Bagian 4

21 0 0
                                    

Tentang sebuah alasan yang begitu menyakitkan
Membawa dampak yang lebih buruk jika dikatakan
Tapi itu hanya tebakan bukan?
Para manusia tidak pernah tahu hal apa yang akan terjadi.

-


"Ikut gue." Arkan menarik tangan Hana paksa lalu membawanya ke taman belakang sekolah. Hana hanya diam mengikuti kemana Arkan membawanya. Hana tahu, Arkan akan menolak pemberiannya tempo hari.

"Ar, sakit. Tolong lepasin," pinta Hana ketika genggaman tangan Arkan pada lengannya terlalu kencang.

Mendengar rintihan dari mulut Hana, bukannya melepaskan tapi Arkan semakin mengencangkan genggamannya.

Arkan menghempaskan tubuh Hana kasar, "Duduk," ucap Arkan dingin.

Brakk!

Satu kotak hitam tergeletak mengenaskan di samping Hana dengan isinya yang bercucuran. Arkan melemparkan kotak itu tepat di depan samping Hana.

"Maksud lo apa?!" tanya Arkan dengan nada membentak.

Hana terkejut karena bentakan dari Arkan. "Aku cuma pengin kasih kamu itu, Ar. Nggak lebih." ujarnya lirih, menatap mata Arkan sendu.

Arkan menepis tangan Hana yang menggenggam telapak tangannya. "Lo tuli atau gimana hah?! Udah berapa kali gue bilang, lo gak usah sok perhatian ke gue! Gue muak sama tingkah lo!"

"Ar, aku tau aku salah tapi tolong maafin aku," cicitnya.

"Basi tau nggak, Han?! BASI!!" sentak Arkan lalu pergi meninggalkan Hana.

Hana bangkit dari duduknya dan menahan lengan Arkan, berusaha menghentikan lelaki itu. "Ar, aku bisa jelasin semua. Dengerin aku dulu, please?" Mata Hana sudah berkaca-kaca dan siap tumpah kapanpun.

Arkan menepis tangan Hana kasar untuk yang kedua kalinya. "Apa?! Mau jelasin apa lagi?! Udah jelas, Han! Dua kali lo hancurin kepercayaan yang gue buat untuk lo tapi lo hancurin seenak jidat tanpa mikirin perasaan gue. Semua udah jelas di mata kepala gue, Han. Kurang jelas apa lagi, lo ciuman sama Aldo, hah?!" teriak Arkan frustasi.

"Semua itu nggak seperti yang kamu pikirin." isak Hana. Tangisnya pecah.

"Terus apa, Han? Apa? Dari dulu lo cuma bisa ngomong kaya gitu!" erang Arkan.

Hana diam. Dirinya sibuk menahan isakan yang keluar dari mulutnya. Air matanya keluar deras sudah tak terbendung lagi.

Arkan mengusap wajahnya kasar. "Nggak bisa jelasin kan? Terus buat apa lo berusaha buat nahan gue, sementara lo, lo- Argh!" teriaknya melampiskan semua emosi yang tertahan. Ia bahkan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Hana masih tetap bungkam dengan isak tangis yang sangat pilu. Tangan Arkan terkepal menahan emosi, ia memandang Hana yang menunduk dengan tatapan sedih, rindu, dan dirundung rasa bersalah karena Hana menangis seperti itu. Tapi apa? Hana bahkan tega melakukan hal itu kepadanya.

Ia ingin sekali merengkuh tubuh itu, merengkuh tubuh yang telah bersamanya selama tiga tahun terakhir, memeluk saling berbagi rasa hangat. Tapi sekarang berbeda ia tidak bisa merengkuh tubuh ringkih itu lagi. Hatinya terlalu hancur untuk ia susun kembali. Ia takut jatuh pada lubang yang sama jika ia merengkuh kembali tubuh itu.

"Gue pergi." dingin Arkan lalu pergi meninggalkan Hana yang masih terisak, meninggalkan semua kenangannya dan memilih egonya.

Hana terduduk lemas di bangku taman, memukul dadanya yang terasa sesak karena menahan isakan agar tak keluar dari mulutnya. Ia tak ingin siapapun mendengar suara isakannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beautiful Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang