DASAR BOS NYEBELIN!

2.1K 134 3
                                    

BEBERAPA TAHUN YANG LALU.

Joda si gadis bar-bar, begitu panggilannya. Tidak perduli seberapa sering orang-orang mencoba untuk menjatuhkannya, menekannya, bahkan menjebaknya, Joda tetap berdiri tegak meninggikan dagunya.

"Aww!" Joda berseru kesakitan saat teman sebangkunya memukul belakang kepalanya.

"Lo ngayal lagi, ya?" Pemuda yang duduk di sebelahnya itu berdecak tak percaya.

Kata-kata di paragraf pertama itu palsu teman-teman! Joda itu lebih memilih menghindar dan mengalah saat orang-orang mulai mengusiknya karena penampilannya.

"Kenapa, sih?! Emang gue enggak boleh ngayal apa?!" Joda mendengus sebal.

"Boleh. Tapi masalahnya, lo itu cuma berani ngayal sama berani ngelawan gue doang." Egi, si pemuda yang duduk di sebelah Joda itu sudah menghafal tabiat teman sebangkunya. Sebab mereka telah menjadi teman sebangku abadi sejak TK.

"Lo kasih gue dukungan moral kek, Gi." Joda melipat tangannya diatas meja sebelum menyandarkan kepalanya ke atas sana.

"Percuma. Lo sendiri aja kabur. Ngapain gue buang-buang tenaga dan belain lo?" Egi memutar bola matanya sebal.

"Yang jadi masalahnya, fisik gue itu enggak ngedukung buat gue jadi sombong, Gi." Joda berujar dengan putus asa.

"Lo enggak harus sombong kan buat ngadepin orang-orang itu?"

"Ya, terus? Gue harus apa?" Joda semakin terdengar putus asa.

Joda adalah seorang gadis yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja, sekolah di sekolah biasa, tetapi memiliki penampilan yang terlalu jauh untuk dikatakan biasa. Berbeda dengan Egi, sahabatnya. Egi adalah seorang pemuda tampan super tajir yang tak sengaja masuk ke sekolah itu karena permintaan Joda.

Bukan. Bukan ia tak mensyukuri apa yang Tuhan berikan kepadanya. Tetapi pandangan masyarakat yang menjadikan standar kecantikan dengan kulit putih, hidung mancung, dan rambut panjang bergelombang itu terlalu mendorongnya jauh dari standar penampilan yang bisa disebut "biasa" oleh teman-teman sekolahnya.

Joda hanya beruntung karena ia memiliki Egi di sebelahnya. Pemuda itu tak pernah mempermasalahkan penampilannya meski mantan-mantan kekasihnya pasti pernah membully Joda. Dan beruntungnya lagi, keluarga Egi kelewat baik kepadanya hingga membiarkan Joda berteman dengan Egi tanpa memandang status sosial mereka.

"Yaudah, kalo gitu lo ngerawat diri lo, lah," usul Egi pada akhirnya.

"Itu butuh duit kali, Gi." Joda makin terlihat frustasi. "Jajan gue aja cuma cukup buat jajan Es sama naik angkot."

"Lo aja seringnya nebeng sama gue." Egi mendengus sebal saat Joda terkekeh di hadapannya.

"Heh, Gimbal." Seorang gadis yang berasal dari perkumpulan anak-anak populer tiba-tiba saja menghampiri meja mereka.

Tidak ada kecanggungan antara gadis itu ketika membully Joda di hadapan Egi. Sebab Egi memang tak pernah terang-terangan membela Joda meski mereka berdua selalu menempel kemana-mana. Kecuali saat Egi dating dengan pacarnya, mereka baru terpisah.

"I-iya?" jawab Joda.

"Ck! Sialan! Mentang-mentang gue item terus keriting, dia manggil gue gimbal. Kalo gue putih, dia pasti enggak bakalan manggil gue gimbal meskipun rambut gue keriting!" Joda hanya berani memaki di dalam hatinya.

"Beliin gue ciki gih, di kantin." Gadis itu meletakan selembar uang sepuluh ribuan. "Kembalinya ambil aja."

Mendengar penuturan gadis itu, tentu Joda merasa senang bukan main. Hari ini sepertinya ia bisa memakan Cilok sebagai teman Es yang akan ia beli nanti di depan sekolahnya setelah bel pulang berbunyi.

MAROKO AND HER BOSS [LOVE, SAD, PAST #BOOK : 2] ON-HOLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang