34. Helai terakhir 07

405 85 25
                                    

Pkl. 18:45 wib ....

Darah bercucuran tanpa henti, menodai tempatnya berpijak saat ini. Yuki menggigit bibirnya menahan sakit, tangannya menggenggam linggis yang tertanam di bahu kirinya. Bergerak sedikit, namun menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.

Yuki menahan diri agar tak berteriak. Dengan mata sayu dan napas tersengal, Yuki melihat kobaran api emas milik Juno yang saling berbenturan dengan api hitam kepunyaan Zaziel. Sesaat kemudian cahaya kebiruan yang Yuki yakini sebagai Dastin ikut menyerang kobaran api hitam tersebut.

Benar, bukan hanya dirinya yang saat ini tengah berjuang. Tetapi semua orang, bahkan Mawar telah merelakan dirinya untuk banyak nyawa di luar sana.

Yuki menarik napasnya dalam-dalam, mengeratkan gigi ketika tangannya mulai menggenggam batangan besi itu kembali. Tak menghiraukan rasa sakit yang menghujaminya tanpa ampun, Yuki berusaha mencabut linggis itu dari bahunya.

Darah membasahi tangan, bau anyir menyengat hidung. Yuki tak bisa menahan diri saat linggis itu berhasil lepas dari tubuhnya. Teriakannya bahkan menyakiti tenggorokannya sendiri.

Tangannya yang menekan luka basah kuyub oleh darah, wajahnya mulai pucat ketika Yuki menguatkan tubuhnya untuk berdiri. Setidaknya dia harus mengurus mayat-mayat hidup yang ada di bawah sana. Dengan tangan gemetar Yuki meraih tabung obat yang menggelinding di sebelah kakinya. Yuki cukup kesulitan saat membuka penutup tangki dengan satu tangan, karenanya ia meninggalkan luka di bahunya dan memutar kunci yang menutup tangki raksasa itu.

Mungkin setelah semua ini selesai, Yuki takkan bisa bergerak. Yang menggerakkan tubuhnya saat ini hanyalah tekad dan kemauan, dan setelah semua tujuan itu tercapai, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada Yuki.

Di sisi lain ....

Juno mengumpulkan api dalam genggaman, untuk menghantamnya pada Zaziel hingga terjadi ledakan besar. Nyatanya ledakan besar itu hanya mampu memberi Zaziel goresan kecil di pipinya. Darah hitam keluar dari luka kecil itu, membuat Zaziel menggeram marah.

Balasan yang Juno terima adalah dua kali lipatnya. Zaziel melempar Juno hingga menghantam tembok baja. Zaziel akan tertawa puas ketika tiba-tiba api biru menyerangnya tanpa peringatan.

Dastin muncul dengan selubung api di seluruh tubuhnya. Matanya berubah menjadi hitam pekat. Zaziel menyingkirkan api biru yang membakar tubuhnya.

"Destiny, lama nggak ketemu." Zaziel menyapa layaknya kawan lama. Menyulut amarah Dastin yang tertahankan.

Bentrokan dua warna kembali terjadi. Juno yang berhasil bangkit dengan luka menganga di balik punggungnya melesat, tangannya membara oleh api emas, seketika menghantam Zaziel hingga lelaki itu membentur tembok baja di belakang tubuhnya.

Tak ada waktu bicara, tapi Juno dan Dastin tahu apa yang harus mereka lakukan. Zaziel yang belum bisa bergerak terlambat menghindari serangan keduanya. Api biru dan emas itu membentuk kilauan yang indah, cahayanya menyilaukan hingga menerangi seluruh tempat itu.

Yuki berhasil membuka penutup tangki, dia segera menuangkan obat dari empat tabung yang dimilikinya. Pada tabung terakhir, gerakan Yuki terhenti saat ia mendengar suara langkah kaki yang menaiki tangga.

Sangga berdiri di belakangnya, dengan baju acak-acakkan dan wajah pucat tanpa ekspresi. Andai Yuki tak melihat dadanya yang naik-turun menghirup udara, Yuki pasti akan mengira Sangga telah menjadi mayat hidup.

"Sangga." Napas Yuki tersengal, tangannya menggenggam tabung obat seolah akan menghancurkannya.

Yuki menatap pisau yang berkilau di bawah sinar lampu, pisau itu digenggam oleh Sangga dengan erat. Seakan itu adalah satu-satunya pegangan dalam hidupnya. Yuki berdiri sempoyongan, pandangannya mulai kabur seiring semakin banyak darah yang keluar dari lukanya. Jika seperti ini terus, Yuki bisa tumbang kapan saja.

A Wish (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang