Angelia Rahee dibuat terkejut sesaat kembali ke kamar inap Bimo. Bimo yang tak lain adalah adik satu-satunya, tengah mengacaukan wajahnya sendiri menggunakan kuas eyeshadow. Koper makeup milik Rahee digeledah oleh Bimo untuk dia aplikasikan sendiri. Alhasil kini Bimo terlihat persis seperti badut. Oh astaga, tawa gadis berparas cantik itu nyaris meledak.
"Apa hari ini ada yang istimewa?" tanya Rahee.
Bimo menyodorkan ponselnya yang sedang memutarkan video musik sebuah band. Band tersebut mengenakan riasan yang menyerupai konsep monster. Kenapa menyeramkan sekali?
"Band ini hebat, kan?"
"Mereka siapa?" mata Rahee menyipit pada layar ponsel, penasaran.
"Mereka adalah HEXID! Band paling populer di Indonesia! Oh, tidak, tidak. Aku yakin mereka juga terkenal di luar negeri."
Bimo sekarang menjelaskan satu per satu nama dari personel HEXID. Jujur Rahee pening, sebab Bimo turut menggerakan kedua tangannya seperti memainkan drum khayalan. Dan ya, pria panutan adiknya adalah seorang drumer berkulit putih pucat yang lumayan tampan. Garis bawahi, jika bagi Rahee lumayan tampan maka artinya wajah pria itu berada di atas rata-rata. Rahee terlalu kaku dengan pria, sehingga mengakui ketampanan seseorang saja dia enggan.
"Kau ingin jadi drumer?"
Bimo menjerit antusias, "Iya! Tapi... apakah bisa?"
"Tentu saja. Kau itu pintar seperti aku." puji Rahee sekaligus memuji dirinya sendiri. "Maka dari itu kau harus cepat sembuh. Nanti aku akan carikan tempat kursus musik terbaik. Kau mau?"
"Mau! Terima kasih, kak!" Pekiknya senang. Panggilan 'kak' dari Bimo sangatlah jarang terdengar. Mungkin hanya terucap jika Bimo sedang menginginkan sesuatu atau permintaannya dituruti, misalnya saja barusan.
Pun Rahee mendengarkan Bimo berceloteh seraya membersikan wajah itu dari coretan eyeshadow. Hari ini Rahee memang sengaja membawa koper makeup, karena dia akan mendandani temannya yang akan bertunangan. Pekerjaan Rahee bukan satu dua, mengingat dia perlu uang ekstra guna biaya berobat Bimo, jadilah dia memiliki segudang pekerjaan. Beruntung lelahnya terbayarkan melihat Bimo mulai bersemangat.
"Kau tahu tidak?" tanya Bimo, membuyarkan lamunan Rahee.
"Tentu saja tidak. Aku bukan peramal jika kau lupa."
"Huh, menyebalkan."
"Aku bercanda. Ada apa memangnya? Ayo, ceritakan padaku."
Bimo tersenyum kecil, "Hmmm aku rasa berhenti sekolah adalah ide yang tepat. Maksudku, akibat penyakitku aku bisa menemukan cita-citaku. Bukankah di jaman sekarang sulit menemukan passion di umur 10 tahun?"
Koreksi. Bukan berhenti sekolah, lebih tepatnya Bimo dikeluarkan. Pihak sekolah kewalahan karena Bimo terlalu sering absen lantaran penyakit kanker darahnya. Dua bulan ini adalah absen terpanjang Bimo. Dan Rahee sama sekali tidak bisa protes atas keputusan dari pihak sekolah.
"Aku bahkan baru menemukan cita-citaku ketika lulus SMA. Kau luar biasa, Bimo kecilku yang manis," Rahee menepuk-nepuk bokong itu usil. Tebakannya pun terjadi, yaitu Bimo berteriak kesal. Bimo paling tidak suka jika dirinya dianggap anak kecil.
"Aku sudah 10 tahun. Jangan memperlakukanku seperti itu."
Tigkah Bimo mengundang tawa para pasien lain. Ya, Bimo menempati kamar kelas III di Rumah Sakit Permata Kasih. Kamar ini baru terisi empat dari enam pasien yang kesemuanya begitu akrab.
"Makanlah ini, anakku yang dewasa. Makan yang banyak."
"Terima kasih, Bibi Miran," Bimo tersenyum lebar ketika Bibi Miran menyuapinya potongan apel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped By The Devil
FanfictionAngelia Rahee terjebak disebuah tempat bernama Black Diamond. Dikenal sebagai yayasan para politisi dan penggiat hiburan, nyatanya Black Diamond melakukan transaksi untuk pelacuran. Di sanalah Angelia bertemu Sean Ivano, drumer Band HEXID yang digil...