Seluruh siswa-siswi baru sudah masuk ke kelas masing-masing, memulai kegiatan hari ini. Hari kedua masa pengenalan lingkungan sekolah.
"Serius lo bawa kayak ginian? Lo mau tawuran apa sekolah?" Hyunsuk menatap takjub pada barang-barang bawaan si Drama Korea.
Daftar barang bawaan yang pada umumnya merupakan makanan ringan, yang diberi nama-nama unik oleh senior sebagai clue, dan para siswa baru harus menebaknya sendiri. Bisa-bisanya dia membawa barang-barang ajaib.
Barang dengan sebutan 'sepetak tanah liat' contohnya, Hyunjin membawa batu bata.
Teguran Hyunsuk dan senior lain terjeda ketika suara ketukan pintu menarik atensi seluruh kelas.
Di ambang pintu, seorang siswi dengan pita merah muda tersenyum lembut, juga seorang siswa lain di belakangnya, menatap lurus pada para senior yang sedang menegur Hyunjin.
"Lo telat?" Mina, salah satu senior cewek bertanya pada si siswi berpita merah muda.
"Engga kak, saya dari kelas sebelah." Jawabnya lembut, selembut senyum di wajah cantiknya.
"Ada apa?"
"Hwang Hyunjin, Lee Jeno, dan saya dipanggil ke kantor."
Tanpa keterangan lebih lanjut, Hyunjin bergegas mengambil sebuah map merah dari ranselnya. Lalu menundukan kepala sejenak pada senior sebagai bentuk izin sebelum meninggalkan kelas.
Segera setelah presensi ketiganya menghilang dibalik pintu, Hyunsuk menggerutu.
"Kayaknya ada yang gak beres sama angkatan kalian deh, kenapa yang pinter-pinter secakep itu semua?"
Sementara para siswa lain menyambut dengan ber-Oh ria.
Mereka, si nomor 1, si nomor 2, dan si nomor 3. Lee Jeno, Hwang Hyunjin, dan Wang Yireon.
"Berkas kalian udah lengkap?" Yireon menoleh ke sisi kanan dan belakangnya.
Jeno untuk sisi kanan, Hyunjin untuk sisi belakang.
"Udah, lo?" Balas Jeno, sementara Hyunjin hanya mengangkat map merahnya sebagai isyarat bahwa semua sudah terkumpul didalamnya.
"Aku lupa fotokopi buku tabungan." Yireon menipiskan bibirnya.
"Gampang, nanti kita numpang fotokopi di kantor."
"Emang gak apa-apa?"
"Gak apa-apalah, nanti gua yang izin." Kata Jeno, meyakinkan.
Yireon tersenyum lalu mengangguk. "Makasih ya, Jeno."
🍃
"Lo bisanya apa selain main game?"
Yang ditanya hanya tersenyum canggung.
"Ngomong dong, biasanya juga lo ceriwis kalau lagi ngelive!" Kata Doyeon, si kakak kelas.
Baiklah, kepopuleran selebgram yang satu ini rupanya telah menembus dinding sekolah.
Nakyung sedang melakukan penebusan dosa di depan kelas setelah ojek online yang ditumpanginya melewati batas penggunaan kendaraan menuju sekolah, setidaknya sejak 5 menit yang lalu setelah jam pertama diisi materi dari guru BK selesai, kini dia menjadi pusat dunia.
"Apa atuh kak, bingung, nyanyi gak bisa, joget gak bisa, berenang gak bisa, kayang juga gak bisa."
Seluruh siswa tertawa menanggapi ucapan si Bintang Yang Bersinar, juga para senior cowok yang masuk dalam barisan pengikutnya di Instagram.
"Yaudah kalau gitu lo ikut gue ke kelas lain." Kata Doyeon yang disambut kehebohan seluruh kelas.
Menurut budaya masa pengenalan lingkungan sekolah yang berjalan secara turun-temurun di sekolah ini, mendapat hukuman di kelas lain adalah jenis hukuman yang paling dihindari, karena rasa malunya berkali-kali lipat dibanding di kelas sendiri. Meskipun nilai positifnya bisa dikenal kelas lain atau bahkan menjadi murid populer di angkatan.
Nakyung tidak butuh itu, tanpa hukuman di kelas lain pun, dia sudah memiliki modal untuk menjadi siswi populer bahkan di sepenjuru sekolah, tidak hanya di angktannya. Jadi nanti, yang Nakyung dapatkan hanya rasa malu yang menggunung jika dia pergi ke kelas lain.
"Yah jangan dong kak, disini aja, please..." Pinta Nakyung sedikit memohon. "Joget deh ya?"
Doyeon tersenyum tipis, semakin semangat mengerjai si selebgram cantik dengan 200 ribu lebih pengikut itu.
🍃
Pintu kayu jati bertuliskan 'Ruang Kepala Sekolah' itu kembali tertutup setelah tiga siswa melewatinya.
Mereka baru saja keluar setelah berdiskusi tentang beasiswa dengan kepala sekolah dan beberapa staff guru. Beasiswa yang hanya diberikan untuk 3 siswa terpintar pada tiap semesternya. Juga membahas tentang olimpiade fisika yang akan diikuti sekolah beberapa bulan lagi.
Sebenarnya untuk olimpiade itu sudah terbentuk tim, yang terdiri dari 1 siswa kelas 3 dan 2 siswa kelas 2, tapi sekolah memutuskan untuk memasukan seorang siswa kelas 1 untuk bergabung dengan tim. Untuk keadilan, Hyunjin, Jeno dan Yireon akan bersaing untuk mendapatkan posisi di tim itu.
Mereka berjalan di koridor menuju kelas, Hyunjin memimpin di depan, sementara Yireon dan Jeno berdampingan di belakang.
"Nanti gue aja yang anter buku tabungannya, gue ke kelas kalian jam istirahat pertama besok."
Pada belokan terakhir Jeno berujar sebelum mereka berpisah karena kelas Hyunjin sudah terlihat dari titik ini.
Hyunjin berbalik menatap 2 rekan jeniusnya.
"Oke!" Yireon mengangguk.
"Bertiga aja." Hyunjin tidak setuju. "Besok kumpul di depan ruang kepsek 10 menit setelah bel istirahat pertama."
Untuk sekian detik Yireon tertegun, setelah 2 jam bersama, itu kalimat pertama Hyunjin yang lebih dari 3 kata.
"Ribet kayak gitu, udah gak apa-apa gue aja, gak bakal gue buka-buka buku tabungan lo." Seakan mampu membaca pikiran Hyunjin, Jeno tersenyum tipis.
"Jangan sampe ilang."
Ultimatum Hwang Hyunjin, sebelum kembali melangkah meninggalkan Jeno dan Yireon di belakang.
Jeno dan Yireon saling melirik, lalu mengangkat bahu mereka masing-masing. Sementara kaki panjang Hyunjin sudah mencapai ambang pintu kelasnya, yang bahkan terdengar sangat riuh dari luar.
"Nah ini nih yang ditunggu-tunggu!"
Semua menjatuhkan atensi pada presensi Hwang Hyunjin yang baru selangkah melewati pintu.
"Sini lo buruan!"
Hyunjin mengikuti perintah salah satu senior cewek yang terlihat asing baginya, maka dia cukup yakin bahwa senior itu berasal dari kelas lain.
"Lo kan salah bawa semua barang, jadi lo harus kena hukuman biar adil walaupun lo si nomor 2, kalau lagi begini gak pandang kasta." Hyunsuk menjelaskan sebelum Hyunjin memprotes.
Diantara para senior di depan kelas, ada seorang siswi berpita merah muda seperti yang Wang Yireon kenakan. Itu artinya dia berasal dari kelas yang sama dengan Yireon, karena siswi di kelas Hyunjin memakai pita hijau.
"Tembak ini cewek!" Perintah senior asing itu.
Hyunjin menatapnya datar, lalu menolak dengan satu kata. "Gak."
Doyeon, senior itu ternganga tak percaya.
"Lo barusan nolak perintah gue?"
Hyunjin benar-benar menjadi poros dunia, semua menatapnya dengan sorot yang berbeda. Ada yang terkejut, ada yang kagum, ada yang jengkel, dan lain sebagainya.
"Hukuman lo itu sekaligus bantuin temen angkatan lo ini supaya cepet bebas dari hukumannya." Mina menunjuk cewek berpita merah muda itu. "Kalau gak, nanti dia bakal lari keliling lapangan, sebagai cowok, lo pasti gak tega kan?"
Cewek berpita merah muda itu menatap Hyunjin penuh harap, dengan bibir tipisnya yang mencebik lucu. Sementara netra legam Hyunjin terkunci pada wajah kecilnya, lalu menarik salah satu sudut bibirnya diakhir jeda yang ada.
"Kenapa gak dia aja yang nembak saya?"
🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang | Hyunjin X Nakyung
FanfictionAda berjuta rahasia mengapa langit mampu mengikis jarak terjauh menjadi sedekat nadi, serta memberi jarak terdekat menjadi sejauh bentangan samudera.