A Place for Us Two • 01

2.4K 262 12
                                    

"Pekan kemarin ada anak tingkat atas yang kabur lewat lantai tiga, terus lompat tanpa pikir panjang. Ternyata pas jatuh dia ga mati, cuma patah kaki doang."

Pria itu tersenyum memperhatikan Minho, kemudian lanjut bercerita. Sementara si pemuda Lee masih berdiri sembari menumpu panggulnya pada pagar pembatas, tampak tak begitu berminat mendengarkan kisah orang lain.

"Dia teman sekelasku. Dia bilang rasa sakitnya ga seberapa. Mungkin kamu mau coba lompat dari sini? Lebih ekstrem sih, tapi itu 'kan terserah kamu."

Angin kembali berhembus kencang, Minho memutuskan melompati pagar pembatas untuk kembali ke teras rooftop.

"Siapa juga yang mau lompat? Aku ke sini cuma nyari angin." balasnya sambil berjalan santai kembali ke depan pintu rooftop. Sebelum benar-benar menyentuh knop pintu, ia berbalik.

"Oh iya, kalau kakak mau terjun bilang ya? Biar aku tahu ceritanya, kayak teman kakak yang kakak ceritain tadi."

Si pemuda tersenyum sambil mengacungkan jempol kanannya ke atas.

"Siap! Aku ramal kita bakal sering ketemu di sini, Lee Minho."

"Tahu dari mana namaku?" tanya Minho sedikit curiga. Si pemuda menunjuk bordiran nama di dada kiri kemeja Minho.

"Itu. Kalo aku ga salah baca, namamu Lee Minho bukan?"

Sekali lagi, cengiran si pemuda yang dianugerahi lesung pipi sukses membuat Minho heran.

"Ya.. dan kamu?"

"Lihat aja bordir namaku."

"Ga kelihatan. Mataku rabun jauh, kiri-kanan satu koma lima."

Pemuda itu terkekeh pelan. "Payah. Makanya ke sini, lihat sendiri."

Minho mendengus sebal. Tapi tetap saja ia menurut, berjalan menuju si pemuda. Setelah berjalan cukup dekat akhirnya ia bisa membaca bordir nama di dada kiri si pemuda.

"Chris..topher..Bang Chan? Kakak bukan orang lokal?"

"Lebih tepatnya orang lokal yang punya darah campuran."

"Wow," Minho takjub. "Berarti kakak pintar bahasa Inggris?"

"In a sense, I guess yes."

Kini pandangan Minho mengudara ke sekeliling rooftop. Jika dipikir lagi, ia tidak menyadari bahwa di sana ada sebuah tenda hitam lusuh yang didirikan sedemikian rupa, beserta beberapa peralatan rumah tangga di dalamnya. Minho juga baru sadar, sejak tadi pemuda di hadapannya hanya memakai kaus oblong sebagai topper, meski ia tetap memakai celana olahraga SMA Dansong.

"Sebentar.. kakak sering ke sini?"

"Lebih tepatnya, kebetulan aku tinggal di sini."

"Tunggu—apa? Tinggal?!"

"Yap." pemuda itu berjalan menuju tenda. "Ini tenda yang sengaja kudirikan untuk tinggal, lagipula tidak pernah ada yang menginjakkan kaki di sini sejak dibuat peraturan bagi siswa agar tak menaiki rooftop dalam situasi apapun."

"Tapi kakak naik ke sini, bahkan tinggal?"

"Begitulah. Aku suka berada di sini, tempat paling tenang diantara sudut-sudut kota yang memusingkan." pemuda itu kemudian merogoh saku celananya, mengeluarkan sesuatu berwarna perak. "Dan lagi, aku punya ini."

"Hei, tunggu sebentar." Minho merogoh saku celananya demi menemukan benda yang sangat mirip dengan yang dipegang pemuda itu. "Aku juga punya. Duplikasi kunci rooftop."

Lantas si pemuda terkekeh pelan, kembali menunjukkan kedua lesung pipinya yang mengesankan. "Berarti kita harus siap-siap masuk daftar hitam pak Shin."

"Hehe, kurasa kita sudah masuk daftar hitam sejak membuat kunci duplikat ilegal."

"Hm. Ya sudah sana, lebih baik kamu pulang." ujar si pemuda pelan. "Ini sudah hampir jam lima sore, gerbang akan segera ditutup."

"Kalau begitu, apa aku boleh ke sini lagi?"

Usapan pelan di puncak kepala Minho dari si pemuda membuat jantungnya berdegup begitu kencang. Entah kenapa sore ini jantungnya tidak mau disuruh memompa perlahan-lahan, Minho serasa baru saja ikut lari marathon.

"Kamu ga perlu izin, 'toh kita sama-sama punya kunci."

"But I have no right to come to your place. You just said that the tent is your home, right?"

"Kalau begitu tenda ini juga akan jadi rumahmu."

"Kakak ga masalah berbagi sama aku?"

"No problem."

"Oke, begini saja. Aku akan datang ke sini untuk belajar bahasa Inggris darimu, bagaimana?"

"Kamu boleh pakai tempat ini sesuka hatimu, Lee Minho."

Bukan. Bukan berarti Minho tidak senang, ia begitu senang mendengar tawaran sukarela dari pemuda itu. Hanya saja ia merasa tidak pantas jika terus datang ke sana tanpa alasan yang jelas.

"Tapi tetap saja—"

"Alright, alright. Karena aku kakak tingkatmu, aku akan mengajarimu bahasa Inggris, atau pelajaran apapun itu. Jadi kapanpun kamu mau mengerjakan tugas, datanglah ke sini."

"Deal."

Minho tersenyum puas sebelum benar-benar membuka pintu dan kembali ke dalam gedung.

"Sampai nanti, kak Bang Chan!"

Tubuhnya sepenuhnya menghilang dibalik pintu yang tertutup rapat.

"See ya, Minho."




• 𝘐𝘭𝘭𝘶𝘴𝘵𝘳𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯/𝘱𝘪𝘤𝘵𝘶𝘳𝘦 𝘰𝘯 𝘮𝘶𝘭𝘵𝘪𝘮𝘦𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘺: 𝘼𝙣𝙖𝙜𝙖𝙩𝙖

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


• 𝘐𝘭𝘭𝘶𝘴𝘵𝘳𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯/𝘱𝘪𝘤𝘵𝘶𝘳𝘦 𝘰𝘯 𝘮𝘶𝘭𝘵𝘪𝘮𝘦𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘺: 𝘼𝙣𝙖𝙜𝙖𝙩𝙖

A Place for Us Two「 banginho 」[DISKONTINU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang