Sepanjang mengikuti proses lelang, Rahee berdecak penuh kagum. Lukisan yang terkesan biasa dapat terjual dengan harga puluhan juta sampai ratusan juta rupiah. Setiap lukisan diberi nomor dan di mata Rahee semua tidak lebih dari gambar abstrak, persis coretan anak-anak. Dia tergelitik sendiri akan penilaiannya. Rasanya dia betulan tak memiliki jiwa seni. Sesekali juga membandingkan, dengan harga sefantastis itu bukankah lebih baik dipakai untuk membeli rumah atau barang yang sekiranya masuk akal?
Satu per satu dari 30 gadis yang duduk besama Rahee pun pergi –total sudah delapan orang. Mereka ditempatkan di ruangan besar bersama 30 pria. Hal yang mencolok adalah semua pria yang berada di depan Rahee berpakaian jas hitam rapih, memakai earpiece di telinga, lalu memiliki laptop di masing-masing meja. Entah hanya perasaan Rahee saja, tetapi batinnya gusar karena ketimbang menilik lukisan, para pria justru lebih sering memerhatikan dirinya dan gadis-gadis yang tersisa. Terus bergantian antara layar laptop dan para gadis. Rahee jauh dari kata nyaman.
"Lukisan bernomor sembilan terjual dengan harga tertinggi! 200 juta!" MC acara memekik senang.
Sepersekian detik kemudian seorang staf menyapa Rahee sopan, "Mari, Nona Rahee. Silahkan ikut bersama saya."
Mata Rahee dan Lia bertemu dari jarak jauh. Mereka duduk terpisah. Pun Lia memberikan anggukan kecil sekaligus bergumam, "Maaf."
Tunggu, apa Rahee salah mengartikan gerak bibir Lia barusan? Untuk apa temannya meminta maaf?
Dengan ragu Rahee mengekor pada staf yang berjalan melalui pintu belakang. Sepatu hak tinggi milik Lia yang dirinya kenakan mendadak saja terhenti. Rahee disambut oleh mobil golf beserta pemandangan menakjubkan. Siapa yang akan mengira jika halaman belakang yayasan Black Diamond adalah jejeran paviliun mewah. Setiap paviliun berjarak 200 meter yang dibatasi oleh pohon dan lampu taman. Rahee lagi-lagi bingung bagaimana cara orang kaya berpikir.
"Boleh saya bertanya? Anda akan membawa saya kemana?" tanya Rahee sesaat mobil golf buggy dihidupkan.
Si staf tertawa, "Oh, maaf. Selama dua tahun yayasan beroperasi, baru kali ini saya mendengar pertanyaan seperti tadi."
"Apa semacam wawancara?"
"Bisa dibilang demikian. Memang harus saling mengenal terlebih dahulu satu sama lain."
Sekarang si driver menyela, "Agar inti permainan semakin menyenangkan."
Mereka berdua pun cekikikan.
Mobil akhirnya berhenti di paviliun paling pojok, lebih elegan dan besar dibandingkan yang lainnya. Sekilas terdengar gemercik air kolam dari arah dalam.
"Enjoy your night, Miss Rahee."
Mereka berdua berlalu, tergantikan oleh sosok pria muda yang keluar dari dalam paviliun. Dengan rambut super basah, pria tersebut mematung di ambang pintu paviliun. Matanya menatap Rahee tajam, sampai-sampai butuh beberapa detik bagi Rahee untuk sadar kalau si pria hanya mengenakan kimono mandi. Rahee segera menunduk.
"Kau menunggu apa di sana? Pangeran berkuda?" suara berat menyindirnya. Siluet tampan dari sosok itu nampak walau di remang malam sekalipun.
"T-tidak, Tuan. Perkenalkan nama saya Angelia Rahee," menjawab tanpa mendongak menjadi pilihan. Bagaimanapun Rahee menilai situasi ini memalukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped By The Devil
FanfictionAngelia Rahee terjebak disebuah tempat bernama Black Diamond. Dikenal sebagai yayasan para politisi dan penggiat hiburan, nyatanya Black Diamond melakukan transaksi untuk pelacuran. Di sanalah Angelia bertemu Sean Ivano, drumer Band HEXID yang digil...