Part 2

9.7K 428 5
                                    

Pov istri (Irin)

Namaku Nisrina Alaika Rosyidah, namun keluarga dan teman-teman lebih sering memanggilku Irin. Aku anak kedua dari 3 bersaudara yang ketiganya perempuan. Kami dibesarkan dengan penuh kepatuhan kepada orang tua. Khas didikan santri-santri pondok. Karena memang bapak ibu merupakan lulusan pesantren.

Bapak dan ibu memang sangat memanjakan kami anak-anaknya, namun disamping itu terdapat kedisiplinan yang ketat yang harus kami terapkan. Seperti misalnya pada beberapa pilihan besar dalam hidup kami. Memilih sekolah, memilih jurusan kuliah. Bahkan bab pernikahan pun kami harus tunduk pada keputusan orang tua.

Seperti halnya pernikahanku dan kakakku yang mau tak mau tidak bisa terelakkan. Bapak dan ibu lebih memilih untuk mengambil mantu dari kalangan pesantren. Mereka sungguh sangat melarang kami untuk bergaul dengan lawan jenis. Sehingga memang seumur hidup pun kami belum pernah berpacaran.

Kakakku dijodohkan dengan seorang anak kyai yang cukup terpandang. Mereka hidup dengan sederhana namun nampaknya mereka memang berjodoh. Terbukti dari keharmonisan yang selalu mereka tampakkan.

Sedangkan aku, dijodohkan dengan putra seorang pengusaha kaya yang mana beliau adalah teman santri bapak kala di pesantren dulu.

Banyak yang bilang bahwa betapa beruntungnya aku, memiliki seorang suami yang tidak hanya kaya tapi juga tampan rupawan. Penampilannya selalu necis dengan celana panjang dan kemeja rapih.

Banyak orang berkata betapa beruntungnya aku, menjadi ratu dalam rumah tangga yang harmonis. Tinggal di perumahan elite, dengan mobil berjejer rapi dan sopir yang siap setiap saat.

Ya, aku memang seberuntung itu, namun sebenarnya hati ini menolak dan berontak. Seakan ingin selalu berteriak bahwa aku tidak seberuntung itu. Sungguh ingin kuteriakkan pada mereka bahwa aku menderita. Sangat menderita.

Setiap hari aku harus berjibaku melawan perasaanku sendiri. Aku harus menjadi istri yang patuh, yang baik, yang selalu tersenyum. Tak peduli seberapa sakit hati ini.

Mas Farhan selalu bersikap dingin terhadapku. Tak jarang ia bahkan bersikap kasar saat apa yang aku lakukan tidak sesuai dengan apa yang ia perintahkan.

Namun mau bagaimana lagi. Ia sudah mengucap janji sucinya di hadapan Allah, di hadapan orang tuaku dan di hadapan semua orang. Menjadikanku miliknya seutuhnya.

Jiwa dan ragaku telah kuserahkan penuh padanya. Kukhidmatkan patuhku padanya. Entah seperti apa balasan yang ia berikan padaku, biarlah itu menjadi pertanggung jawabannya kelak di depan Sang Khalik.

Tugasku hanya satu, patuh.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Pagi itu sengaja aku masak masakan kesukaan mas Farhan yaitu rendang daging sapi. Aku sudah belajar banyak dari Bik Umi tentang apa saja kesukaan mas Farhan.

Aku sering bertanya-tanya juga tentang kebiasaan dan keseharian mas Farhan. Kurasa Bik Umi adalah orang yang tepat, mengingat beliau telah mengabdi pada keluarga ini sejak Mas Farhan belum lahir.

Bik Umi sering bilang,

"Mas Farhan itu aslinya baik neng. Tapi mungkin dia butuh waktu agar bisa menerima perjodohan ini. Eneng yang sabar yah." Begitu yang selalu ia katakan.

Dan kupaksa hatiku untuk percaya bahwa Mas Farhan adalah orang yang baik. Aku akan bersabar. Akan kunanti hingga saatnya tiba. Hingga ia bisa menerima perjodohan ini.

Namun kejadian pagi ini benar-benar membuat jiwaku gamang. Entah dia yang keterlaluan, atau memang aku yang terlalu sensi. Dia sama sekali tak menyentuh masakan yang telah aku buat dengan susah payah.

Kunanti TalakmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang