💕💕💕Tita melangkah ke arah pria itu. Dan berdiri tepat di sebelahnya. "Makasih, kamu sudah melunasi biaya rumah sakit ayahku. Mana nomor rekening kamu, biar aku ganti," ucap Tita.
Daffa menoleh, gadis yang tingginya sejajar dengan bahunya itu terlihat sedang memegangi kartu debet.
"Jadi, ayah kamu yang sakit?" tanyanya.
Tita menoleh, menatap pria yang sejak tadi asyik mengunyah permen karet. "Iya, kamu nggak tahu?"
Daffa menggeleng, "Aku cuma disuruh Papa buat ke sini, bayarin biaya rumah sakit atas nama Surya Dinata. Mana aku tahu kalau itu ayah kamu."
"Makasih."
"Okey, tapi nggak perlu repot-repot buat ganti semuanya. Permisi."
Daffa berjalan ke arah parkiran. Tita mengikutinya dari belakang. Sampai pria itu hendak masuk ke mobilnya. Ia merasa risih, karena gadis itu masih terus mengikutinya.
"Ada apa lagi? Aku kan sudah bilang, nggak perlu diganti. Katanya kan Papa aku yang buat ayah kamu celaka."
"Sorry, semuanya salah paham. Aku boleh bertemu papa kamu? Aku mau minta maaf, dan juga mengembalikan biaya yang sudah papa kamu keluarkan." Tita menatap Daffa dengan wajah memelas.
Daffa menarik napas kasar. "Nggak bisa, aku ada urusan."
"Please … aku mohon, aku janji akan turutin semua permintaan kamu." Tita benar-benar merasa bersalah. Ia tak menyangka kalau orang tua pria di hadapannya itu menanggapinya dengan serius. Sampai menyuruh putranya ke rumah sakit untuk menyelesaikan semua biaya.
Daffa melirik, sebenarnya ia bisa saja mengantar gadis itu bertemu dengan papanya. Namun, apa papanya mau bertemu dengan dia. Karena sejak kejadian penolakan waktu itu, papanya terlihat begitu kecewa. Ia hanya takut kalau sang papa akan menolak, mengusir, atau berbuat kasar pada gadis itu.
"Duh, gimana, ya." Daffa menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Aku cuma mau minta maaf, kok."
"Kalau tiba-tiba papa aku minta kamu tanda tangani perjanjian itu lagi, gimana?"
Tita terdiam. Sejujurnya ia tak keberatan menikah dengan pria itu. Siapa yang tak ingin memiliki suami seorang anak pengusaha kaya, yang tampan dan baik hati. Dambaan semua wanita pastinya. Hanya saja, ia tak lagi bisa mengambil keputusan sendiri. Ia takut dibilang anak durhaka. Padahal sejak kecil ia tahu, kalau kedua orang tua angkatnya itu begitu menyayanginya seperti anak kandung sendiri.
"Aku nggak masalah."
"Orang tua kamu. Bisa ngejamin?"
Tita mengangguk dengan cepat. Dilihatnya Daffa membuka pintu mobil dan memberi isyarat dengan kepala, agar Tita ikut dengannya.
💕💕💕
Di tempat lain. Ami, sahabat Tita sedang sibuk melayani pembeli. Bunga-bunga di kiosnya banyak diminati, karena hari ini bertepatan dengan hari valentine. Tak ayal, para pengunjung pun berdatangan.
"Permisi," sapa seorang pria berkacamata hitam.
"Iya, Mas. Ada yang bisa dibantu? Mau cari bunga apa?" tanya Ami ramah.
"Bunga yang cantiknya tak pernah pudar, dan harumnya tak pernah hilang."
"Waduh, bunga apa itu ya?" Ami pun kebingungan.
"Bunga Citra Lestari."
"Hahaha. Masnya bisa aja. Mau cari bunga buat siapa, Mas?" Ami terkekeh, baru kali ini ada pelanggan yang menurutnya lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Kontrak (Tamat)
RomanceSudah tersedia di play store ... ... ... ... ... ... ...