemberut, kesal karena ditinggalkan.
Tanpa sepengetahuan Ino, Sai berdiri dengan jarak yang tak jauh darinya. Pemuda itu membidik kameranya ke arah Ino yang tengah serius mengambil gambar. Beberapa gambar Ino telah didapatkannya. Ia kembali ke tempat Ino.
“Eh? Cepat sekali? Memangnya sudah mendapatkan objek yang bagus itu?” tanya Ino heran.
“Hn,” balas Sai dengan senyum “Kenapa kau tidak jadi model saja?”
“Menurutmu aku bisa?” balas Ino masih fokus pada pengambilan gambarnya.
“Aa. Tubuhmu lumayan bagus, kurasa kau juga memiliki bakat untuk menjadi model.”
“Benarkah? Mungkin aku bisa mencobanya. Dan, hei! Tubuhku ini memang bagus, bukan hanya lumayan!” sesaat Ino mengalihkan pandangannya untuk menatap Sai tajam, namun kembali terfokus pada ‘latihannya’.
“Kalau begitu, jadilah modelku.”
“Baik. Tidak masalah.”
“Jadilah pacarku.”
“Baik. Tidak masalah.” Sejenak keheningan terjadi.
“A-apa?!” atensi Ino kini sepenuhnya terarah pada sosok pemuda di sampingnya yang saat ini tengah tersenyum. Senyum tulus, bukan senyum aneh yang sejak tadi diperlihatkannya. Ino merasa wajahnya mulai memanas.
Ah, Sai memang sudah tertarik pada gadis itu sejak awal perkenalan mereka tadi. Love at the first sight, eh?
Fin~
____________________________________________________________________________________________
Terima kasih buat yang bersedia mampir di fanfic-fanficku~ :’)
Vote or Comment?
KAMU SEDANG MEMBACA
Man in Love
Non-Fiction5shoot Summary : Lima pemuda tampan dan sukses, dengan profesi yang berbeda mengalami sebuah gejolak rasa yang sama. Rasa yang mampu membuat jantung mereka berdetak lebih cepat dari biasanya. Rasa yang mampu membuat mereka berharap-harap cema...