Setengah Delapan

28 3 1
                                    

Semua tampak normal. Hari pertama masuk sekolah yang normal. Sampai jam setengah delapan pagi, senin ini adalah senin yang biasa. Ada upacara bendera hari ini. Dan tentu saja. Masa Orientasi Siswa juga dimulai hari ini.

Bulan Agustus, Tanggal 7, 3 Tahun lalu.

Seperti yang sudah ku bilang tadi. Senin ini sama seperti Senin lainnya. Hanya saja pada jam setengah delapan pagi ada sebuah insiden yang mungkin takkan bisa dilupakan oleh Je. Park Jaehyung atau biasa dipanggil Bang Jeje. Dia pindahan Jakarta ketika masih kelas 5 SD. Jadi ya... Bisa dibilang sekarang dia menjelma jadi remaja pasundan biasa.

Saat itu, gerimis hujan memulai harinya. Mendung. Perasaannya juga sedang seperti langit yang tengah bersedih. Sedih yang dirasa olehnya sepertinya tak seperti sedih orang biasa, hanya anak yang suka menulis lagu saja yang sepertinya benar-benar mengerti perasaannya saat itu.

Bagaimana tidak? Lirik lagu yang dia kerjakan selama liburan hilang entah kemana seperti ditelan bumi. Hilang tanpa jejak. Sudah dapat dipastikan bagaimana perasaannya kali ini.

Dia sudah tampak lesu di pagi hari. Padahal, dia selalu tak bisa diam ketika pelajaran sedang susah-susahnya. Bahkan dia tak takut tertawa keras ketika guru yang mengajar adalah guru yang terkenal akan sikap killer-nya.

Tapi, secara ajaib dia bukanlah langganan guru BK. Sampai saat inipun dirinya-pun tak mengerti kenapa bisa seperti itu.

Kembali ke pembicaraan...

Jam setengah delapan pagi hari Senin. Jam berdentang dan bel berbunyi. Tanda siswa dan siswi harus segera masuk ke kelasnya masing-masing.

Jae melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya.

"7.15"

"Upacaranya singkat juga ya..." Ucapnya sambil melihat 'mading' sekolah. Dia mencari letak kelasnya. A, B, C kembali ke A, lalu B kemudian C.

Dia masuk kelas 2-A. Dengan gelagat seperti orang lesu dia menyusuri koridor sekolah itu.

Ia menyusuri koridor yang dipenuhi manusia. Benar-benar hari yang sial!

Saat sedang mencari tempat ia akan belajar. Tanpa sengaja dia menyenggol seorang perempuan berambut pendek.

"Ah! Maaf saya tak sengaja! Disini banyak sekali orang!" Ucap Jae dengan sopan namun tak sempat berhenti karena terlalu banyak orang.

Perempuan berambut pendek itu hanya melihatnya saja. Tapi, pandangan itu sepertinya memiliki arti khusus.

"Yaampun akhirnya..." Setelah sekitar 10 menit mondar-mandir akhirnya dia menemukan kelasnya itu. Betapa bersyukurnya dia ketika melihat jamnya bahwa dia benar-benar tepat waktu.

Dia mencari bangku yang sekiranya nyaman untuk dijadikan tempat belajarnya.

Deretan pertama barisan paling akhir. Sungguh tempat yang sempurna bagi dirinya. Sudah mendapat sinar matahari, dapat melihat pemandangan kebun, bahkan ada dinding untuk bersandar. Definisi yang bisa dibilang sempurna oleh cowok jaksun itu.

Dia segera bergegas menuju tempat duduk idamannya itu. Hatinya yang luka mulai terobati.

"Uhm... Apa tempat duduk ini kosong?" Tanya-nya kepada seorang lelaki
ber-name tag Im Jaebom itu.

"Ya! Disitu kosong! Ambil saja!" Ucapnya sambil tersenyum kepada Jae.

Dia menaruh sling bag nya dibelakang punggungnya. Bagi Jae meletakan tas dibelakang punggung ketika duduk itu nyaman.

Dia melihat kearah luar jendela. Awan masih saja sendu. Entah apa yang membuat awan itu tampak sedih dipagi hari.

Pemuda itu berpikir. "Jika awan bisa menangis dipagi hari... Mengapa aku tak bisa?"

Pilanilea -Kim Wonpil-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang