NK 6

2.3K 334 33
                                    


🌼🌼🌼

Getaran di saku celana Tita membuatnya terbangun. Ia merogoh saku celananya. Sebuah panggilan suara dari sang ibu. Ia abaikan karena ia terkejut mendapati tubuhnya sudah berada di atas ranjang. Belum lagi, kaki panjang Daffa mengenai kakinya. Ia terbangun duduk dan melempar bantal ke wajah pria di sebelahnya itu.

Daffa tersentak kaget, seraya mengucek mata ia ikut terbangun. "Kamu apa-apaan sih? Sakit tau!" pekik Daffa kesal.

"Kamu tuh yang apa-apaan, kamu udah ngapain aku?" Tita mendelik, seraya menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Lalu ia mengintip ke dalam, memastikan kalau tak terjadi apa-apa pada dirinya.

Daffa tersenyum kecil, "Pikiran kamu tuh, ngaco. Tau ah, aku masih ngantuk." Daffa kembali berbaring membelakangi Tita seraya memeluk guling.

Tita melotot melihat jam di dinding kamar yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Lalu menarik tangan pria di sebelahnya itu. "Bangun!"

"Aduuuh. Kenapa lagi sih?" tanya Daffa malas.

"Lihat tuh! Udah jam lima. Kata kamu tadi kan papa kamu selesai meeting jam lima. Nanti kalau dia udah pulang gimana? Aku nggak bisa dong ketemu dia?" tanya Tita kesal sambil beringsut dari ranjang menuju kamar mandi untuk mencuci muka.

"Gawat nih, kalau papa sampai pulang, masa aku harus bawa dia pulang juga," gumam Daffa seraya berdiri dan memakai celana panjang dan kemejanya lagi.

Daffa merapikan baju di depan cermin sambil menyisir rambut. Tita yang baru saja keluar dari kamar mandi itu pun menatap takjub. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar hebat, saat melihat pria di depannya itu sedanv menyugar rambut. Daffa terlihat begitu tampan dan menawan, padahal baru bangun tidur.

Daffa yang merasa diperhatikan itu pun menoleh. "Apa lihat-lihat?" tanyanya.

Gugup, Tita menggeleng cepat. "Siapa yang ngeliatin kamu. Buruan!" bentak Tita.

Daffa hanya tersenyum kecil lalu melangkah keluar kamar. Saat pintu terbuka ia terkejut, di depan kamarnya sudah penuh dengan orang-orang yanh membawa mic dan camera. Ia lalu kembali masuk dan menutup pintu.

Tita yang berada di belakangnya pun bingung. "Kenapa? Kok masuk lagi?" tanyanya.

Daffa menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. Ia bingung harus berbuat apa? Ia juga tidak tahu kenapa para wartawab bisa berada di depan kamarnya. Kalau sampai mereka tahu dirinya baru saja keluar dari kamar hotel bersama seorang wanita. Maka berita itu akan cepat menyebar ke mana-mana. Bisa membuat nama besar keluarganya menjadi buruk.

Daffa menarik napas dalam-dalam. Sementara Tita masih menatap pria di depannya menunggu penjelasan.

"Di depan ada wartawan. Aku nggak tahu kenapa mereka bisa ada di sini. Nanti, kamu nggak boleh ngomong apa pun yang mereka tanya. Biar aku yang jawab. Pokoknya, kamu ikutin aja apa yang aku perintahkan." Daffa mencoba menjelaskan.

"Kalau aku nggak mau gimana?"

"Oh, yaudah. Nggak masalah. Aku nggak akan mempertemukan kamu sama Papa. Dan aku akan melaporkan kamu atas tuduhan pencemaran nama baik."

Tita mendengkus kesal, dia kalah. "Okey."

"Ya udah, ayo!" Daffa mengulurkan tangannya.

"Ngapain?"

"Udah ikut aja."

"Iya-iya."

Dengan terpaksa, Tita meraih tangan Daffa. Pria itu menggenggamnya erat, lalu membuka pintu kamar perlahan.

Daffa berjalan cepat ke arah lift. Wartawan yang sejak tadi berjaga di depan kamarnya itu pun berlarian mengikuti mereka. Tak ingin ketinggalan moment, mereka mengambil foto dari arah mana saja.

Nikah Kontrak (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang