12. Beer pong, pleasure (?)

1.5K 69 0
                                    

Yohan mendengar seseorang yang sedang menekan kode kunci apartemen yang tidak lain dan tidak bukan pasti Hangyul, kekasihnya yang baru saja pulang dari kantor — walaupun sebenarnya agak lebih larut dari biasanya.

Sebagai bentuk kekesalannya, Yohan berniat untuk mengusili kekasihnya dengan pura - pura tidur. Karena, biasanya Yohan setia menunggu Hangyul dan terpejam bersama — tak peduli selarut apa Hangyul pulang dari kantor.

Yohan bergegas menuju kamar, menarik selimut dengan posisi tidur menyamping — tidak lupa ia sambil memeluk boneka beruang pemberian Hangyul.

Seling beberapa waktu, benar saja Hangyul menghampiri kamar dan mendapati Yohan yang sudah terlelap.  Ia mendekat kearah Yohan untuk duduk disampingnya.

Hangyul mengusap pelan rambut keunguan Yohan, lalu membelai pipi gembulnya, dan tak lupa mencubit pelan ujung hidung Yohan.

"Yohanie - kamu udah tidur ya.." racau Hangyul.

Mendengar racauan Hangyul, Yohan mencoba sekuat tenaga untuk menahan tawanya.

"Yohan? Sayang?"

Masih belum ada jawaban dari si pria manis bertubuh tinggi itu, ia malah semakin mendekap erat boneka beruangnya.

"Sayang - aduh.. duh," kini suara Hangyul menjadi terdengar seperti sebuah rintihan.

Kepala Hangyul terasa semakin pusing, maka ia menyandarkan kepalanya pada lengan Yohan.

Yohan langsung terbangun mengecek keadaan sang kekasih, tak sanggup hati ia harus bercanda disaat Hangyul kesakitan.

"Gyul! Kamu kenapa?!" Tanya Yohan panik.

Hangyul menatap Yohan sambil menggigit bibir bawahnya, ia masih mencoba untuk menstabilkan keadaannya.

"Sayang, maafin ya — udah ngebangunin kamu.."

"Gapapa, Gyul. Kamu kenapa? Cepet ngomong!"

"Aku ga kenapa - napa sayang, shh —" kalimat Hangyul terhenti sejenak, ia semakin merapatkan posisi duduknya.

"Gyul! Kenapa ih?!"

"Tadi aku kerumah kak Wooseok sebentar, yang.. ternyata ada kak Seungyoun sama kak Seungwoo."

"Terus?"

"Terus kita main beer pong sebentar," lagi - lagi kalimat Hangyul tercekat.

"Terus kenapa lagi ih?! Kan aku penasaran!"

"Terus di salah satu gelasnya di campur viagra, kayaknya aku minum itu, yang. Nih liat deh."

Yohan menutup mulutnya yang membentuk 'o' sempurna dengan kedua tangannya.

"Yang — bantuin aku.. aku ga bisa sendiri, yang. Kocokin aja minimal."

Yohan masih tak bergeming, namun tak lama kemudian ia menggenggam kedua tangan Hangyul lalu mengajaknya ke tengah kasur. Kini keduanya duduk bersila, dan saling berhadapan.

Hangyul masih menghimpit kedua paha besarnya untuk menutupi ereksinya yang mulai menyiksa, sedangkan Yohan masih berfikir ia harus berbuat apa.

Perlahan Yohan membuka tiga kancing piyamanya, ia mulai mendekat ke arah Hangyul, bahkan duduk diatas pangkuannya — ia mulai mencium bibir ranum Hangyul.

Keduanya bergumul, bahkan Hangyul berusaha mengomandoi permainan sebagaimana birahinya sudah tidak tertahankan lagi.

Desiran nafas Yohan terasa pada pipi Hangyul, begitu juga sebaliknya. Hangyul meraih pergelangan tangan Yohan dan dengan gerakan lembut ia mulai membaringkan posisi Yohan yang sebelumnya ada dipangkuannya.

Ciuman terputus ketika posisi Yohan sudah terbaring sempurna, nafasnya terengah - engah, dan ia menatap Hangyul dengan tatapan sayu.

Tangan Hangyul kini menelusup masuk kedalam piyama Yohan, mencari tonjolan merah jambu yang mencuat dari balik piyamanya.

Dengan gerakan pelan, lembut, namun menggairahkan Hangyul memainkan tonjolan puting Yohan hingga tak jarang si pria manis itu mendesah kenikmatan hingga dadanya membusung.

Tak sabaran, Hangyul langsung membuka semua kancing yang belum tanggal pada piyama Yohan, kini ia mulai mengulum kedua puting Yohan secara bergantian, tak lupa ia memainkan lidahnya — menari - nari menggelitiki puncak puting nan sensitif milik Yohan.

Desah Yohan kian mengeras, bibirnya menganga, matanya terpejam. Sekali dua kali ia menyerukan nama Hangyul.

"Hangyulh —"

Dirasa cukup, kini Hangyul mulai menarik celana serta celana dalam Yohan, dan kini ia telah telanjang bulat dihadapannya.

Ini merupakan pemandangan terindah bagi Hangyul, bagaimana indahnya Yohan terpampang hanya untuk dirinya. Perlahan Hangyulpun mulai menelanjangi dirinya.

Tak lupa ia membalurkan cairan pelumas kedalam lubang anal Yohan, lubang surgawi bagi Hangyul, dan milik Hangyul seutuhnya, selamanya.

Sembari membalurkan pelumas, tak jarang jemari nakalnya bermain menggelitiki lubang anal Yohan, membuat sang empu bergerak resah sambil menggigiti bibirnya.

Kini Hangyul mengarahkan penisnya yang sudah tegak sempurna masuk kedalam lubang anal Yohan secara sempurna.

Pujian, dan ucapan cinta Hangyul sematkan untuk sang kekasih sebagaimana pinggulnya bergerak maju dan mundur menumbuk prostat Yohan.

Sedangkan yang dibawah hanya bisa memejamkan matanya, dan semakin merenggangkan pahanya agar sang kekasih dapat bergerak leluasa.

Yohan semakin mengetatkan analnya agar penis Hangyul mendapatkan kenikmatan lebih.

Suara Hangyul terdengar sangat rendah, bahkan desahannya terdengar seperti suara deheman.

Ketika dirasa akan mencapai klimaksnya, Hangyul semakin mempercepat gerakannya. Suara peraduan antara pinggul dan pantat Yohan semakin terdengar nyaring, begitu juga dengan desahan Yohan.

Hangyul mengeluarkan penisnya dan mengarahkannya pada perut Yohan, tak lama spermanya menyiprat mengotori paha, perut, bahkan dagu Yohan. Begitu juga sperma Yohan yang mengotori perut, bahkan menetes hingga ke kasur.

Hangyul terdiam sejenak menatap dinding dengan kalender yang terpajang disana.

"Yang," ucap Hangyul sambil memeluk Yohan yang tengah terbaring.

"Hmm?"

"Happy valentine," Hangyul langsung mencium bibir tebal Yohan.

Yohan baru saja menyadari jika malam ini adalah malam valentine.



Fin.

Touché [ yohangyul / gyulyoh ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang