"Asyik banget Mas Aiden bisa bantuin Mbak Monik. Gimana rasanya deket-deket sama bidadari, Mas?" Rayan, teknisi IT anak buah Aiden bertanya dengan nada iri.
Aiden tersenyum tipis. "Biasa aja," jawabnya kalem. Sebetulnya bikin deg-degan, sih, takut gendang telinga pecah.
Rayan mendengkus. "Memang beda sih kalo punya tampang di atas rata-rata, ya, Mas? Udah biasa deket-deket sama yang cantiknya bikin ngayal gitu," ujarnya sebal.
Aiden tidak menjawab. Jemarinya yang panjang dan kurus terus mengetik di kibor, memasukkan kode dan perintah ke komputer.
"Mas Aiden, tadi ada tunangannya nyariin Mas. Waktu saya suruh tunggu dulu mau saya panggilkan Mas Aidennya, eh katanya nanti dia telepon aja," kata Rayan memberi tahu.
Aiden mengerutkan kening, masih tidak mengalihkan perhatian dari layar monitor. "Saya enggak punya tunangan, Yan."
"Lho? Tadi dia bilangnya begitu, uhm ... dia sempat bilang kalau namanya Risa."
Gerakan jari Aiden terhenti. "Risa?"
"Iya. Pantes Mas biasa aja deket-deket sama Mbak Monik, lha tunangannya juga cantik banget."
Aiden menghela napas. "Kan saya bilang, saya enggak punya tunangan, Yan."
"Lah ... terus, cewek yang namanya Risa itu siapa, Mas?"
"Mantan tunangan saya."
"Ya ampun, Mas. Jangan mentang-mentang muka cakep, lantas suka ganti-ganti cewek, dong. Mas Aiden sudah bosan sama Risa itu, makanya putus? Enggak kasihan sama yang punya tampang pas-pasan macam saya?"
Aiden tercenung, mengabaikan sepenuhnya kalimat Rayan yang konyol karena dia justru sibuk dengan pikirannya sendiri.
Kenapa Risa mencarinya?
***
Tiga bulan sebelumnya.
Aiden memasuki ruangannya dengan tangan kanan mengepit laptop dan tangan kiri memegang satu mug besar berisi kopi. Susah payah dia meletakkan dulu mugnya di meja, sebelum menaruh laptop, dan menghela napas saat sedikit cairan hitam kental dan panas itu tumpah di dekat buku agendanya.
Tidak jadi meletakkan laptop di atas meja, Aiden menaruh benda persegi teramat penting itu di atas kursi, lalu meraih tisu dan membersihkan kekacauan kecil yang timbul karena kecerobohannya. Tepat saat dia putus asa karena cairan kopi malah melebar, suara lembut seorang wanita menegur bersamaan dengan munculnya sebuah lengan ramping melewati sisi lengan Aiden di atas ke meja. Menggantikan pekerjaannya yang tidak sempurna untuk membersihkan bekas kopi bandel itu.
"Pagi-pagi udah numpahin kopi sih, Mas. Sebentar lagi apa?" Risa mengerling kepadanya sambil tangannya tetap bekerja.
Cepat dan sempurna, gadis cantik itu membersihkan bekas kopi Aiden dengan selembar tisu basah, lalu melemparkan tisu bekas itu ke tong sampah.
"Nah ... selesai!" ujarnya sambil tersenyum manis.
Aiden menatapnya sebentar, lalu mengangguk. "Thanks," ucapnya pendek. Lalu mengambil laptopnya dan meletakkannya di meja yang sudah bersih.
Risa menatapnya dan menyadari kalau ekspresi Aiden terlihat dingin. Apalagi saat pria itu membuka laptop dan mulai bekerja tanpa melihat kepadanya.
"Mas Aiden lagi sakit gigi?" Risa bertanya menggoda. Santai dia menyandarkan pinggulnya di meja Aiden. Begitu dekat dengan Aiden hingga dia bisa mencium parfumnya yang lembut.
Aiden menghela napas dan menggeleng, tapi tidak menjawab.
"Mas Aiden marah sama Risa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Monik (Sudah Terbit)
ChickLitMonik selalu salah jatuh cinta, Aiden baru patah hati. Apakah mereka jodoh? Cerita sudah terbit dan dihapus sebagian besar. Bisa didapatkan di toko-toko online atau hubungi eike langsung via inbox.