5. ESCETEVE

837 168 11
                                    

Bel istirahat berbunyi. Semua siswa bersemangat untuk keluar dari kelas, atau ada juga yang sekadar mengobrol seru dengan teman-teman.

"Kuy, kantin bareng," ajak Egi. Seketika para sahabatnya menoleh heran.

Alea menyimpan buku dan merapikan jilbab. "Tumben? Biasanya lu mau kabur sama cewek-cewek."

Egi lantas melemparkan tatapan tak percaya kepada Alea. "Lu pikir gue cowok apaan, Le?"

"Cowok esceteve."

"Esceteve?" tanya Egi bingung. Namun, ia tersenyum senang kemudian. "Apaan, tuh? Keren pasti artinya, yak."

"Esceteve ...," ucap Alea menggantung, "satu untuk semua." Ia lalu tertawa merdeka diikuti oleh Gevan dan Kevin. Berbeda dengan Egi yang langsung menatapnya tajam.

"Udah bisa jahat lu sekarang sama gue, ya, Le," keluhnya dramatis.

"Ya, tobat, dong. Ntar dikutuk gak nikah-nikah mampus lu," rutuk Alea santai dengan kedua alis terangkat sekilas.

"Enggak mungkin," balas Egi enteng. "Kalau gak ada yang nikah sama gue, lu yang harus jadi istri gue." Ia memeletkan lidah. "Biar kita mampus bareng."

Alea menatap Egi horor. "Idih, mendingan gue jadi kaleng Khong Guan."

Kevin pun menengahi percakapan mereka. "Udah-udah, ya, stasiun tipi sama kaleng biskuit ngebacotnya. Nanti kantin keburu berubah jadi taman bunga, mending kita cepet ke sana."

Gevan pun tertawa. "Tuh, denger ketua kalau ngomong."

Mereka pun segera keluar dari kelas menuju kantin. Di koridor, tiba-tiba seorang siswi menghampiri Egi dengan buku tulis di tangan. Egi tersenyum, dan langsung menyambut buku tulis itu.

"Be, ini aku gak ngerti. Mana besok ada ulangan Matematika. Sulit banget, coba aku sepintar kamu," keluhnya.

Egi mengusap pelan kepalanya, sambil tertawa kecil. "Gak ada yang sulit di dunia ini, kecuali satu ...," ia menatap siswi itu serius, "dapetin hati kamu," tuturnya, yang langsung membuatnya salah tingkah.

Sementara itu, ketiga sahabat Egi sudah terbiasa melihat sahabatnya yang satu itu, karena mereka tahu jika Egi tidak menggombal dalam satu hari saja, bisa mati mendadak.

"Nanti aku ke kelas kamu, ya," ujar Egi sambil melambai ke siswi tersebut yang berlalu pergi. Setelah itu, ia melihat ada dua orang siswi yang berjalan ke arah mereka. Seketika ia tersenyum. "Wah, minuman kamu kayaknya enak. Boleh dicoba?" tanyanya ramah tiba-tiba.

Salah seorang siswi itu memberikan minumannya dengan antusias. "Tetapi itu kapucinonya gak manis."

"Coba gue gak tahu malu kayak Egi. Lumayan bisa nyebet makanan orang," bisik Gevan yang membuat Alea dan Kevin tertawa.

"Boro-boro lu mau manfaatin cewek. Dideketin aja lu sinis," komentar Alea.

Kevin turut menambahkan, "Untung kami ngerti elu. Coba kagak? Udah gue sangka homo," katanya serius.

Gevan langsung menoyor kepala Kevin kencang, membuat siswi-siswi yang memerhatikan berteriak karena tindak kekerasan kepada sang ketua tersebut. "Lu beneran gak diayak kalau ngomong. Kayak lu normal aja? Nikah sana sama OSIS!" serunya kesal.

Kevin seketika menepuk jidat. "Oya! Gue lupa harus ke ruang OSIS sekarang. Ada rapat." Ia pun bergegas pergi. Meninggalkan Gevan yang terpelongo, dan Alea yang memandangnya kesal.

"Lu, sih! Jangan sebut kata 'OSIS'! Ujung-ujungnya dia pasti pergi." Alea menatap kepergian pria itu dengan pasrah. Sementara itu, Gevan menggaruk tengkuknya.

B A B E G I (✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang