3. Kontrak.

823 129 14
                                    

Tidak ada yang bisa membayangkan seperti apa kehidupan setelah kematian. Tempat itu begitu rahasia, kecuali mereka yang terpilih, tidak ada yang bisa datang ke sana.

Sepasang mata terbuka ketika semilir udara membelai tubuh tegap itu. Iris segelap malam menangkap pemandangan asing. Pandangnya berkeliling, alis tebalnya berkerut bingung. Laki-laki itu bangun berdiri, kaki telanjangnya menyentuh rumput hijau tebal layaknya permadani. Sekali lihat saja orang asing itu tahu, bahwa tempat ini bukan lagi dunianya.

Artinya, "nggak mungkin." Laki-laki itu mengerang frustasi.

Dia berjalan menyusuri padang rumput, namun tak menemukan siapapun. Hingga akhirnya berhenti ketika melihat pohon dengan daun biru yang berkilauan.

Ada seseorang yang berbaring di bawah pohon itu. Dia menggunakan setelan hitam dengan topi tinggi yang menutupi wajah. Penampilannya seperti pesulap yang pernah dilihatnya di televisi. Laki-laki itu mendekati orang yang berbaring, mungkin orang itu bisa memberitahu di mana ini sebenarnya.

"Lama amat."

Terkejut, dia mundur dua langkah dari Pria bertopi tinggi.

Si pria bertopi tinggi duduk, sekarang terlihat mata biru yang nyaris putih karena terangnya. Dia menatap laki-laki berpakaian putih di depannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Mengangguk sekali lalu berdiri.

"Gue udah nunggu lo dari tadi. Kita langsung aja." Ucapnya, mengibas jas hitamnya agar terbebas dari debu.

"Tunggu dulu. Lo kenal gue?" Laki-laki itu menatapnya curiga.

"Jelas gue kenal, Juno. Gue Pemandu lo, Destiny. Tapi lo bisa manggil gue Dastin, biar gampang." Dastin memperkenalkan dirinya.

"Sebenernya ini di mana, dan apa maksudnya sama Pemandu? Buat apa gue butuh pemandu, lo mau ngenter gue ke surga atau neraka?" banyak pertanyaan di kepala Juno yang membuatnya panik. Apa sungguh dia sudah mati.

Dastin menghembuskan napasnya panjang. Memang harus dijelaskan dulu. "Duduk dulu deh, biar gue jelasin ini di mana dan kenapa lo bisa di sini."

Mereka duduk di bawah pohon. Dastin menjentikan jari, muncul meja kecil dengan dua gelas teh hangat dan sepiring kue kering yang terlihat lezat. "Biar lo santai." Ucap Dastin menyeruput tehnya.

"Jadi ini di mana?" tapi ini bukan saatnya santai.

Dastin meletakkan gelasnya anggun. "Ini perbatasan surga dan neraka." Dastin tidak berniat untuk mengulur waktu sama sekali. "Gue Pemandu yang akan ngebawa lo pergi dari sini. Karena tempat ini bukan tempat lo." Dastin kembali menyeruput tehnya. "Lo nyasar sampe sejauh ini, buta arah lo."

Mengabaikan cibiran Dastin, Juno lagi-lagi bertanya. "Jadi gue bakal ke surga apa neraka?" pasrahnya. Dia ingat dulu jarang berdoa, dan lagi, dia masih punya urusan yang belum selesai.

"Nggak dua-duanya. Setidaknya nggak dalam waktu dekat." Tambah Dastin cepat. "Lo bakal balik ke dunia, karena sebenernya lo juga belum mati."

"Maksudnya?"

Dastin mengangkat tangannya menjentikan jari sekali lagi. Dalam sekejap mereka berpindah tempat. Mereka berada di lorong yang panjang, dan banyak pintu yang berjajar.

"Lo Cuma setengah mati, alias sekarat. Tapi untuk kembali ke dunia lo butuh bantuan gue dan satu orang lagi." Ucap Dastin menatap satu pintu yang tertutup, lalu berpindah pada lift. Menghitung dalam hati.

"Maksudnya gue dikasih kesempatan buat hidup lagi?" senyum Juno merekah lebar.

"Kurang lebih begitu."

"Terus, orang satu lagi siapa?"

"Dia udah dateng." Saat itulah lift berdenting.

Seorang gadis berambut panjang dengan wajah tanpa ekspresi keluar. Dia tidak membawa apa-apa kecuali tas punggung kecil, berjalan melewati mereka seolah mereka tak ada. Kenyataannya gadis itu memang tidak bisa melihat keberadaan dua laki-laki di samping pintu kamar yang disewanya hari ini.

"Dia orangnya?"

"Iya."

"Cantik."

"Hm." Dastin memindahkan mereka ke dalam kamar gadis itu. "Namanya Yuki, setelah mengikat kontrak dia secara otomatis akan ngebantuin lo."

Tapi orang itu tidak mendengarkan. Juno justru fokus menatap Yuki yang melepas jaketnya, menyisahkan kaos lengan pendek yang tipis di tubuhnya. Dastin memutar matanya jengah, lalu ketika Yuki akan melepas kaosnya, mereka secara tiba-tiba berpindah tempat lagi. Kembali ke bawah pohon.

"Yah, lagi seru juga."

"Fix, lo bakal masuk neraka."

***

"Gimana caranya dia ngikat kontrak sama gue?"

"Oh, mau dengerin sekarang." Sindir Dastin yang diabaikan. "Gampang, nanti lo bakal tahu."

Malam itu mereka menunggu di depan pintu kamar Yuki. Agar lebih aman kata Dastin. "Sebenernya dia mau apa ke tempat ini?" karena gadis yang liburan tidak mungkin hanya membawa tas punggung kecil.

"Bunuh diri." Jawaban Dastin membuat mata Juno membulat lebar.

Tak berapa lama pintu terbuka dengan kasar. Terkejut saat wanita dengan pakaian serba putih muncul.

"Gue pikir Mbak Kunti!" Dastin berteriak kesal. Dia punya urusan yang belum selesai dengan mbak-mbak yang suka cekikikan di atas pohon itu.

Yuki melewati mereka dengan langkah berderap. Secara otomatis Juno mengikuti Yuki. Setelah mendengar jawaban Dastin, entah kenapa dia ingin menghentikan Yuki.

Disaat orang lain sedang berusaha untuk hidup. Lalu kenapa gadis itu ingin mati di saat ia masih bisa hidup lima puluh tahun lagi.

Orang ini beneran mau mati. Pikirnya ketika di dalam mobil yang melaju lebih cepat dari batas ketentuan. Mereka berhenti di balik pohon besar. Kaki telanjang gadis itu melangkah diikuti olehnya.

Mereka berdiri di atas tebing. Membiarkan angin membelai kulit mereka bebas. Yuki terdiam untuk beberapa saat, Juno menatap gadis itu dengan cemas. Semakin cemas ketika Yuki mulai merentangkan tangan, membiarkan hanya satu kakinya berpijak pada batu.

"Jangan loncat, lo nggak boleh ikutan sekarat sebelum bantuin gue." Tapi Yuki tak bisa mendengar suaranya. Laki-laki itu mengacak rambutnya frustasi. Kemana perginya Dastin di saat genting seperti ini.

Lalu Dastin muncul di depan Yuki, kakinya tak menapak. Dari tangannya muncul cahaya keemasan. Bibirnya merapalkan sesuatu, lalu Dastin meniup cahaya itu pada Yuki. Gadis itu terkejut dan keseimbangannya goyah, dengan gerakan cepat Juno menarik Yuki agar tidak terjun bebas menghantam bebatuan di bawah sana.

Dia terduduk di dekat Yuki yang meraih setangkai semanggi. "Mundur." Suara dari belakang membuat Juno mendongak. "Kontraknya mau dibikin." Tambah Dastin.

Mereka menatap Yuki yang mulai memejamkan mata, menggenggam semanggi dalam jalinan tangan. "Tolong, ubah hidupku."

Memangseberapa parah hidup gadis ini hingga ia ingin mengubahnya?

***

Gaunnya Yuki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gaunnya Yuki.

A Wish (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang