💗💗💗
Motor yang dikendarai Tommy menuju rumah sakit. Jalanan pagi itu begitu padat, karena berbarengan dengan para pekerja juga anak sekolah.
Tita tampak gelisah, wajahnya terlihat pucat. Tommy sesekali mengklakson motornya, agar pengendara di depannya mempercepat laju.
"Di rumah sakit mana, Tom?" tanya Tita.
"Rumah Sakit Harapan, Ta. Mana macet banget lagi."
"Iya, duh gue takut nih bokap gue kenapa-napa."
"Udah, loe tenang aja. Kalo udah di rumah sakit mah aman. Udah ada dokter sama suster yang ngobatin."
Tita sedikit lega mendengar ucapan sepupunya barusan. Laju motor Tommy pun semakin cepat saat mulai memasuki jalan besar. Karena di jalan itu kendaraan mulai terbagi. Ada yang ke Selatan, Utara, Barat dan Timur. Sementara mereka berdua menuju arah Selatan.
Saat hendak berbelok ke sebelah kiri, tiba-tiba saja sebuah mobil berkecepatan tinggi hampir menyenggol motor mereka. Tita tak terima, karena Tommy hilang kendali dan mereka nyaris celaka.
"Kejar, Tom! Gila tuh orang bawa mobil kaya kesetanan." Tita menunjuk mobil silver yang baru saja melintas, terlihat mobil tersebut masuk ke pom bensin.
Motor Tommy behenti tepat di depan mobil tersebut. Lalu mereka turun, dan Tita mengetuk jendela di samping kemudi.
"Woy, keluar loe!"
Kaca mobil terbuka setengah, seorang pria berkepala plontos menatap tajam. "Kenapa, kau? Ada masalah?" tanyanya dengan logat Medan.
"Mobil anda hampir nabrak kita."
"Hampir, kan?"
"Iya, tapi tetap saja kau orang bawa mobil membahayakan," sambung Tommy kesal.
Pria di kursi penumpang pun akhrinya turun menemui keduanya. Tita tampak terkejut melihat siapa yang naik di dalamnya. Hanggono, ayah dari pria yang ingin menikahinya kemarin.
"Om?" Kedua mata Tita membulat. Mulutnya seketika mengatup tak percaya.
"Oh, kebetulan sekali. Om tega ya! Setelah menyelakai ayah saya, sekarang Om suruh sopir Om buat celakai saya?" tanya Tita di depan Hanggono. Dugaannya langsung menuju pada Hanggono, penyebab sang ayah masuk rumah sakit. Karena ia tahu betapa sakit hatinya pria itu saat kemarin ayahnya menghancurkan surat perjanjian mereka.
"Maksud kamu apa? Maaf, kalau sopir saya hampir mencelakai kalian."
Tita memukuli pria paruh baya di hadapannya. Yang tak lain adalah ayah kandungnya sendiri. Sambil berteriak-teriak, dengan air mata berurai. Ia kesal karena Hanggono seolah tak tahu apa-apa atas kejadian yang menimpa ayahnya.
"Om jahat! Om tega sudah berusaha mencelakai Ayah saya. Kalau Om mau saya jadi menantu Om. Bukan begini caranya. Menyewa preman untuk memukuli Ayah saya." Tita akhirnya menghentikan tangannya yang sejak tadi memukul dada Hanggono.
Gadis itu mengusap wajahnya yang basah. Air matanya ia tahan agar tak lagi tumpah. Menatap pria paruh baya di depannya yang tampak diam.
Dada Hanggono terasa sesak, bukan karena sakit oleh pukulan gadis itu, melainkan karena wajah Tita saat menangis, mengingatkannya pada wajah mantan sang kekasih, Seruni, Ibu kandung Tita yang selama ini ia telantarkan.
"Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Ayah saya, Om harus bertanggung jawab," ucap Tita lirih sambil naik kembali ke atas motor.
"Ayo, Tom! Nggak ada gunanya kita di sini. Orang-orang kaya mereka memang tak pernah punya hati," ucap Tita lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Kontrak (Tamat)
RomanceSudah tersedia di play store ... ... ... ... ... ... ...