Fiza mengelus pelan kepalanya yang berdenyut sakit.
"Ini semua Sean penyebabnya." kesalnya mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu.
"Kau sendiri yang terjatuh, jangan salahkan aku atas tindakan bodohmu itu!"
Fiza berjengkit kaget mendengar desisan Sean. Ia mendongak, mata coklatnya langsung bertemu dengan mata elang milik Sean.
Sean tersenyum sinis.
"Dasar gadis aneh!"
Fiza mendengus keras. "Kau yang aneh!" Memutar bola mata malas. "Sudahlah! Pergi sana! Bertemu denganmu membuatku muak saja."
Fiza yang sudah terlampau kesal tidak lagi memedulikan rasa takut dan was-was yang selama ini dirasakannya di dekat Sean.
"Apa kau bilang?! Muak?!" bentak Sean dengan wajah memerah.
Fiza menatap datar. "Kau tidak tuli, bukan?"
Wajah Sean semakin memerah. Pria itu mendekat dan mencengkram dagu Fiza kuat. "Berani sekali kau berkata seperti itu kepadaku! Ingat lah! Aku adalah seorang pangeran mahkota dan kau hanya lah gadis yang tidak jelas asal usulnya. Kau harusnya bersujud di kakiku!"
Senyuman sinis kembali terbit di bibir Sean.
"Kau pikir, aku tidak tahu ketika kau sering mengamatiku dari kejauhan hah?"
Padahal Fiza sebenarnya hanya tidak sengaja melihat Sean.
"Bagiku kau hanya lah gadis sok polos. Menipu semua orang dengan wajah sok polosmu itu. Padahal pada dasarnya kau sama saja dengan gadis lain."
Tidak! Fiza bukan lah gadis seperti itu!
"Kau hanya lah gadis murahan. Kau menggoda adikku dan kau juga menargetkan aku sebagai korbanmu."
Mungkin jika Sean berkata manis, Fiza akan berwow ria mendengar perkataan Sean yang panjang lebar. Tapi, kali ini, perkataan Sean menyentil hatinya.
"Kau tidak lah berarti di sini. Kau layaknya parasit. Menempel sana sini demi bertahan hidup. Kau tidak memiliki harga diri, gadis jelek."
Tes!
Air mata Fiza menetes tanpa di sadarinya. Ya, keberadaannya di istana ini hanya lah parasit. Tidak ada hal berarti yang dapat dilakukannya. Seperti kata Sean, dia parasit.
"Pergi kau dari istana ini! Aku muak melihat wajahmu itu!"
Sean mendorong Fiza sehingga gadis itu terjerembab ke tanah. Tanpa berkata apa pun lagi, Sean meninggalkan Fiza yang menangis pilu.
"Bukan keinginanku berada di sini." raungnya.
"Jika saja paman sialan itu tidak membunuhku. Aku akan menjalani hidup dengan normal. Belajar dan gila-gilaan dengan para sahabatku di sekolah. Bukan hanya berdiam diri di dalam istana ini layaknya parasit seperti yang kau katakan."
Air matanya semakin menetes deras mengingat kenangan semasa dirinya hidup dulu.
Orangtua yang sering memarahinya karena tidak memberi kabar.
Adik-adik yang sering menjahilinya ketika pulang ke rumah.
Para sahabat yang selalu ada untuknya. Membantunya disetiap kesusahan.
Semuanya berputar ulang, layaknya sebuah kaset.
Jika dulu dia menginginkan hidup yang tidak monoton, sekarang dia menginginkan hidup kembali seperti dulu lagi.
Ketika kehilangan segalanya baru lah dia merasakan apa yang selama ini di laluinya berharga.
"Aku hanya parasit di sini hikss.." Mengigit bibir bawahnya kuat, menahan isakan. "Aku akan pergi. Aku tidak mau harga diriku diinjaknya lagi."
Dia berdiri seraya mengusap air mataya. "Aku pasti bisa hidup sendirian di dunia asing ini."
Dengan langkah yang pasti dia keluar dari dalam istana lewat gerbang belakang. Meski keraguan mengisi relung hatinya, namun, rasa sakit hati lebih mendominasinya.
Menoleh ke belakang untuk yang terakhir kalinya. "Selamat tinggal." Mulai berjalan menjauh dengan air mata yang terus mengalir. Melangkah tanpa tujuan seorang diri.
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebirth: Two Owners
Fantasy(spin off My Naughty Queen) Semuanya berawal dari pembunuhan yang terjadi padanya~ Terlempar ke dunia fantasy yang dibuatnya, menjalani hari yang buruk karena Sean, merasakan kebahagiaan karena Xavier, sampai akhirnya dia menyerah akibat tidak sang...