Part 6

7.6K 415 14
                                    

Masih PoV Suami (Farhan)

Malam itu, aku berniat pulang kerumah setelah beberapa hari ini aku bermalam di rumah papa untuk menyelesaikan beberapa urusan perusahaan.

Aku ingin memberi kabar pada Irin  bahwa aku tak pulang. Tanganku memegang ponsel sementara pikiranku berkecamuk antara iya dan tidak.

'Irin, malam ini aku tidak pulang, aku menginap di rumah papa. Aku sedang menyelesaikan beberapa masalah di anak cabang. Kamu tidur saja dulu. Hati-hati dirumah ya.'

Kuketik teks pesan itu kemudian aku membacanya berulang-ulang, lalu kemudian menghapusnya hingga tak tersisa satu hurufpun.

Kulempar ponsel ke sudut sofa. Kenapa sulit sekali bagiku untuk memulai semua ini. Apa yang salah dengan diriku. Sungguh aku merasa tak berdaya.

Dan yang aku heran, biasanya Irin selalu menanyakan keberadaanku jika telah tiba waktunya pulang tapi aku tak kunjung pulang. Biasanya juga Irin selalu mengirim pesan sekedar untuk mengingatkan sholat atau makan.

Namun sejak peristiwa itu, ia tiba-tiba menjadi dingin. Aku memakluminya karena memang kata-kataku terlalu kasar untuknya. Aku menyadari kebodohanku namun aku tak bisa berbuat apa-apa. Apa lagi yang lebih menyedihkan selain melihat orang lain tersakiti karena ulahmu. Terlebih orang itu selalu baik kepadamu.

Ahh bodohnya aku, hanya untuk mengucap maaf saja aku tak mampu. Lidahku selalu terasa kelu setiap aku berusaha meminta maaf padamu Irin.

Beberapa hari di rumah papa. Membuatku selalu terbayang wajah Irin. Tiba-tiba aku teringat jika setiap pagi sehabis mandi, pakaianku selalu sudah ia siapkan lengkap dengan dasi dan kaos kaki.

Setelahnya aku tinggal menyantap masakannya yang selalu bervariasi meskipun kadang aku kecewakan dengan komentar kasarku.

Dan saat aku berangkat, selalu kulihat senyum manisnya dari kaca spion. Ia tidak pernah beranjak dari tempatnya berdiri sebelum mobilku berbelok di tikungan.

Apakah mungkin aku merindukannya?

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

"Bos, gue cash bon dulu donk. 5 juta aja." Pinta Bayu, asistenku di kantor yang sudah kuanggap seperti sahabat.

"Ah elu kebiasaan deh. Emang gaji yang gue kasih kurang ya?" Sahutku.

"Eh, enggak bos. Bukan gitu. Gaji yang bos kasih kemaren habis sama bini gue. Tau tu, dia boros banget bos. Suka pusing sendiri gue." Jawabnya.

"Entah kenapa ya bos, bini gue itu hobinya keluyuran mulu sama temen-temennya. Ga pernah mau nurut apa kata gue. Rumah ga keurus, gue pun sama sekali ga pernah diurus." Lanjutnya.

"Sikap istri itu tergantung suami yu (Bayu). Kalo elu ga ngurusin dia juga, dia mana mau ngurusin elu. Coba elu sesekali manjain dia, nemenin dia dan nasehatin baik-baik. Kali aja dia mau berubah." Sahutku spontan. Entah kata-kata itu kudapat darimana. Begitu saja meluncur dari mulutku

"Ah iya kali ya bos. Guenya kelewat sibuk. Dan kalo malem gue keseringan jalan juga sama temen-temen." Tungkasnya.

"Nah tuh. Elu aja ngasih contohnya gitu. Ya pantes aja istri lu kaya gitu. Coba perbaiki dulu sikap lu ke istri lu sebelum lu ngeluh tentang dia." Lanjutku.

"Wah bener juga lu bos. Pantesan bini lu anteng-anteng aja dirumah ya bos, ga pernah macem-macem. Pasti lu bener ngasih contohnya. Beruntung banget lu bos" Ujarnya sambil senyum nyengir.

Kutelan saliva dengan berat, rasanya begitu tertohok oleh percakapan dengan bayu barusan. Aku merasa menjadi orang yang paling munafik.

"Yaudah, ntar gue transfer." Kataku kemudian.

Kunanti TalakmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang