Bagian 1

73 0 0
                                    

Takdir memang senang bermain dengan manusia.
Mempermainkan manusia seperti boneka.
Tarik ulur tentang kesediahan maupun kebahagiaan.
Tapi takdir tak pernah salah menghampiri Tuannya.
Dan, jangan pernah salahkan takdir jika hidupmu tak sesuai dengan apa yang kau mau.

-

Bandung, 2019

Langit Bandung terasa sangat indah pagi ini tak seperti biasanya, udara sejuk berhembus melalui ventilasi udara dan menyalurkan hawa dingin nan sejuk ke seluruh penjuru ruangan yang dapat membuat siapa saja enggan membuka mata dan melanjutkan untuk pergi kealam mimpi, menjelajah lebih jauh lagi. Sama seperti seorang lelaki yang masih bergelung nyaman menikmati udara dingin, mengabaikan alarm yang sejak tadi berbunyi.

Krriiinggggg.... Kriiingggggg
6.30

"Ah apasi?!! Ganggu orang tidur nyenyak aja." Geram seseorang lalu menarik selimut hingga menutupi kepalanya agar lebih nyaman melanjutkan mimpinya yang terpotong.

Baru lima menit anak itu memejamkan mata, pintu kamar diketuk oleh Bibi, seorang yang sudah bekerja di rumah ini selama 20 tahun.

Tok...tok..tokk

"Punten, Den, bangun, sudah siang," teriak Bibi dari seberang pintu kamar.

"Aduh, lima menit lagi deh, Bi", sahut lelaki itu sedikit berteriak karena suaranya teredam oleh selimut.

"Nggak ada lima menit lima menit lagi, Den. Udah pukul 6.30, kalau nggak bangun sekarang, nanti Aden bisa telat lebih lama."

Dia menghela nafas, namun masih enggan untuk bangun dari tempat tidurnya, boro-boro bangun matanya saja masih tertutup rapat. "Nggak berangkat sekolah aja deh aku, Bi. Hari Senin juga, males banget. Mau bobo aja."

Bi Inem membuka pintu, menyembulkan kepalanya melaui celah pintu yang terbuka dan menyunggingkan senyuman hangatnya melihat anak majikannya itu masih nyaman di bawah gelungan selimut. "Ini mau bangun sekarang atau Bibi siram pake air, Den?"

"Hah," dengan sepenuh hati anak itu membawa dirinya untuk duduk. "Iya-iya bangun sekarang ini. Jangan disiram nanti Bibi juga yang susah harus beresin kasur."

Bi Inem mengangguk dan tersenyum, "Bibi tunggu dibawah, Aden jangan lama-lama."

Pintu kembali tertutup, menyisakan anak lelaki yang sedang mengumpulkan niatnya hanya untuk pergi mandi, meninggalkan kasur kesayangannya yang mempunyai daya graviti di atas rata-rata.

🌈🌈🌈

Sial pukul 6.50, sepuluh menit lagi. Dengan tergesa anak itu menuruni tangga bahkan hampir jatuh karena tersandung kakinya sendiri.

"Bibi, aku berangkat yaa."

Mendengar teriakan itu, Bi Inem berlari menyusul anak majikannya itu dengan sepiring sandwich dan susu coklat ditangannya.

"Den, sarapan dulu, ini udah Bibi buatin roti sama susunya diminum dulu atuh."

"Nggak sempet, Bi. Ini aku makan sambil jalan aja ya. Susunya buat Bibi aja. Makasi, Bi. Assalamu'alaikum." Pamitnya.

Melihat kelakuan anak majikannya itu, Bi Inem hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum, "Wa'alaikumsalam. Bahagia terus ya, Den."

"Pagi, Mas" Sapa satpam rumah, Pak Aji.

Anak itu tersenyum ramah, "Pagi, Pak, duluan, Pak. Udah telat soalnya." Kemudian berlalu meninggalkan rumahnya menuju sekolah dengan skateboard.

Beautiful Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang