Rion berencana pulang kerumah setelah dari rumah sakit, hanya untuk mengambil pakaian yang diperlukan untuk beberapa hari kedepan sebelum persidangan perceraian nya.
Pikiran nya sedang kacau, Dela benar-benar menyetujui jika mereka harus cerai. Dan hanya satu yang terlintas di benaknya, jika ia merindukan putrinya dan juga istrinya.
Arghh
Kenapa harus serumit ini, ia hanya ingin keduanya bebas dari beban selama pernikahan mereka ini. Ia bergegas pulang dengan cepat, sebelum malam dan tak bisa bertemu dengan putrinya.
Sesampai di rumah, saat ia baru menginjak teras depan, suara tangisan dari anak kecil begitu nyaring dengan terus memanggil bunda, Rion berlarian menuju suara itu berasal.
Rion menunduk dengan kepala yang ia tarik dengan frustasi, mata dan alis yang mengerut dalam. Nafasnya yang tak beraturan akibat berlari dan terkejut saat melihat Dela tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir di hidungnya.
Dengan cepat Rion mengangkat Dela lalu membaringkan nya di ranjang. Dengan telaten Rion mengambil semua keperluan untuk membuatnya sadar dan membersihkan darah dari hidung Dela.
"Yayah, bubu napa?" Masih dengan suara tangisan yang tersisa.
Rion berjongkok menyamakan tubuh mungil putrinya, lalu memeluk dengan erat. "Bunda enggak kenapa-napa sayang, bunda cuma lagi cape aja. Sekarang Nata temenin bunda dulu ya, ayah mau buat bubur dulu."
Suara Rion sangat lembut saat berbicara dengan darah dagingnya sendiri berbeda saat berbicara dengan Dela, terkesan dingin dan tidak berminat.
Rion pergi kearah dapur dan memasak untuk dua perempuan yang berada dirumah ini. Saat sedang mengaduk bubur dalam panci, pikiran bercabang entah kemana, ia tahu penyebab Dela bisa pingsan seperti itu, untung saja ia datang tepat waktu. Jika tidak...
Rion menggeleng cepat, tidak boleh berkata buruk, dia masih tetap bagian dari dirinya. Dan Rion benar-benar merasa bersalah, tekanan darah Dela turun, ia sedang stres juga memikirkan tentang perceraian dan mungkin syok juga yang membuatnya sangat mengenaskan seperti itu.
Ia kembali kedalam kamar dengan mangkok bubur yang sudah ia buat. Ia melihat Dela yang baru saja siuman, tangan yang tertempel suntikan untuk mengalirkan cairan infus. Dela tersenyum saat melihat Nata memeluknya karena takut kehilangan seorang perempuan yang sangat penyayang itu.
Rion menghela nafas dalam, ia tahu betul Dela benar-benar wanita yang penuh dengan kasih sayang untuk siapa saja, namun caranya berbeda. Ia tidak menyukainya, terlalu menutup diri dan arghh Rion tidak mengerti lagi arah pikirannya kali ini.
Ia berjalan menghampiri Dela yang sedang mengusap lembut rambut Nata. Dela menghentikan pergerakan tangannya saat melihat Rion berada di kamar, antara percaya dan tidak.
"How are you feeling now?" tanya Rion yang berdiri dekat ranjang.
Dela mengerutkan dahi dalam tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka, apa ia menanyakan perasaannya yang sedang hancur karena sebuah surat perceraian atau tentang keadaannya? Dela tidak mengerti.
"Kau sudah lebih baik?" tanya Rion lagi. Dela hanya mengangguk. "Aku membuatkan bubur, Nata mau ikut ayah makan dibawah?" tanyanya dengan lembut saat bertanya kepada Nata sedangkan kepada Dela dengan nada yang tidak biasa.
Nata menggeleng. "Nata mau sama bubu aja, disini."
"Nata sayang, ikut ayah aja ya, makan sama ayah, Nata laperkan?" Nata mengangguk dan menatap nanar kearah Dela.
"Bunda enggak kenapa-napa kok sayang, sama ayah dulu ya." Dela mengusap kepala mungil Nata yang dengan nurut mengikuti perintah Dela untuk ikut Rion makan dibawah. Sedangkan Dela makan dengan susah payah yang diselingi oleh rasa sesak pada dadanya dan tangisan yang ia tahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
9. Home
RomanceTempat terindah dan ternyaman hanyalah sebuah Rumah. Rumah yang hangat dengan kasih sayang, rumah yang penuh dengan cinta, rumah yang hanya diisi oleh canda dan tawa, rumah yang banyak suara tangis dari keturunan mereka, dan rumah yang selalu membu...