Part 3

8.2K 408 12
                                    

Masih PoV Istri (Irin)

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

"Mmm... Sejak kapan Mas disitu?" Pertanyaan bodoh itu terlontar begitu saja.

Masih dengan muka yang sembab hasil menangisi foto Mas Farhan dan wanita yang mungkin bernama Adrianna itu, aku berdiri mematung menanti jawaban dari Mas Farhan.

Berharap ia tak menyaksikan seluruh adegan drama yang oh ya ampun, terasa amat memalukan rasanya jika sampai ia tahu.

"Sudah sejak kau mengendus-endus bajuku." Jawabnya santai namun membuat tenggorokanku tercekat, panas seketika.

Mas farhan melangkah masuk, lalu duduk di tepian ranjang. Matanya tak lepas dariku membuatku salah tingkah.

"Sini Rin, coba duduk sini." Pintanya sambil menepuk-nepuk kasur disebelahnya.

Hatiku dag dig dug tak karuan. Kakiku seolah masih membeku karna sapuan tatapannya padaku. Hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Aku beranikan diri melangkah lalu duduk di sampingnya.

"Kamu tadi lihat foto Adrianna?" Tanya Mas Farhan dibuat sehalus mungkin.

Oh, jadi benar nama wanita itu Adrianna. Bisikku dalam hati sambil terus berharap agar Mas Farhan tidak marah.

Aku hanya bisa mengangguk pelan.

"Maaf Mas, aku ga sengaja. Aku lagi mau beresin lemari kamu tadi, terus tiba-tiba foto-foto kamu berjatuhan. Aku ga sengaja, Mas. Maafin Irin, Mas." Ujarku terbata sambil terus menunduk tak berani kutatap wajah Mas Farhan karena takut ia marah.

"Seperti yang kamu tahu. Aku masih belum bisa menerima pernikahan ini. Mungkin ini semua mudah bagi kamu. Tapi tidak bagiku. Tolong mengertilah. Dan satu lagi. Aku memang masih belum bisa melupakan Adrianna. Kenangan kami terlalu banyak. Maafkan Mas, Rin." Terang Mas Farhan dengan tenang. Namun tidak dengan hatiku. Hatiku bergemuruh dan sama sekali tidak bisa tenang.

"Pernikahan ini terlalu buru-buru bagiku. Aku belum mengenalmu sama sekali saat kita menikah. Wajar jika aku merasa asing. Aku tak biasa seranjang dengan orang asing." Lanjut Mas Farhan masih dengan intonasi yang lembut namun serasa menghujam seluruh tubuhku.

Mas Farhan masih menatapku lekat. Dan aku hanya bisa menunduk meresapi tiap kata demi kata yang makin menusuk kalbu.

Kucoba mengendalikan diriku agar jangan sampai menangis. Aku mencoba tegar di hadapan suamiku sendiri. Suami yang terang-terangan menjahati istrinya. Istri yang telah sepenuhnya mencoba patuh dan tunduk meski terus diabaikan.

Namun tubuh ini serasa tak bisa kukendalikan lagi. Air mataku membanjir begitu saja. Langsung kuusap agar Mas Farhan jangan sampai melihatnya.

Mas Farhan beranjak, lalu melangkah menjauh. Tapi kemudian berbalik lagi. Sambil mengacungkan telunjuknya ia berkata,

"Oh iya. Mulai saat ini tolong tidak usah memperlakukanku seperti seorang suami. Karena aku pun belum bisa memperlakukanmu selayaknya seorang istri." Lanjutnya kemudian berlalu keluar kamar meninggalkanku seorang diri dengan segala kepedihan yang sungguh tak terbayangkan.

Jleb!

Sakit!

Perih rasanya!

Nafasku memburu cepat. Isakku tak dapat kutahan lebih lama lagi. Aku menangis dengan suara tertahan. Bulir-bulir bening sungguh sudah tidak bisa terbendung lagi. Hancurlah aku yang rapuh ini.

Hati istri mana yang kuat mendengar kata-kata yang menyakitkan macam tadi. Aku bahkan sudah kehilangan rasa percaya diriku sebagai seorang istri. Aku merasa tak berharga lagi. Aku memang tidak ada harganya di mata Mas Farhan.

Kunanti TalakmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang