Bab 6

15 1 0
                                    

Tanpamu, aku merasa hancur.
Aku hanyalah separuh dari semua yang ada.

Tanpamu, tak ada tangan untuk ku genggam.

Tanpamu, aku terkoyak seperti berlayar di tengah badai.

Tanpamu, aku hanyalah sebuah lagu sedih.

- We The Kings ft Elena Coats, Sad Song.

_____________________________________________

"Mau kemana?" tanya Aldi yang sedang menonton televisi bersama Azka putranya yang sedang memasang lego. 

"Nongki dong, mumpung abang lagi free." Aletha berjalan kearah rak sepatu miliknya, setelah mendapatkan apa yang akan ia pakai, ia berjalan meninggalkan sang suami yang takjub melihat istrinya yang bar-bar itu. 

Aletha berbalik melihat Aldi yang sedang menatapnya, "Buat makan siang udah ada ya bang, Letha pulang sore paling, jaga rumah, jaga mata."

Aldi medecak kesal. "Ketemu mantan lagi pasti."

"Iya dong, selagi ada mantan yang deketin kenapa dianggurin sih," jawab Letha terkikik geli. "Azka dirumah sama Daddy ya, Mommy mau ketemu papa sama bunda, Azka bebas mau ngelakuin apa juga ke Daddy, Mommy persilahkan."

Azka hanya mengangkat jempolnya tanpa melirik sama sekali, dan Aldi tahu maksud dari 'bebas mau ngelakuin apa juga' pasti hal yang membuatnya sangat kerepotan seperti yang sering Aletha keluhkan setiap malam dengan kelakuan Azka yang super aktif itu.

"Dah Daddy, Azka." Ia kembali berjalan dan saat berada dipintu utama ia kembali menatap Aldi yang masih menatapnya.

"Letha pinjem mobil abang yaa." Aletha bukan berkata untuk meminta izin namun hanya memberitahu saja.

"Dasar istri, tau aja kalau mobil baru diisi full tank kemarin." Gerutunya.

"Baiklah, waktunya tarik nafas dan keluarkan," Intruksi dirinya sendiri supaya tenang menghadapi sang putra selama setengah harian ini.

****

"Jadi kalian akan pergi ke luar negeri? Bersama Nata?" Mereka mengangguk.

"Berapa lama?" Tanyanya lagi.

"Hanya dua bulan," jawab Ethan yang berada di sebelah Dela. Mereka sedang berada di cafe dekat kantor Ethan, selagi Ethan adalah seorang bos ia bebas keluar masuk kantor di jam kantor untuk menemani dua wanita pengangguran.

"Hanya?" pekiknya. "Terus Bunda gimana Del?"

"Bunda setuju tinggal bareng Ibu Jogja." Lagi-lagi Ethan yang menjawab.

Merasa ada yang aneh dengan setiap jawaban Ethan membuat jiwa penasaran Aletha meronta kepermukaan. "Ada yang enggak gue ketahui disini?" ucapan Aletha sangat datar.

"Kita enggak nutup-nutupin apapun, gue sama Dela enggak kaya yang lo pikir, Bunda nerima tinggal bareng Ibu karena Bunda ingin tempat tenang, sejuk."

"Kenapa enggak dikirim ke Bandung aja, kan ada besan disana."

"Gini nih kalau sarjana tapi enggak berguna. Lo pikir Bunda nyaman? Mereka pasti mikir anaknya pisah itu karena kesalahan mereka, jadi mereka akan saling merasa bersalah. Dan gue enggak mau Bunda kepikiran dan nanti akan jatuh sakit." Ethan menjawab dengan nada lugas, khawatir dan tidak bisa dibantah membuat Aletha tersenyum senang walaupun sempat  mengumpat karena menyindir nya tidak bekerja setelah menjadi seorang istri.

"Ululuuu... Udah cocok masuk kriteria menantu idaman ini tuh."

Ethan terkekeh. "Kemana aja lo? Gue dari dulu juga udah jadi mantu idaman cuma bakal calon istrinya aja yang nolak gue mulu."

Dela terkekeh pelan sembari menyeruput minumannya. "Kok lo ketawa sih, dia nyindir lo neng."

"Jadi kita ke Paris, hanya untuk belajar bisnis. Bukan kita sih tapi aku." Dela mengalihkan pembicaraan karena ia tahu betul Aletha akan terus membicarakan hal yang sudah lalu.

"Kebiasaan banget suka ngalihin pembicaraan," gerutu Aletha dengan keras.

Ethan hanya tersenyum dan memaklumi kedua wanita yang berjuang bersama sejak mereka SMA.

"Kapan kalian berangkat?"

"Seminggu dari sekarang," jawab Ethan.

"Astaga, kalian memang sudah merencanakan semuanya!!" Aletha mengamuk dan mulai menceramahi kedua orang yang di hadapannya.

"Sudah Aletha, kita habiskan waktu kita sekarang dari pekerjaan rumah, bagaimana?" Dela menghentikan sumpah serapah yang selalu keluar dari mulut manis Aletha jika sedang kesal.

"Tentu saja. Tapi kalian jangan lupa pulang dari sana bawa oleh-oleh untukku."

"Bisa diatur."

"Beda kalau mintanya sama bos langsung." Mereka menertawakan apapun yang mereka ucapkan dan pergi dari  cafe menuju tempat yang selalu menjadi kenangan mereka. Pulau Tidung.

Mengingat semua yang terjadi selama perjalanan mereka sejak lalu, menceritakan hal-hal yang mereka lupakan satu sama lain dan bahagia bersama selama mereka saling mendukung. Sesederhana itu kisah persahabatan mereka dan serumit kisah cinta salah satunya yang tak kunjung datang.

***

Hello setelah seribu purnama menghilang akhirnya muncul lagi.

Maaf kalau part ini kurang.

Sedang mengasah kembali kisah-kisah manusia yang berada di sini, sempet down smpet stress karena kuliah gk kelar-kelar sama tugasnya :((

Salam hangat Dadada :)

9. HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang