Dia

46 14 5
                                    

     "SABU!!! SABUU!!! SARAPAN BURAS!!" teriak seorang siswa SMA dengan jaket abu di koridor kelas.

"Kang... sabunya mau kang!" panggil seorang anak laki-laki dari dalam kelas.

Dia yang dipanggil pun berjalan menghampiri, memasuki kelas yang lumayan ramai. Seketika, ia menjadi pusat perhatian dan dikelilingi semua orang.

"AYO SEMUAA YANG LAPER!! PAKET SABU JOMBLO ISI BURAS DAN TAHU CUMA TIGA RIBUUU!! BUAT PAKET COUPLE DAPET DUA PAKET JADI LIMA RIBUUU!!" teriak Si Pedagang makanan itu menggema.

"Kang satu kang!"
"kang gua paket couple dong!"
"Kang gua jomblo!!!"

Begitulah suasana sekolah Si Pedagang di pagi hari. Sibuk. Ia berbisnis dikejar waktu, ketika guru-guru selesai breafing itulah saatnya ia menggulung tikar. Terkadang, ia pun harus terkena semprot guru-guru saking padatnya pembeli yang tak ada habis-habisnya. Ia pun sering telat masuk ke kelas karena hal itu. Walau sudah memiliki tiga anak buah, dia tetap harus melakukan pengawasan. Memastikan bisnis yang ia pegang tak kalah saing dengan teman-teman pebisnis yang lain.

Namun, kisah ini bukan tentang Si Pedagang dan bisnisnya. Ini adalah kisah pertemuannya dengan dia yang datang tiba-tiba.

Ketika istirahat tiba, ia dan teman-temannya kembali menjajakan dagangan. Mereka berpencar ke seluruh penjuru sekolah. Bisnis kuliner yang jalani adalah bisnis yang paling populer dan kuat di sekolah itu. Walau pihak yayasan melarang aktivitas jual beli makanan karena khawatir berpengaruh pada pendapatan kantin, dia selalu bisa bersembunyi dari pengawasan.

Saat itu, di jam istirahat pertama seperti biasa ia dagangannya habis dengan cepat. Empat puluh makanan habis hanya dalam lima menit. Nasi Goreng, Spaghetti, Sosis Crispy, Pisang Nugget semua habis tak tersisa. Namun, ia selalu menyisakan dua makanan untuk makan siang. Kali ini, ia menyisakan Nasi Goreng dan Spaghetti.

Berjalan di koridor menuju kelas sambil menghitung uang, juga membawa totebag yang berisi sisa makanan dan uang adalah hal yang biasa dilakukannya. Jaket abu dengan corak oranye yang lengannya digulunh membuatnya mudah dikenali, apalagi dengan hodie yang berwarna senada. Siapapun pasti tahu, dia adalah orang yang menyelamatkan rasa lapar dan mendatangkan makanan. Ketimbang berjalan jauh ke kantin dengan menu yang selalu sama, orang-orang memilih membeli makanan padanya.

Namun, di tengah jalan langkahnya terhenti. Pandangannya teralihkan pada seorang gadis yang berdiri di tepi koridor. Tangannya bersandar pada dinding pembatas, matanya memandang langit yang mulai berawan menutupi birunya. Waktu seolah terhenti bagi Si Pedagang, ia berhenti menghitung uang dan menyimpannya.

Ia mendekat pada gadis itu, cahaya mentari perlahan menghilang dan redup. Kemudian, gadis itu mengucapkan beberapa kata, bergumam. Namun Si Gadis tiba-tiba mengeluarkan air mata.

Si Pedagang kembali menghentikan langkah kakinya. Jelas sekali, ia melihat gadis itu menangis dari balik punggungnya. Ia merasa ada sebuah perasaan terhubung antara ia dan gadis itu. Pikirannya sejenak melayang mempertanyakan apa yang ia rasakan.

"Oi, ngapain?"

Lamunannya tersadar, ia tersentak oleh sebuah suara. Gadis itu kini memanggilnya, ia tak tampak menangis. Wajanya terlihat dingin menatap datar pada Si Pedagang.

"Ah, Engga... Mau Nasi Goreng?"

RINTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang